• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Keuntungan Menggunakan ChatGPT yang Merugikan Mahasiswa

MAHASISWA BERSUARA: Keuntungan Menggunakan ChatGPT yang Merugikan Mahasiswa

Kemudahan yang ditawarkan platform AI (Artificial Intelligence) seperti ChatGPT menghambat berkembangnya day pikir kritis.

Hafizh Umar Assad

Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Pasundan (Unpas) Bandung

Mahasiswa sedang menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas, 1 Desember 2023. (Foto: Hafizh Umar Assad)

4 Desember 2023


BandungBergerak.id – “Malas? ChatGPT aja!”, kalimat yang sering terujar oleh mulut seorang mahasiswa yang dikejar deadline tugas mati-matian. ChatGPT memang memberikan banyak sekali keuntungan khususnya bagi mahasiswa. Mulai dari pencarian tesis hingga pembuatan paragraf dalam suatu tulisan, ChatGPT memiliki keahlian untuk merangkai segalanya. Kemunduran dalam kemampuan berpikir kritis dan kemerosotan dalam kemampuan menulis menjadi dua produk utama yang terlahir pada beberapa mahasiswa buah dari pemanfaatan yang salah pada teknologi ChatGPT ini.

Bagi kalian yang belum mengetahui ChatGPT, teknologi ini merupakan model bahasa yang dikembangkan oleh OpenAI. Tujuan utamanya yaitu menciptakan ruangan di mana manusia dan komputer dapat berbincang mengenai suatu hal. Kemampuan utama yang dimiliki oleh teknologi ini adalah menjawab pertanyaan, memberikan solusi, dan memproses suatu bahasa menjadi suatu kalimat.

Study.com yang meneliti 100 tenaga pengajar perguruan tinggi dan 1000 mahasiswa menyatakan 32% profesor kontra dengan penggunaan ChatGPT bagi mahasiswanya. Angka yang kecil memang, namun di balik itu justru 72% mahasiswanya sendiri tidak setuju penggunaan ChatGPT diperbolehkan dalam jenjang perguruan tinggi. Opini dari mahasiswa menjadi titik berat dalam penelitian tersebut. Hal ini didasarkan pada mahasiswa yang lebih mengetahui bagaimana keadaan akademistik maupun sosial dalam lingkungan mahasiswa dibandingkan dengan tenaga pengajar, khususnya pada penggunaan ChatGPT.

Pemikiran kritis mahasiswa menjadi terhambat imbas kemudahan yang disediakan oleh ChatGPT. Berbeda dengan penggunaan search engine Google, di mana untuk mencari sebuah jawaban mahasiswa tetap harus menyortir dari banyaknya website penyedia informasi. Sedangkan, ChatGPT pada umumnya langsung memberikan jawaban akhir dari pertanyaan yang diajukan hasil pemrosesan AI (Artificial Intelligence).

Banyaknya informasi yang diserap dari berbagai situs web dalam penggunaan search engine Google, memaksa mahasiswa untuk berlatih berpikir kritis dalam menyusun/menyimpulkan suatu pemikiran dari informasi yang beragam. Dikarenakan ChatGPT memberikan poin-poin utama terhadap jawaban tanpa adanya proses penyortiran yang dilakukan mahasiswa dari berbagai macam informasi, hal ini dapat membuahkan tersendatnya pemikiran kritis pada mahasiswa. Kekhawatiran utama yang muncul dari proses tersebut ialah mulai hilangnya ide orisinil yang dapat keluar dari mahasiswa.

Dilansir dari tek.id, sebanyak 98% guru menyuarakan kekhawatirannya di mana ChatGPT dapat meningkatkan risiko ketergantungan siswa terhadap teknologi dan berkurangnya keterampilan berpikir secara kritis. Namun pemikiran ini sendiri masih menjadi kontroversi di antara mayoritas tenaga pengajar yang setuju akan manfaat dari penggunaan ChatGPT apabila diterapkan dengan cara yang tepat.

Namun di sisi lain, penggunaan ChatGPT juga dapat mendukung proses berpikir kritis pada mahasiswa. Dengan penyediaan ruang obrolan yang nyaman bagi penggunanya, ChatGPT dapat mendorong mahasiswa menumbuhkan rasa penasarannya sehingga memunculkan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai suatu informasi.

