• Cerita
  • Perayaan 1 Sura Aliran Kebatinan Perjalanan, Bukan Sekadar Upacara Ritual

Perayaan 1 Sura Aliran Kebatinan Perjalanan, Bukan Sekadar Upacara Ritual

Perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung tidak hanya menjadi perayaan bagi penghayat, tapi juga warga sekitar.

Prosesi Paneja, atua memanjatkan doa dalam perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung (19/7/2023). (Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya22 Juli 2023


BandungBergerak.id – Selesai agenda Tembang Malih Warni, dari pintu sebelah timur, 22 orang perempuan dari beragam usia masuk ke area kegiatan. Di tangan mereka terdapat berbagai jenis sesajen.

Perempuan-perempuan yang mayoritas berkebaya putih berjalan perlahan mengikuti irama alunan musik Sunda. Tepat di depan tempat penataan, semuanya kemudian duduk bersimpuh. Bergantian, dua-tiga orang berdiri, menyerahkan sesajen yang dibawanya ke dua orang perempuan lain untuk ditata.

Lebih dari 30 jenis sesajen tersaji. Sesajen, bagi masyarakat penghayat, memiliki makna dan arti masing-masing.

Beberapa yang tersaji di antaranya padi yang diikat selendang, serupa Ibu yang menjadi sumber kehidupan manusia. Ada Ayam Bakakak, perlambang keberserahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lalu, ada pula kopi manis dan kopi pahit yang ditempatkan dalam satu wadah, menjadi pengingat bahwa hidup tidak selamanya berjalan mulus. Ada juga tumpeng, sate, buah-buahan, rujakeun, hanjuang, bunga tujuh rupa, dan hahampangan (kue-kue kering).

Pemandu acara kemudian memanggil Bapak Mimin, Bapak Aju, Bapak Ade Taryo, dan Bapak Adang Amung untuk maju ke depan. Di hadapan sesajen, keempatnya menutup mata, memanjatkan doa. Paneja. Berharap hal-hal baik selalu menyertai warga penghayat, menyertai seluruh umat manusia. Khususnya di tahun yang akan datang ini.

“Sesajen itu simbol bagi masyarakat kami,” ujar Sintia Soniawati, warga penghayat yang juga menjadi panitia dari kegiatan hari itu, ”kita tuh memberikan pemahaman ajaran kita tuh lewat sasajen sebagai bahan bacaan untuk kita semua.”

Barisan perempuan duduk bersimpuh setelah mengantarkan sesajen dalam ritual perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung (19/7/2023). (Alysa Reyhan Maharani/BandungBergerak.id)
Barisan perempuan duduk bersimpuh setelah mengantarkan sesajen dalam ritual perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung (19/7/2023). (Alysa Reyhan Maharani/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Kolom Agama dan Jalan Panjang Penghayat
Laga Para Penghayat Muda
Himpunan Penghayat Kepercayaan Berharap Dibentuknya Kementerian Khusus Kepercayaan dan Agama Leluhur

Perayaan 1 Sura Tanggap Warsa Saka Indonesia

Sudah menjadi agenda rutin bagi Aliran Kebatinan Perjalanan untuk merayakan atau pangeling-ngeling Tanggap Warsa Saka Indonesia atau 1 Sura yang jatuh tanggal 19 Juli 2023. Kegiatan malam itu digelar di Gedung Pasewakan Kerta Tataning Hirup Linuwih di Desa Pakutandang, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.

Deretan kursi sengaja disediakan di dalam gedung yang kerap digunakan untuk agenda sarasehan lingkup organisasi, pendidikan, dan diskusi mengenai ajaran ini terlihat penuh. Banyak di antara warga yang tidak kebagian tempat duduk menyaksikan sambil berdiri. Bahkan, banyak pula di antaranya yang hanya bisa menyaksikan dari luar melalui jendela.

Perayaan 1 Sura rupanya tidak hanya menjadi perayaan bagi warga penghayat, tapi juga warga sekitar. Di luar Pasewakan Kerta Tataning Hirup Linuwih, lokasi dimana prosesi ritus nata sajen berlangsung, suasana bak pasar malam. Orang-orang berjualan aneka makanan dan mainan. Anak-anak terlihat asik bermain dengan gelembung sabun. Beberapa orang tua sibuk bercengkerama satu sama lain. Beberapa yang hadir bahkan datang dari luar daerah, seperti Banten, Kuningan, Jakarta, Cimahi, dan Garut.

