• Opini
  • Kecerdasan Buatan, Sebuah Ancaman bagi Umat Manusia?

Kecerdasan Buatan, Sebuah Ancaman bagi Umat Manusia?

Banyak film terkenal yang menerapkan konsep Artificial Intelligence, seperti sekuel film The Matrix, Terminator, dan Avengers: Age of Ultron. 

Ghabriel Galyndeo

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Naik bus kota dengan memindai aplikasi jaramba.id di Bandung, Jumat (7/1/2022). Teknologi memudahkan masyarakat untuk mengakses rute-rute transportasi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

23 Januari 2022


BandungBergerak.idArtificial intelligence atau kecerdasan buatan yang lebih dikenal dengan sebutan AI mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Sudah banyak juga film terkenal yang menerapkan konsep AI, seperti sekuel film The Matrix, Terminator, dan Avengers: Age of Ultron. Sayangnya, semua film di atas menggambarkan AI sebagai tokoh antagonis utamanya.

Artificial intelligence secara singkat merupakan suatu mesin atau komputer yang diimplementasikan dengan kemampuan berpikir manusia. Salah satu contoh sederhananya ialah kemampuan mengenali pola (pattern recognition). Contoh-contoh dari penerapan kecerdasan buatan yang dapat ditemui sehari-hari merupakan: aplikasi Google Translate yang menggunakan AI untuk mengenali keunikan-keunikan dari vokalisasi suatu bahasa sehingga dapat menerjemahkannya ke dalam bahasa lain, ada juga kecerdasan buatan yang diintegrasikan langsung pada kamera di smartphone yang memungkinkan kita untuk mengambil foto tanpa perlu mengutak-ngatik pengaturan manual dari kamera smartphone tersebut.

Pesatnya perkembangan AI pada abad ke-21 ini sudah menjadi hal yang tidak terbantahkan lagi. Perkembangan ini telah mendorong kita untuk terus mempertanyakan batas-batas kemungkinan yang dapat dicapai dari AI itu sendiri. Namun layaknya koin yang memiliki dua sisi, begitu juga efek dari kemungkinan-kemungkinan yang dapat dicapai oleh AI tersebut. Persepsi inilah yang membuat kita meragukan masa depan AI untuk kelangsungan hidup umat manusia.

Merujuk laporan BBC, beberapa tahun terakhir ini, tokoh terkemuka seperti Stephen Hawking, Elon Musk hingga Bill Gates memperingatkan kita untuk lebih khawatir akan bahaya dari AI. Sebagai wujud nyata dari kekhawatiran mereka, mereka melakukan investasi yang sejalan dengan ucapan mereka. Contohnya Musk, salah satu dari beberapa miliarder pendukung OpenAI, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mengembangkan AI yang akan bermanfaat bagi umat manusia.

Argumen mengenai kekhawatiran terhadap AI bukanlah berdasarkan pada khayalan atau imajinasi belaka, melainkan melalui bukti-bukti nyata yang dapat dilihat pada zaman sekarang. Contohnya adalah ketergantungan manusia generasi sekarang terhadap AI yang membuat mereka jauh lebih malas daripada generasi sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh AI, seperti Google Assistant yang dapat membantu manusia cukup dengan mengutarakan kalimat perintah.

Baca Juga: IPB Kembangkan Teknologi Artificial Intelligence untuk Tanggulangi Perburuan Satwa Liar
Riset Kendaraan Otonom di Indonesia, Penelitian Garapan ITB dan Mobil Pintar ITS
Reformasi Pendidikan sebagai Jawaban atas Terpaan Gelombang Digitalisasi di Indonesia

Penyalaggunaan Artificial Intelligence

Potensi AI yang begitu besar juga membuka peluang untuk disalahgunakan oleh pihak tertentu. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan senjata yang seharusnya digunakan hanya oleh pihak berwenang, ternyata juga digunakan oleh pihak lain yang berujung pada penyalahgunaan senjata seperti yang dilakukan kelompok teroris.

Di sisi lain, beberapa ahli berpendapat bahwa risiko yang dikemukakan itu terlalu berlebihan. Seperti yang dikatakan oleh Andrew Ng di Stanford University kepada BBC. Chief scientist di perusahaan raksasa internet China, Baidu, itu berpendapat bahwa ketakutan terhadap AI masih terlalu jauh untuk diperkirakan secara pasti pada saat ini. Namun hal ini bukan berarti risiko terhadap AI itu tidaklah nyata.

Di Amerika Serikat sendiri telah didirikan organisasi yang memiliki tugas untuk mengawasi perkembangan AI, yaitu The National Artificial  Intelligence Initiative Office atau bisa disingkat NAIIO. Menurut EPRS atau European Parliamentary Research Service pada jurnalnya yang berjudul The ethics of artificial intelligence: Issues and initiatives, bahwa dalam mengembangkan suatu AI atau robot haruslah mengikuti protokol yang sudah ada.

AI memiliki potensi yang sangat besar untuk mempermudah kehidupan manusia, namun dengan dipermudahnya kehidupan sehari-hari, manusia juga harus memiliki self-control yang kuat, agar tidak menjadi budak AI di segala situasi yang pada akhirnya menimbulkan kemalasan yang bersifat destruktif. Di lain sisi, pengembangan dari AI itu sendiri haruslah selalu diawasi sehingga tidak disalahgunakan dan jatuh ke tangan yang salah. Oleh karena itu, potensi dari AI ini tidak perlu untuk ditakuti melainkan cukup diwaspadai saja.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//