• Berita
  • Membayar UKT ITB dengan Dana Pinjol Bertentangan dengan Amanat Undang-undang Pendidikan

Membayar UKT ITB dengan Dana Pinjol Bertentangan dengan Amanat Undang-undang Pendidikan

Skema pinjaman online (pinjol) untuk membayar UKT ITB dengan bunga 20 persen setahun tidaklah etis. Mahasiswa akan terjerat utang dengan bunga mencekik.

Aula Timur ITB, yang dengan Aula Barat membentuk sumbu ke arah Gunung Tangkubanparahu, menghadirkan suasana teduh dan sejuk bagi keseluruhan lingkungan kampus. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau29 Januari 2024


BandungBergerak.id - Media sosial ramai membicarakan skema pembayaran kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Mahasiswa diminta membayar uang kuliah tunggal (UKT) tepat waktu, jika tidak mereka tidak bisa mendapatkan penangguhan dan harus cuti kuliah. Mahasiswa bahkan disarankan pihak kampus meminjam ke pinjaman online dengan bunga hingga sebesar 20 persen per tahun.

Isu ini disampaikan melalui rekaman video seorang laki-laki yang mengeluhkan kebijakan pembayaran di ITB yang berlaku setahun belakangan ini. Lelaki tersebut ingin kebijakan pembiayan kuliah di ITB kembali ke tahun-tahun sebelumnya ketika mahasiswa tanpa harus pusing memikirkan skema pembayaran UKT. Apalagi jika harus minjam dana ke pinjol.

“Kontras jika dibandingkan dengan amanat Undang-undang Perguruan Tinggi untuk memberi pinjaman dana tanpa bunga,” demikian penggalan rekaman video yang banyak dibagian di akun-akun media sosial. Sumber video berasal dari akun itbfess.

Kebijakan tersebut menjadi keresahan bersama mahasiswa di lingkungan kampus berlambang Dewa Ganesha, dewa pengetahuan dalam mitologi India. Salah satunya Muhammad Al-Ghazali, mahasiswa Teknik Lingkungan angkatan 2020 yang menjadi satu dari sekian mahasiswa yang diharuskan membayar tunggakan UKT seluruhnya. Jika tidak membayar UKT, dia tidak bisa mengambil kuliah di semester berikutnya dan terancam cuti.

Saat ini, Al-Ghazali sudah masuk semester delapan, semester untuk mengerjakan tugas akhir skripsi. Ia memiliki tunggakan sebesar 107 juta rupiah, total empat semester UKT yang belum ia bayarkan. Ia menilai aturan pembayaran ITB masih lebih baik dibandingan aturan yang sekarang diberlakukan.

“Masalah sekarang peraturan ITB yang sekarang mengharuskan untuk membayar dulu di semester sebelumnya untuk bisa mengambil KRS atau kelas di semester selanjutnya. Nah, itu kendalanya, sehingga ada beberapa mahasiswa yang terdampak dia enggak bisa KRS atau nggak bisa ambil kelas di semester ini,” ungkap Al kepada Bandungbergerak.id, melalui sambungan telepon, Sabtu, 27 Januari 2024.

Al-Ghazali merupakan salah satu mahasiswa yang masuk melalui jalur seleksi mandiri di ITB pada 2020. Karena masuk melalui jalur mandiri, biaya UKT per semester yang harus dibayar sebesar 25 juta rupiah. Ia menunggak UKT selama dua semester.

Awal masuk kuliah, Al harus membayar sebesar 50 juta rupiah. Rinciannya, UKT sebesar 25 juta rupiah dan biaya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebesar 25 juta rupiah. Kemudian, pada semester berikutnya, ia mengajukan penurunan UKT dan berhasil mendapat keringanan dari 25 juta rupiah menjadi 17.5 juta rupiah.

“Kalau yang semester lalu akhirnya saya bayar karena untuk bisa KRS di semester ini,” terangnya.

