• Berita
  • Hari Perempuan Internasional di Bandung, Stop Kekerasan Terhadap Wanoja

Hari Perempuan Internasional di Bandung, Stop Kekerasan Terhadap Wanoja

Upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan masih memerlukan jalan panjang. Kasus kekerasan seksual paling mendominasi.

Cici perwakilan Great UPI memaparkan data kasus kekerasan berbasis gender (KBG) di lingkungan perguruan tinggi, di Balai RW 02 Dago Elos, Bandung, Senin, 4 Maret 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)

Penulis Raja Ilham 6 Maret 2024


BandungBergerak.idSatu dekade lebih sudah terlewat sejak peringatan pertama Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day (IWD)). Akan tetapi, sampai sekarang kaum wanoja (perempuan) masih kerap dipandang sebagai warga kelas dua. Perempuan kerap kali mendapatkan diskriminasi, kekerasan, penindasan, dan ketidakadilan di ranah sosial, tak terkecuali di dunia kerja dan pendidikan.

Maka, tema-tema tersebut menjadi perhatian dalam konferensi pers IWD 2024 oleh Aliansi Simpul Puan di Balai RW 02 Dago Elos, Bandung, Senin, 4 Maret 2024. Lebih spesifik lagi, Hari Perempuan Internasional 2024 di Bandung menyoroti kekerasan berbasis gender, ketertindasan ekonomi, diskriminasi minoritas, demokrasi, pendidikan, penggusuran lahan, serta isu genosida.

Aliansi Simpul Puan merupakan kelompok masyarakat sipil, perempuan, kaum tani, mahasiswa, transpuan, aliansi mahasiswa Papua, dan buruh. Walaupun perempuan sudah mengalami banyak kemajuan, Aliansi Simpul Puan memandang penindasan belumlah berakhir, bahkan terus berkembang dan meresap ke dalam berbagai bentuk dan melibatkan setiap aspek kehidupan perempuan mulai dari lingkup pribadi hingga publik. 

Setiap ruang, mereka menghadapi ancaman kekerasan dan diskriminasi yang merugikan. Peringatan Hari Perempuan Internasional menjadi momen penting yang mengingatkan perempuan untuk membangun solidaritas dan menyatukan kekuatan, dengan tujuan menghapuskan segala bentuk penindasan yang terus melanda mereka.

Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Dalam Pacaran di Kampus

Perguruan tinggi pun masih tidak lepas dari isu-isu kekerasan berbasis gender. Permendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi seharusnya membuat ruang aman bagi mahasiswa dalam menimba ilmu. Namun hingga saat ini kampus belum begitu mengoptimalkan regulasi ini. 

Padahal, kata Cici dari Gender Research Center (Great) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), kampus-kampus belum bebas dari potensi kasus kekerasan seksual. Contohnya yang akhir-akhir marak di kampus adalah kasus kekerasan seksual jenis kekerasan berbasis gender online (KBGO) dan kekerasan dalam pacaran (KDP).

Tidak banyak kampus-kampus yang mau membuka data kekerasan seksual, walaupun potensinya ada. Sejauh ini, baru Gender Research Center (Great) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang memiliki data kasus cukup lengkap. Salah satu kendala yang dihadapi kampus-kampus adalah belum adanya Satgas PPKS.

Sejak Mei tahun 2020 sampai Desember 2023, Great UPI mendapatkan sebanyak 135 laporan aduan kasus kekerasan berbasis gender online dan kekerasan dalam pacaran. Cici juga bercerita tentang kesulitan Great UPI dalam mengadvokasian isu terutama ada korban yang berkuliah di perguruan tinggi yang belum memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).

“Jadi ketika kita mau melemparkan kasus itu ke universitas lain gitu, itu belum ada satgasnya dan kita bingung seperti apa (penanganannya),” kata Cici.

Cici, menjelaskan kondisi objektif dalam birokrasi di universitas masih sangat kurang sigap dan sangat berpihak kepada pelaku terutama dosen serta civitas akademika yang masih bernaung di bawah birokrasi kampus.

Sebagai pendamping korban, Cici sangat menyayangkan aparatur negara sebagai penegak hukum seharusnya dapat mengedukasi terkait kasus-kasus kekerasan seksual. Cici pun sebagai pendamping korban tak lepas dari segala bentuk ancaman ketika mendampingi korban.

“Kami sebagai pendamping mengalami trauma bahkan ancaman, ancaman terkait pembunuhan, ancaman terkait dipenjara, dan segala macam itu juga kami tidak mendapatkan pendampingan,” ujar Cici.

Secara nasional, angka kasus kekerasan terhadap perempuan memprihatinkan. Berdasarkan data pengaduan ke Komnas Perempuan, sepanjang 2022 kasus kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dominan (2.228 kasus (38,21 persen)), diikuti kekerasan psikis (2.083 kasus (35,72 persen)). Sedangkan data dari lembaga layanan (organisasi atau lembaga advokasi) didominasi oleh kekerasan dalam bentuk fisik (6.001 kasus (38,8 persen), diikuti kasus kekerasan seksual (4.102 kasus (26,52 persen)).

“Jika dilihat lebih terperinci pada data pengaduan ke Komnas Perempuan di ranah publik, kekerasan seksual selalu yang tertinggi (1.127 kasus), sementara di ranah personal yang terbanyak kekerasan psikis (1.494 kasus). Berbeda dengan lembaga layanan, data tahun 2022 ini menunjukkan bahwa di ranah publik dan personal yang paling banyak berbentuk fisik,” terang Komnas Perempuan, diakses dari laporan resmi, Rabu, 6 Maret 2024.

Eva Eryani dari Tamansari Melawan menjelaskan dampak penggusuran terhadap perempuan dalam konferensi pers International Women’s Day (IWD) 2024 di Balai RW 02 Dago Elos, Bandung, Senin, 4 Maret 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)
Eva Eryani dari Tamansari Melawan menjelaskan dampak penggusuran terhadap perempuan dalam konferensi pers International Women’s Day (IWD) 2024 di Balai RW 02 Dago Elos, Bandung, Senin, 4 Maret 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)

Peringatan IWD 2024 di Bandung

Aliansi Simpul Puan mengajak seluruh masyarakat Kota Bandung untuk turut serta dalam serangkaian kegiatan Hari Perempuan Internasional 2024. Terdekat, ada diskusi publik bertemakan sejarah perempuan dan konteks gerakan perempuan saat ini 6 Maret 2024. Lalu momen puncak IWD ditandai dengan pelaksanaan aksi 8 Maret 2024.

Adapun sejumlah organisasi dan kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Simpul Puan adalah: Gender Research Center (GREAT) UPI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Women Studies Centre (WSC) UIN SGD Bandung, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jawa Barat, Intimuda Jawa Barat, Pembebasan Kolektif Kota Bandung, Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Unpad, Koalisi Perempuan Indonesia;

Youth Activism Rumah Cemara, Blackpepper Collective, BandungBergerak.id, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Kota Bandung, Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) UPI, Kolektif Kampus Keadilan, Pengurus Cabang Korps PMII Putri (KOPRI) Kota Bandung, Forum Tamansari Bersatu, Girl UP Unpad, Forum Dago Melawan, Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), Iteung Gugat, Konfederasi Serikat Nasional, Federasi Persatuan Perjuangan Buruh (FPPB) Kasbi Bandung Raya, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Pasar Gratis Bandung dan Agraria Resource Center (ARC).

*Kawan-kawan dapar membaca tulisan-tulisan lain dari Raja Ilham Maulidani Gumelar atau artikel-artikel lain tentang Kekerasan Seksual

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//