Reformasi Pendidikan sebagai Jawaban atas Terpaan Gelombang Digitalisasi di Indonesia
Prediksi akan tergantikannya jutaan pekerjaan di masa depan terelakkan. Pengembangan diri dengan transformasi digital amat diperlukan.
Hillary Kylie Felani
Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)
18 Januari 2022
BandungBergerak.id - Di tengah era digital sebagai hasil dari Revolusi Industri 4.0, laju arus perkembangan teknologi dan digitalisasi merupakan sebuah hal yang tidak dapat dihindari. Tidak sedikit perusahaan industri telah mengandalkan otomatisasi dalam setiap proses operasi perusahaannya, mulai dari produksi, quality control, hingga proses produk sampai di tangan konsumen. Contohnya Alibaba yang menggunakan drone untuk proses shipping-nya di Amerika Serikat. Pengembangan robot humanoid berbasis artificial intelligence yang mampu berperilaku selayaknya manusia juga kian tenar. Hal ini menimbulkan keresahan mengenai semakin banyak peran manusia yang akan tergantikan oleh teknologi dan kecerdasan buatan.
Kekhawatiran ini diperkuat dengan prediksi hasil penelitian dari Oxford Economics yang memperkirakan lebih dari 20 juta manufacturing jobs akan hilang pada tahun 2030, terlihat dari tingkat otomatisasi yang meningkat tiga kali lipat dalam kurun waktu dua dekade (Lambert, 2019). Perubahan besar ini berlangsung dengan sangat cepat dan akan terjadi masalah pengangguran massal di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dihubungkan dengan kenyataan mengenai rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia, besar kemungkinan tenaga kerja Indonesia akan kalah saing dengan perkembangan teknologi yang pesat ini. Laporan dari World Talent Ranking 2020 menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 41 dari 63 negara dengan meneliti faktor investasi, pengembangan, motivasi, dan kesiapan tenaga kerja.
Jika sumber daya manusia Indonesia kalah saing dan tenggelam dalam arus digitalisasi, akan berdampak pula kepada tingkat kemajuan dan perkembangan ekonomi di Indonesia. Maka dari itu, dibutuhkan perencanaan dan strategi yang tepat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia tanah air agar tetap bisa bertahan dari ancaman digitalisasi yang akan terus menerpa.
Reformasi Sistem Pendidikan
Pendidikan memberikan kontribusi besar terhadap kualitas sumber daya manusia sebuah negara. Menurut survei kualitas pendidikan yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara (Makarim dalam Kasih, 2020). Survei tersebut menilai bahwa penyebab utamanya adalah sistem pendidikan yang terlalu membatasi siswa dan guru karena terlalu terpaku pada pemenuhan administratif semata serta kompetensi guru yang masih rendah. Dengan kenyataan kualitas pendidikan yang bisa dibilang tidak baik, maka dibutuhkan perubahan besar-besaran pada sistem pendidikan di Indonesia, apalagi dengan arus perkembangan teknologi yang cepat. Digitalisasi menuntut sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi untuk menghadapi tantangan global dari Revolusi Industri 4.0 ini.
Tuntutan ini bisa dilakukan dengan membentuk sistem pendidikan bermutu tinggi yang sesuai dengan kebutuhan dan mampu berevolusi dalam menghadapi perubahan. Proses pembelajaran harus berbasis pada pemanfaatan teknologi, membentuk sistem dengan fokus utama adalah peserta didik dengan guru sebagai fasilitator, tanpa melupakan peran orang tua dan lingkungan di luar pendidikan formal.
Singapura, negara dengan sistem pendidikan terbaik di Asia Tenggara, adalah contohnya. Proses pembelajaran negara ini berfokus pada pengembangan kemampuan critical-thinking, problem-solving, serta contextual learning skill, yaitu konsep belajar yang mampu mendorong peserta didik untuk menerapkan teori dalam menghadapi tantangan di dunia nyata. Sistem pendidikan di Singapura juga dirancang untuk mendorong setiap siswa berkembang sesuai dengan kemampuannya dengan kenyataan cara dan kecepatan belajar siswa yang berbeda-beda untuk memastikan setiap peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama. Silabus pembelajaran dibuat lebih singkat agar peserta didik memiliki waktu untuk mengeksplorasi minat masing-masing.