Al berasal dari Yogyakarta. Lahir dari keluarga pedagang, penghasilan orang tua Al yang membuka kantin di sekolah tidak menentu. Sialnya, pada 2020 pandemi menghantam. Sekolah tempat orang tuanya mencari nafkah otomatis tutup. Untuk kehidupan sehari-hari dan menutup biaya dapur saja, keluarganya harus menggunakan sisa-sisa tabungan.

Pembiayaan kuliah Al di ITB pun terimbas merosotnya penghasilan orang tua. Hal ini diperparah dengan kebijakan baru kampus. Jika pada semester-semester sebelumnya ITB masih memperbolehkan mahasiswa mencicil UKT dan mengisi FRS semester berikutnya, maka pada awal 2024 tidak bisa lagi.

“Kalau saya pribadi karena memang penghasilan orang tua yang memang tidak mampu untuk bisa bayar UKT sebesar itu. Tapi memang di ITB itu agak susah untuk penurunan UKT selama ini juga. Seperti yang diketahui juga sama teman-teman. Ditambah lagi mungkin karena saya mandiri, mungkin di UKT-nya lebih besar,” terang Al.

Al sudah menjelaskan kondisi ekonomi keluarganya ke rektorat ITB. Ia juga paham masuk kuliah di ITB melalui jalur mandiri akan memberatkan orang tua.

“Kita cuma berusaha cari kuliah, dan alhamdulillah keterimanya cuma di ITB. Jadi kita coba masukin (lanjut kuliah),” ujarnya.

Pembayaran UKT dengan Pinjol Tak Etis

Kebijakan pembiayaan kuliah ITB tahun ini tidak memberikan keleluasaan pada mahasiswa yang memiliki kendala keuangan. “Jadi kalau misalkan mau bisa daftar semester ini harus bayar semester lalu. Kalau kuliah di semester ini juga harus bayar di semester ini juga,” kata Al.

Dibandingan mahasiwa lain yang menunggak, Al masih agak beruntung karena mendapat beasiwa alumni yang dipakai untuk membiayai semester akhir sekarang. Al menolak keras saran dari ITB untuk meminjam ke pinjol. Menurutnya, skema pinjol tak etis di ranah pendidikan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pinjol menuntut bunga yang mencekik. Jika Al minjam ke pinjol, ia justru akan semakin memberatkan orang tuanya. Ia berharap mahasiswa ITB lainnya tidak mengambil langkah pembayaran UKT menggunakan skema pinjol yang ditawarkan ITB.

“Saya pasti nggak ambil (skema pinjol). Orang tua juga memang nggak mau, karena sekarang gampang saja kita disuruh nyicil saja kita nggak bisa gitu, apalagi nyicil pakai bunga,” katanya.

AI berharap ITB memberikan keleluasaan dan kebijaksanaan dalam mengatasi kendala biaya kuliah mahasiswa. Kampus mestinya melibatkan mahasiswa dalam menggodok kebijakan, sehingga kebijakan baru yang ditelurkan bisa terukur dampaknya ke mahasiswa.

Deputi Relasi Strategis Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB Muhamad Fajrin Mubarok mengatakan masalah kebijakan pembayaran uang kuliah ITB sudah dikeluhkan sejak beberapa minggu belakangan ini. KM ITB telah menghimpun data aduan mahasiswa melalui Google Form sebanyak 120  mahasiswa yang terdampak kebijakan pembayaran uang kuliat ITB. KM ITB juga telah berdiskusi dengan direktorat kemahasiswaan dan keuangan ITB.

Fajrin menegaskan, tidak etis memberlakukan pinjol untuk pembiayaan pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi hak semua orang dan tidak ekslusif hanya bagi orang-orang yang mampu saja.

“Apalagi menjerat orang orang yang dalam tanda kutip tidak mampu ini dengan pinjaman online yang berbunga. Bahkan bunganya itu bisa sampe 20 persen setahun,” kata Fajrin. “Dari kami pertama sangat tidak setuju dan sangat menolak tentang skema berbunga ini.”

KM ITB juga telah meminta kampus menyediakan alternatif pembayaran lain dan tidak menggunakan skema pinjol yang berbunga. KM ITB berjanji akan terus mengawal kasus mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT.