“Meskipun pada dasarnya secara syarat administrasi (perizinan) ditujukan untuk masyarakat kepercayaan, pada praktiknya masyarakat umum juga hadir, diperbolehkan,” ujar Sintia yang juga berprofesi sebagai guru pendidikan kepercayaan di SMP dan SMK, “Kalo masyarakat umum lebih ke inisiatif, karena tahu di Pasewakan ada kegiatan Sura. Jadi kayak, oh ya udah kita ngerayain ke sana.”

Tari Badaya dalam perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung (19/7/2023). (Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Tari Badaya dalam perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung (19/7/2023). (Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Dalam setiap peringatannya, tahun Saka selalu berpedoman pada Candra Sangkala, yakni wacana spiritual bagi setiap warga Aliran Kebatinan Perjalanan dalam menyikapi masa depan nu bakal kasorang. Sabda Resi Marganing Kautamaan adalah Candra Sangkala dalam Perayaan 1 Sura 1957 Saka Indonesia yang diperingati pada Kamis (20/7/2023) malam.

Peringatan Tanggap Warsa Saka Indonesia, bagi Aliran Kebatinan Perjalanan, bukan sekadar upacara ritual semata. Lebih dari itu, perayaan ini mencoba mengedepankan kesadaran moral spiritual dalam menghormati dan menghargai hasil karya leluhur bangsa yang sangat penting dan berharga demi kesinambungan hidup dan penghidupan anak cucu. Dengan berpegang teguh pada tuntutan kautamaan hidup cageur, bageur, bener, pinter, Aliran Kebatinan Perjalanan senantiasa melaksanakan kewajiban: Lahir kawulaning Nagara, Batin Kawulaning Rasa, serta Aku kawulaning Gusti.

“Sehingga di setiap gerak dan langkah yang kita lalui itu, Tuhan yang Maha Kuasa telah menjadikan kita sebagai bangsa yang memiliki tanah, air, budaya, dan bahasa,” lanjut Sintia.

Agenda kemudian dilanjutkan dengan sambutan-sambutan, pemberian cinderamata, dan penampilan budaya. Anak-anak muda mengisi Tari Badaya dan Rampak Sekar. Menjelang pukul 22.00 WIB, pembawa acara menutup rangkaian acara. Agenda dilanjutkan dengan Pagelaran Wayang Golek. Ki Dalang Dede Amung Sutarya membawakan lakon Bisma Gugur semalam suntuk.

Pagelaran Wayang Golek dalam perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung (19/7/2023). (Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Pagelaran Wayang Golek dalam perayaan Tanggap Warsa Saka Indonesia (1 Sura) Aliran Kebatinan Perjalanan di Kabupaten Bandung (19/7/2023). (Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Warga Penghayat (Masih) Mengalami Diskriminasi

Meski sudah mendapat pengakuan dari negara, warga penghayat masih mendapatkan berbagai diskriminasi. Misalnya saja dalam pendirian tempat berkegiatan dan diskriminasi di ruang lingkup pendidikan. Sintia, yang berprofesi sebagai guru, menceritakan bahwa dirinya masih mendapat kasus-kasus tersebut di beberapa sekolah, seperti sulitnya mendapatkan nilai agama.

“Kan siswanya tuh kelas 6, mau ke SMP yah. Di mana di rapornya tuh masih kosong, gak ada nilai. Karena, menurut pihak sekolah, bahwa gak ada pengisian buat penghayat kepercayaan,” kata Sintia menceritakan satu kasus yang baru selesai dirinya tangani.

Sintia juga menjelaskan bahwa masalah-masalah seperti ini masih sering terjadi di sekolah-sekolah, utamanya Sekolah Dasar. Sebelumnya, anak-anak penghayat dan orang tuanya biasanya hanya mengikuti kebijakan dari sekolah: memilih satu dari agama-agama yang disediakan sekolah. Yang penting bisa melanjutkan sekolah, begitu tutur Sintia menirukan ucapan orang tua dari siswa penghayat.

Dalam kasus kali ini, Shintia mengambil tindakan cepat dengan berkomunikasi bersama pihak sekolah. Dalam ceritanya, Shintia mengatakan bahwa dalam kasus ini sekolah belum terlalu paham. Meskipun pemerintah pusat telah menyediakan penilaian lewat aplikasi E-Rapor, namun di lapangan, beberapa sekolah masih belum menerapkannya. Beruntungnya, di akhir masalah ini, pihak sekolah bersedia mengakali sistem yang sudah ada dan siswa penghayat yang ditangani berhasil mendapat haknya.

“Meskipun eksistensinya sejauh ini memang sudah dikenal, cuman penerimaan dari masyarakat umum kepada kitanya lebih terbuka,” harap Sintia.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//