Negara Singapura memandang bahwa pendidikan merupakan prioritas utama dalam perkembangan ekonomi dan kemajuan negara. Hal ini terlihat dari persiapan dalam pembuatan kurikulum nasional yang sangat baik dan kredibilitas para guru. Negara ini menargetkan seleksi yang ketat dengan hanya kurang lebih 30 persen calon guru yang diterima di NIE (National Institute of Education) dan memastikan bahwa para guru dapat beradaptasi dengan era pembelajaran digital dengan model pembelajaran “A Teacher Education Model for The 21th Century”. Selain itu, sistem pendidikan Singapura juga menekankan pada keterlibatan orang tua dalam proses pembelajaran peserta didik dengan Parent Support Group dan pertemuan tahunan orang tua. Alhasil, terbentuk generasi muda yang berdaya saing tinggi dan siap menghadapi tantangan global digitalisasi.
Baca Juga: Peluang Menjadi Wirausahawan Daring di Saat Menyempitnya Lowongan Kerja
E-commerce Memicu Mahasiswa semakin Konsumtif?
Robot Trading Saham dan Valuta Asing, Haruskah Kita Percaya?
Literasi dan Pola Pikir Digital
Menurut data dari World Bank, saat ini Indonesia sedang mengalami sebuah hal yang dinamakan digital talent gap, di mana negara membutuhkan sekitar sembilan juta digital talent dalam kurun waktu 15 tahun (Sasongko, 2021). Apalagi dengan adanya pandemi, transformasi digital berlangsung sangat pesat. Dengan kesadaran akan kebutuhan talenta digital yang sangat besar akibat perkembangan teknologi itu sendiri, maka diperlukan upaya untuk menghadapi tantangan ini, dengan membentuk sumber daya manusia dengan kemampuan literasi digital.
Menurut Kominfo, sebagai pilar dari transformasi digital, literasi digital sendiri dapat dibagi menjadi empat aspek, yaitu digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. (Agustini, 2021). Digital skill berkaitan dengan kemampuan setiap individu dalam memahami dan mengoperasikan teknologi untuk mengakses dan mengelola informasi. Saat ini, ada beberapa digital skill yang sangat dibutuhkan oleh industri kreatif, seperti coding, web development, UI/UX, project management, app development, copywriting, social media marketing, dan masih banyak yang lainnya.
Untuk dapat bersaing di era digitalisasi ini, setidaknya harus menguasai salah satu dari sekian banyak digital skill yang ada dan mengembangkan kreativitas untuk terus beradaptasi dengan perkembangan era. Di internet sendiri, banyak platform belajar online yang menyediakan kemudahan bagi setiap orang yang ingin mempelajari skill baru ini, dari yang gratis hingga yang berbayar. Berbagai komunitas dan forum belajar juga dapat dimanfaatkan untuk membangun relasi dan belajar dari mereka yang ahli di bidangnya.
Selanjutnya, ada digital culture yang berfokus pada pemanfaatan teknologi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai bangsa, digital ethics yang berfokus pada mengembangkan masyarakat yang beretika dalam penggunaan teknologi, dan digital safety yang menekankan pada peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan keamanan data pribadi di era digital ini. Kolaborasi dari empat aspek ini yang akan menuntun masyarakat Indonesia dalam transformasi digital yang berlangsung agar dapat menggunakan teknologi secara aman dan bertanggung jawab serta terbebas dari dampak negatif internet, salah satunya adalah hoax.
Untuk itu, perlu ditanamkan sebuah pola pikir digital yang akan membantu dalam jalannya literasi digital, yaitu growth mindset. Growth mindset sendiri adalah pola pikir yang meyakini bahwa kemampuan seseorang bukanlah sesuatu yang tetap, melainkan dapat diupayakan melalui kerja keras. Dengan menanamkan growth mindset ke masyarakat Indonesia, akan terbentuk sumber daya manusia yang mampu beradaptasi, memiliki kemauan untuk terus belajar dan mengembangkan skill, serta tidak menutup mata terhadap perkembangan teknologi. Sejatinya, pola pikir adalah langkah yang paling utama untuk melakukan sebuah perubahan.
Tidak dapat dipungkiri, dengan kondisi negara Indonesia yang sekarang, akan menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk membentuk sebuah masyarakat yang sigap dan tanggap dalam menghadapi digitalisasi. Prediksi akan tergantikannya jutaan pekerjaan di masa depan juga merupakan sesuatu yang tak terelakkan. Namun, yang terpenting sekarang adalah memiliki mindset maju dan terbuka untuk tetap mengembangkan diri karena dengan transformasi digital, pekerjaan baru akan bermunculan menggantikan pekerjaan konvensional, yang tentunya membutuhkan sumber daya manusia dengan berbagai skill digital. Dengan sinergi antarberbagai pihak, mulai dari pemerintah, swasta, dan masyarakat sendiri pula, perlahan tapi pasti, akan terbentuk sumber daya manusia yang mampu menaklukkan arus perubahan digital.