• Opini
  • Masih Pentingkah Matematika di Era Revolusi Digital?

Masih Pentingkah Matematika di Era Revolusi Digital?

Matematika, ilmu yang dikenalkan sejak SD, penting dalam membangun pola pikir kritis untuk memecahkan masalah. Sebab kehidupan ini terkait erat dengan matematika.

Bagus Dwitya Kusuma Mahajaya

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Sistem pendidikan di era digital tidak lepas dari gawai dan sambungan internet, seperti terlihat dalam pembelajaran jarak jauh di SDN Patrakomala, Bandung, Senin (13/12/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

15 Januari 2022


BandungBergerak.idPada abad ke-21 ini, Indonesia telah memasuki era industri baru yang ditandai dengan dominannya teknologi digital di berbagai sektor kehidupan. Para ahli menyebutnya dengan sebutan era revolusi industri 4.0. Revolusi digital ini mulai dipublikasikan pada tahun 2011 di Jerman oleh seorang ahli ekonomi Klaus Schwab melalui bukunya yang berjudul “The Fourth Industrial Revolution”. Klaus Schwab menyatakan, bahwa kemajuan era revolusi industri 4.0 akan mengubah tata cara kehidupan, pola berpikir, dan sistem kerja manusia. Dalam berkembangnya revolusi digital melahirkan suatu tantangan beserta dampak yang signifikan bagi generasi muda khususnya di Indonesia.

Bukan hanya dalam bidang industri, salah satu yang terkena dampak dari perkembangan revolusi digital adalah pendidikan. Sebagai bidang yang memiliki tanggung jawab besar, pendidikan memegang peranan penting dalam menyiapkan generasi penerus untuk mampu membuat perubahan dalam menghadapi tantangan pada kurun waktu sekarang hingga masa mendatang. Selain itu, pendidikan memiliki peranan dalam menghidupkan etika serta moralitas hidup seseorang dan menjadi dasar dalam membentuk kehidupan bekerja yang lebih berkualitas.

Muhadjir Effendy ketika masih menjabat Menteri Pendidikan pernah menyampaikan bahwa sekiranya terdapat 5 keahlian yang mesti ditumbuhkan dalam menyongsong era revolusi digital, di antaranya: kemampuan dalam menggunakan teknologi, keterampilan berpikir kritis,  kemampuan berkomunikatif, kemampuan memecahkan persoalan, dan keterampilan berkolaborasi dengan orang lain.

Pembaharuan pendidikan di era revolusi digital adalah tantangan sekaligus menjadi suatu tumpuan baru bagi kontribusi pendidikan dalam mengembangkan peradaban manusia yang lebih signifikan. Era revolusi digital juga telah meningkatkan kompetensi khusunya bagi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan di dunia pekerjaan.

Shahroom dan Hussin (2018) menyatakan terdapat sejumlah tantangan bagi dunia pendidikan di era revolusi digital, yaitu perubahan terhadap kebutuhan tenaga kerja, perubahan seiring berkembangnya teknologi, adanya perubahan watak dan karakter terhadap peserta didik, dan perubahan akan kebutuhan di masa depan yang masih belum dapat terdeteksi. Tantangan ini diprediksi akan berlanjut hingga masa mendatang.

Berbagai perubahan telah membarui kontruksi pekerjaan dan kapabilitas dalam keterampilan bekerja. Di era revolusi digital, Future Jobs berdasarkan studi World Economic Forum tahun 2016 menyatakan ada sejumlah keterampilan yang diperlukan di dunia kerja, yaitu berorientasi terhadap pelayanan, mampu menilai dalam pengambilan keputusan, mampu mengontrol emosional dalam bekerja, memiliki keterampilan berkoordinasi sebagai tim, memiliki kreativitas dalam berpikir kritis, dan memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah.

Selaras dengan hal tersebut, Helaludin dan Fransori (2019: 97) pernah menyampaikan bahwa di masa mendatang diperlukan keahlian bagi pekerja agar memiliki pola pikir kritis dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu, dibutuhkan juga sikap kreatif dan inovatif, bekerja secara kolaboratif, dan baik dalam kemampuan komunikatif. Hal inilah yang mesti diantisipasi sebagai salah satu sektor yakni bidang pendidikan dalam merancang generasi masa mendatang. Dari pemaparan tersebut mata pelajaran yang mampu mengutamakan konsep berpikir kritis dan sistematis dalam memecahkan suatu masalah serta dapat dipertanggungjawabkan yakni matematika.

Matematika dan Berpikir Kritis

Matematika memiliki peran penting dalam kehidupan. Ilmu hitung ini salah satu disiplin ilmiah yang telah dipelajari sejak sekolah dasar hingga menengah ke atas. Sebagai salah satu ilmu dasar dalam perkembangan teknologi, matematika berpatisipasi penuh dalam upaya meningkatkan pola pikir kreatif serta inovatif. Seiring dengan perkembangan zaman, menggunakan matematika serta mengembangkannya mampu menuntun seseorang agar memiliki keterampilan dalam berpikir kritis dan sistematis. Belajar matematika juga belajar untuk menghadapi beragam permasalahan yang nantinya dapat dikembangkan melalui kemampuan pemecahan masalah dengan konsep berpikir kritis.

Pernyataan tersebut sehaluan dengan penyampaian oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) yang menuturkan bahwa dalam kurikulum 2013 proses pembelajaran matematika akan membiasakan peserta didik untuk mampu berpola pikir kritis dan sistematis guna memecahkan segala permasalahan sebagai tujuan pembelajaran matematika. Glaser (Sumarmo, dkk., 2016: 18) mengemukakan bahwa berpola pikir kritis dalam matematika merupakan kemampuan yang digabungkan dengan ilmu pengetahuan, keterampilan melakukan penalaran secara matematik, dan penerapan strategi kognitif.

Keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika sangat dibutuhkan agar mampu memecahkan suatu masalah yang memerlukan kemampuan logika, penjabaran, pertimbangan serta interpretasi. Pola pikir kritis mampu membatasi adanya kesalahan dalam memecahkan suatu masalah sehingga nantinya mampu mengambil kesimpulan penyelesaian dengan keputusan yang tepat.

Adapun syarat yang mesti diperhatikan untuk berpikir kritis dalam matematika, yakni 1) keadaan individu dimana tidak mampu secara langsung memahami konsep matematika yang mesti digunakan atau tidak mengetahui bagaimana memutuskan solusi yang tepat dari suatu permasalahan; 2) Menerapkan kemampuan dasar yang telah dimiliki, logika matematika, dan skema kognitif; 3) Mampu memberikan serta menghasilkan analisis pembuktian; 4) Mengetahui cara bagaimana mengkomunikasikan suatu solusi, argumentasi, dan menentukan cara alternatif untuk menerangkan suatu konsep dalam pemecahan suatu masalah. Hal ini tentunya membuktikan bahwa memang keterampilan berpikir kritis dibutuhkan sebagai salah satu syarat dalam dunia pekerjaan di era revolusi digital.

Baca Juga: Apakah Indonesia telah Siap Menyongsong Era Society 5.0?
Bebas dari Masalah Keuangan dengan Kecerdasan Finansial
Membongkar Efektivitas Pemasaran Perawatan Wajah melalui Media Sosial

Mengenalkan Matematika sejak Dini 

Dalam mempersiapkan generasi mendatang di era revolusi digital, peserta didik juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam memecahkan suatu masalah. Menurut NACE (National Association of Colleges and Employers) sebagai salah satu bagian yang dibutuhkan di dunia pekerjaan, keahlian dalam memecahkan suatu masalah adalah kemampuan utama yang diperlukan saat ini. Bersumber pada survey yang telah dilaksanakan (Dwi & Wibowo, 2019) dengan kualitas penilaian 82,9 persen terhadap pencari kerja pada era revolusi digital, menunjukkan bahwa mereka wajib untuk memperlihatkan keahlian dalam melakukan pemecahan suatu masalah.

Adapun rangkaian yang mesti diperhatikan dalam memecahkan suatu masalah, yakni dimulai dengan melakukan analisis, memperhatikan segenap pertimbangan, mengurutkan penyelesaian, dan menyampaikan solusi pemecahan dari masalah yang sedang dijumpai. Kompeten dalam melakukan pemecahan masalah mampu membentuk seseorang menjadi produktif, berpacu dalam kehidupannya, dan mampu mempelajari isu-isu kompleks yang sedang dihadapi berhubungan dengan masyarakat luas.

Kurikulum 2013 revisi 2018 telah merealisasikan kemampuan memecahkan suatu masalah sebagai target utama dalam pengkajian matematika (Kementerian et al., 2014). Dengan adanya dukungan dari Kementerian, peserta didik diharapkan mampu menggunakan konsep matematis untuk menentukan solusi yang tepat dalam menghadapi berbagai permasalahan di kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dijadikan sebagai kompetensi dasar sebelum memasuki dunia pekerjaan. Untuk dapat melakukan pemecahan masalah, diperlukan pengetahuan dan kemampuan dasar yang mencakup analisis, keterkaitan masalah dengan konsepsi yang signifikan, serta ketepatan dalam pemilihan solusi permasalahan. Apabila telah memenuhi syarat-syarat dalam melakukan pemecahan masalah, yakni masalah dapat dimengerti oleh siswa, siswa mampu menentukan konsep pemecahan masalah yang tepat, dan siswa tersebut mampu memecahkan masalahnya, maka baru dapat dikatakan bahwa siswa tersebut terampil dalam memecahkan suatu masalah.

Dalam bidang industri, pendidikan bukanlah suatu komoditas barang yang dapat diperjualbelikan. Pendidikan dirancang untuk memberikan suatu nilai karakter, etika, ilmu pengetahuan, dan keterampilan hidup dari tiap generasi.

Pengembangan keahlian berpola pikir kritis dalam pembelajaran matematika sangat dibutuhkan saat ini. Melalui konsep berpikir kritis pembelajaran matematika baru dapat dipahami karena melewati serangkaian proses yang memerlukan suatu analisis. Selain itu, di era revolusi digital kemampuan pemecahan masalah mempunyai peranan yang tak kalah penting bagi peserta didik. Dengan memiliki pengetahuan dasar akan kemampuan pemecahan masalah, tentunya dapat membantu peserta didik untuk menggapai target yang dibutuhkan di dunia kerja mendatang, diantaranya berpikir kritis (Critical Thinking), kreatif (Creativity), komunikatif (Communication Skills), dan kolaboratif (Ability to Work Collaboratively).

Oleh karena itu, sudah seharusnya pendidikan matematika mulai ditanamkan sejak dini dengan harapan mampu memiliki softskill yang dapat berkembang seiring meningkatnya kompetensi serta standarisasi pencari kerja. Pembelajaran matematika di sekolah juga diharapkan dapat memokuskan terhadap keterampilan inti untuk mampu mengoptimalisasi peserta didik dalam mempersiapkan SDM andal sesuai dengan kebutuhan, kesempatan, dan tantangan yang akan datang di era revolusi digital.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//