Di luar itu, ChatGPT dapat menyediakan berbagai macam solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi oleh mahasiswa. Dengan ini mahasiswa bisa dengan mudah mendapatkan sudut pandang lain dalam mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis dalam mengambil langkah berikutnya dengan penyesuaian kondisi lapangan yang sedang dihadapinya.

Manfaat ini juga didukung dengan opini Nadia Fairuza selaku peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) yang berpendapat bahwa ChatGPT dapat membantu siswa untuk berpikir lebih kritis khususnya dalam memaksimalkan pemanfaatan teknologi itu sendiri. Beliau berpendapat titik berat muncul pada tenaga pengajar yang harus bisa mengedukasi mahasiswa dalam memahami koridor-koridor penggunaan ChatGPT agar tidak terjerumus pada dampak negatif yang ada.

Baca Juga: Inovasi ChatGPT, Kemajuan Teknologi atau Ancaman?
Teknologi Kecerdasan Buatan Tetap Membutuhkan Kontrol Manusia
Peluang dan Tantangan Kecerdasan Buatan (AI) sebagai Teknologi Masa Depan

Bukan untuk Jalan Pintas

Dari pembahasan beberapa paragraf di atas dapat disimpulkan budaya literasi pada mahasiswa juga akan ikut menurun. Imbasnya kemampuan mahasiswa dalam menulis juga ikut menurun, mengingat literasi merupakan syarat mendasar bagi seseorang yang ingin mengembangkan kemampuan menulisnya.

Survei Study.com juga menyertakan bahwa 53% mahasiswa mengakui dalam kepenulisan esainya mereka mengandalkan ChatGPT. Hal ini sangat mengkhawatirkan atas dasar kemampuan menulis yang menjadi kemampuan yang wajib dimiliki bagi mahasiswa jurusan apa pun, proses pengerjaannya mulai terkikis sedikit demi sedikit akibat segelintir mahasiswa yang terlalu mengandalkan ChatGPT.

Tulisan-tulisan orisinil dengan struktur kompleks yang hanya dapat diformulasikan oleh otak seorang mahasiswa juga akan mulai punah. Walaupun beberapa tulisan hasil ChatGPT terbukti dapat menghindari plagiarisme dengan melakukan paraphrase berkali-kali, namun gaya bahasa dan struktur penulisan sebuah robot lama kelamaan akan tertebak. Ini sangat berbeda jika setiap mahasiswa memformulasikan tulisannya berdasarkan bacaannya dan ide kreatifnya yang unik dan berbeda-beda.

Namun, dapat diakui ChatGPT juga dapat membantu mahasiswa untuk memberikan gambaran awal dalam memulai penulisan mereka. ChatGPT bisa dimanfaatkan sebagai jalan pintas dalam mencari ide maupun topik pembahasan suatu tulisan. Pada akhirnya produk/ide yang diberikan ChatGPT dapat dikemas ulang oleh mahasiswa hingga menjadi produk akhir yang maksimal dengan durasi pengerjaan yang lebih singkat.

Penulis memiliki kesimpulan bahwa, ChatGPT baik digunakan untuk memperluas pencarian pemikiran, ChatGPT baik digunakan untuk mempertajam hasil pemikiran, namun ChatGPT tidak baik digunakan sebagai jalan pintas untuk menghasilkan produk akhir dari suatu pemikiran.

Bagaimana? Masih mau pakai ChatGPT seenaknya buat nyelesain tugas kalian? Dalam topik esai ini penulis berpegang teguh pada kalimat yang berkata “don’t hate the players, hate the game”. Kalimat itu mencerminkan di mana kita sebenarnya tidak dapat menyalahkan pengguna ChatGPT atau platform ChatGPT itu sendiri terhadap dampak negatif yang muncul. Namun situasi atau keadaan yang muncul akibat adanya jalan untuk menerapkan hal-hal yang berujung negatif itulah yang menjadi tanduk utama dalam perdebatan mengenai penggunaan teknologi ChatGPT ini.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//