Klarifikasi ITB

ITB telah mengklarifikasi masalah viralnya skema pembiayaan kuliah di ITB di media sosial. Kebijakan pembayaran UKT ITB mengacu pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2020, bahwa mahasiswa wajib membayar UKT secara penuh pada setiap semester. Kewajiban pembayaran UKT oleh mahasiswa setiap semester ini mengikat mahasiswa ITB dan wajib ditunaikan oleh setiap mahasiswa ITB.

Bagi calon mahasiswa program sarjana di ITB, disediakan berbagai jalur seleksi penerimaan, di antaranya: Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT), Seleksi Mandiri (SM), dan International Undergraduate Program (IUP). Mahasiswa ITB yang diterima melalui jalur SNBP dan SNBT terbagi dalam 5 (lima) kategori pembayaran UKT, dari UKT 1 (Rp 0) sampai UKT 5 (tertinggi).

“Mahasiswa yang diterima melalui jalur SM-ITB bertanggung jawab untuk membiayai pendidikan program sarjananya di ITB secara penuh. ITB tidak memberikan subsidi biaya pendidikan bagi mahasiswa yang diterima melalui jalur IUP dan SM-ITB, kecuali bagi mahasiswa SM-ITB pemegang Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang berasal dari SMA/MA di wilayah 3T. Untuk kategori ini, ITB membebaskan biaya pendidikannya di ITB,” papar Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto, dikutip dari laman ITB.

Komitmen lainnya yang disediakan ITB untuk membantu biaya Pendidikan mahasiswa adalah dengan menyediakan program beasiswa yang dikelola oleh Direktorat Kemahasiswaan ITB. Beasiswa tersebut memiliki beragam manfaat bagi mahasiswa yang berhak, di antaranya untuk biaya hidup hingga pembayaran UKT.

Menjelang Semester II Tahun 2023/2024, mahasiswa ITB dapat melakukan pengisian Formulir Rencana Studi (FRS) pada Sistem Informasi Akademik (SIX) setelah memenuhi UKT Semester II 2023/2024 dan UKT semester sebelumnya.

“Untuk metode pembayaran, mahasiswa memiliki banyak pilihan yang dilayani oleh beragam bank. Baik melalui layanan virtual account maupun kartu kredit, serta dapat melakukan pembayaran melalui lembaga non bank khusus pendidikan, yang sudah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” lanjut Naomi.

Khusus bagi mahasiswa yang mengalami kendala pembayaran UKT, ITB melalui Direktorat Kemahasiswaan ITB menyediakan prosedur pengajuan keringanan UKT dan Cicilan UKT pada setiap semester bagi mahasiswa. Pada semester II 2023/2024, bagi mahasiswa program S1 angkatan 2022, 2021, 2020, dan 2019, periode pengajuan keringanan UKT dibuka sejak 18 Desember 2023 hingga 2 Januari 2024. Sementara itu, periode pengajuan cicilan UKT dibuka mulai tanggal 18 Desember 2023.

ITB juga memaparkan data mahasiswa yang telah mengajukan keringanan biaya kuliah. Pada bulan Desember 2023, sebanyak 1.800 orang mahasiswa telah mengajukan keringanan UKT. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.492 orang mahasiswa diberikan keleluasaan untuk mencicil Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP), 184 orang mahasiswa diberikan kebijakan penurunan besaran UKT untuk satu semester, dan 124 orang mahasiswa diberikan penurunan besaran UKT secara permanen sampai yang bersangkutan lulus dari ITB.

Khusus bagi mahasiswa ITB yang belum melunasi UKT atau Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) semester I 2023/2024, berkonsekuensi bahwa dia tidak dapat mengisi FRS semester II 2023/2024. Mahasiswa dalam kategori ini dapat mengajukan cuti akademik dan dibebaskan dari tagihan BPP, serta tidak akan memengaruhi waktu tempuh studinya.

Namun dalam klarifikasi tersebut, ITB tidak merinci mengenai skema pinjol dengan bunga 20 persen setahun yang sangat memberatkan mahasiswa.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan Emi La Palau atau artikel-artikel lain tentang Institut Teknologi Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//