• Kampus
  • Peluang dan Tantangan Kecerdasan Buatan (AI) sebagai Teknologi Masa Depan

Peluang dan Tantangan Kecerdasan Buatan (AI) sebagai Teknologi Masa Depan

Layaknya otak manusia, kecerdasan buatan (AI) dapat melakukan berbagai fungsi pemecahan masalah, memperoleh pembelajaran baru, hingga melakukan penalaran.

Forum Guru Besar ITB dalam diskusi Future Science and Technology Talk berjudul “Discriminative and Generative AI: Evolusi Teknologi, Peluang, dan Tantangannya”, di Bandung, Sabtu (27/5/2023). (Foto: Humas ITB)

Penulis Iman Herdiana3 Juni 2023


BandungBergerak.idPerkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) terus menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir. Teknologi kecerdasan buatan dipercaya memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan manusia. Namun di balik berbagai peluang tersebut, tak sedikit risiko dan tantangan yang perlu diwaspadai terkait perkembangan AI yang begitu pesat.

Isu kecerdasan buatan ini menjadi perhatian Forum Guru Besar ITB dalam diskusi Future Science and Technology Talk berjudul “Discriminative and Generative AI: Evolusi Teknologi, Peluang, dan Tantangannya”, di Bandung, Sabtu (27/5/2023).

Guru Besar STEI ITB Bambang R. Trilaksono menjelaskan bahwa AI sejatinya bukan teknologi yang baru. Teknologi AI sudah dikenal sejak tahun 1950-an walau dengan model yang masih sederhana.

Sejak saat itu model AI terus berkembang dengan berbagai modifikasi fungsi kerja yang semakin kompleks. Layaknya otak manusia, AI dapat melakukan berbagai fungsi pemecahan masalah, persepsi terhadap lingkungan, memperoleh pembelajaran baru, hingga melakukan penalaran pada suatu informasi.

“Sekitar tahun 2010 sampai sekarang, berkembang deep learning yang pada dasarnya merupakan salah satu bagian dari machine learning, di mana fitur atau ciri-ciri data dapat diekstrak secara otomatis,” ujar Bambang, dikutip dari laman ITB, Sabtu (3/6/2023). 

Deep learning menggunakan arsitektur komputasional layaknya jaringan saraf tiruan pada manusia yang disebut Artificial Neural Network (ANN). ANN dapat mempelajari pola data yang sangat kompleks dan menghasilkan representasi berdasarkan fungsi algoritma tertentu. Dua jenis paradigma utama dalam deep learning adalah discriminative AI dan generative AI.

Discriminative AI digunakan untuk mengklasifikasi dan memprediksi data berdasarkan batas pemisah suatu kelas/kategori data. Sedangkan Generative AI digunakan untuk memahami struktur data dan membangkitkan data baru.

Baca Juga: Kecerdasan Buatan, Sebuah Ancaman bagi Umat Manusia?
Teknologi Kecerdasan Buatan Tetap Membutuhkan Kontrol
Sebuah Percakapan Dengan Kecerdasan Buatan

“Chat GPT sebagai salah satu produk yang sangat populer dewasa ini, mendasarkan sistemnya pada satu model generative AI yang disebut sebagai transformer. Kinerja yang dihasilkan dalam beberapa task itu sudah melebihi kemampuan manusia,” Bambang menjelaskan.

Pada kesempatan yang sama, Ayu Purwarianti sebagai perwakilan dari Pusat AI ITB menambahkan bahwa AI akan selalu membawa potensi destruktif bagi manusia apabila tidak dikelola dengan semestinya. Risiko penggunaan AI menjadi tantangan terbesar yang dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada seluruh lini kehidupan termasuk politik, struktur sosial, ekonomi, hingga ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, kata Ayu, penggunaan dan pengelolaan AI membutuhkan kerangka kerja yang berpedoman pada enam etika AI yaitu kebermanfaatan, keselamatan dan keamanan, akuntabilitas, keadilan, kompetensi, serta kontrol tata kelola.

“Kalau dilihat dari European Union, mereka di tanggal 24 Februari 2023 sudah menyatakan bahwa generative large language model itu diklasifikasikan sebagai high risk, termasuk Chat GPT. Ini suatu PR juga sebenarnya, kalau di Indonesia akan seperti apa sikap kita terhadap perkembangan teknologi ini,” ujar Ayu.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//