• Cerita
  • Memori Matahati, Merayakan Keindahan dan Kehangatan Sosok Ibu Melalui Fotografi

Memori Matahati, Merayakan Keindahan dan Kehangatan Sosok Ibu Melalui Fotografi

Arum Dayu menceritakan perjalanan kehamilannya di masa pandemi, Meicy Sitorus membagikan dokumentasi benda-benda koleksi sang ibu. Indah sekaligus hangat!

Arum Dayu (kiri) dan Meicy Sitorus (kanan) dalam pembukaan pameran foto Memori Matahati di Mimilu, Bandung, Jumat 8 Maret 2024 sore. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Penulis Fitri Amanda 12 Maret 2024


BandungBergerak.id – Menjadi seorang ibu adalah sebuah perjalanan yang dipenuhi dengan berbagai warna dan perasaan yang tak terduga. Demikian pula perjalanan memiliki seorang ibu. Arum Dayu dan Meicy Sitorus, dua perempuan seniman yang bersahabat, menceritakan dua macam perjalanan itu lewat pameran foto “Memori Matahati” di Mimilu, Bandung, 8-31 Maret 2024. Indah sekaligus hangat.

Bagi Arum, seniman sekaligus fotografer, perjalanan menjadi seorang ibu adalah sebuah anugerah yang indah untuk diekspresikan melalui karya-karya visual. Dia mendokumentasikan secara eksploratif perjalanan kehamilannya di masa pandemi Covid-19. Memiliki ketertarikan terhadap kain berpola sejak lama, Arum yang meniti kariernya sebagai jurnalis foto pada 2007 itu mulai menggabungkan kain-kain koleksinya dengan konsep fotografinya.

"Aku pengin menceritakan, juga embracing, kehamilan itu sih. Maksudnya, ini proses yang perlu disyukuri. Menjadi ibu itu kan anugerah gitu ya dan aku punya kesempatan untuk menjalanin proses itu. Jadi pengin mendokumentasikan dan pengin membagikan aja,” tutur Arum.

Dua foto karya Arum Dayu dalam pameran Memori Matahati di Mimilu, Bandung, Jumat, 8 Maret 2024 sore. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)
Dua foto karya Arum Dayu dalam pameran Memori Matahati di Mimilu, Bandung, Jumat, 8 Maret 2024 sore. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)

Lebih dari sekadar estetika, Arum merasa terdorong untuk menyampaikan pesan yang lebih dalam melalui karyanya. Dia ingin mengungkapkan perubahan tubuh perempuan saat hamil dengan melihat perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri, terutama parut-parut yang mulai muncul di permukaan kulit di perut.

Dengan menggunakan kain berpola sebagai latar belakang, Arum melakukan beberapa eksperimen. Dia akhirnya memutuskan untuk menampilkan perutnya saja dengan bagian tubuh lainnya ditutupi dengan kain-kain pola miliknya. Ada sepuluh foto memperlihatkan perut besar berisi kehidupan lain yang dipajang dengan frame berukuran 26x30 sentimeter.  

"Sengaja ditutup, maksudnya nggak kelihatan mukanya juga. Kan akhirnya ini bisa menceritakan, merepresentasikan perempuan-perempuan yang juga bertransformasi menjadi ibu juga," kata perempuan yang juga mengeksplorasi bidang seni musik lewat Tetangga Pak Gesang dan Syarikat Idola Remaja ini.

Ketika anaknya lahir, Arum membalut anaknya dengan kain-kain pola tersebut seperti bedongan dan kemudian memotretnya. Foto tersebut juga turut dipamerkan di “Memori Matahati”.

Peengunjung menikmati karya-karya foto dalam pameran Memori Matahati di Mimilu, Bandung, Jumat, 8 Maret 2024. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)
Peengunjung menikmati karya-karya foto dalam pameran Memori Matahati di Mimilu, Bandung, Jumat, 8 Maret 2024. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Mendengarkan Suara Anak-anak Palestina dalam Gaza Monolog Bandung
Pameran Buku Pertama di Masa Pandemi

Memori Ibu, Memori Meicy

Meicy Sitorus menyajikan perspektif berbeda dalam karyanya tentang ibu. Jika Arum menceritakan sosok ibu dari sudut pandang seorang (calon) ibu, dia menggambarkan sosok ibu melalui sudut pandangnya sebagai seorang anak.

Meicy, bungsu dari empat bersaudara, sudah mulai mendokumentasikan sejak tahun 2010 dengan fokus pada koleksi benda-benda milik sang ibu. Koleksi tersebut menjadi representasi dari ingatan-ingatan yang penting bagi ibunya.

Namun, di tengah proses pembuatan karya, Meicy mengaku mengalami kesulitan untuk menemukan sudut pandang yang menarik dalam menyampaikan hubungan yang dekat dengan ibunya. Pernah dia merasa bahwa sosok ibunya hanyalah “sekadar ibu dan orang tua”. Proyeknya pun terbengkalai selama beberapa waktu.

“Mungkin karena sesuatu yang sangat dekat banget itu justru susah gitu untuk melihat sesuatu yang menarik,” ungkap Meicy.

Sembari memutuskan untuk rehat sejenak, Meicy berusaha untuk kembali mencari-cari benda-benda milik ibunya dan menemukan beberapa foto-foto masa kecilnya serta beberapa koleksi benda lainnya yang masih tersimpan rapi. Temuan-temuan ini mengembalikan minatnya untuk melanjutkan proyek karya. Meicy melihat kesamaan antara sang ibu dengan dirinya sendiri: senang mengarsipkan atau menyimpan banyak hal.

Dalam perjalanan berikutnya, Meicy mulai melihat ibunya bukan lagi sekadar figur dengan berbagai kegiatan hariannya, melainkan sebagai rumah itu sendiri. “Jadi rumah itu adalah ibu sebenarnya, beserta benda-bendanya dengan sudut-sudutnya,” tuturnya.

Pandangan Meicy mengenai barang-barang koleksi ibunya pun mengalami pergeseran. Seiring dirinya bertambah usia, Meicy melihat barang-barang tersebut menjadi satu memori juga bagi dirinya, bukan hanya bagi ibunya. Ibarat rumah, barang-barang koleksi itu tidak sekadar menjadi benda-benda fisik, melainkan memiliki juga memori di dalamnya.

Ada satu karya yang menurut Meicy cukup ikonik. Judulnya “Eminence”, menampilkan gigi palsu di atas tumpukan kerupuk. Karya ini mencerminkan kebiasaan sang ibu yang setiap kali makan harus selalu ditemani oleh kerupuk,

“Jadi kalau makan itu mulutnya harus ribut, ya, Ma? Harus bunyi-bunyi gitu,” kata Meicy kepada BandungBergerak, sembari bersenda gurau dengan ibunya.

Meicy meyakini bahwa seluruh karyanya ini bukanlah semata-mata hasil dari usahanya sendiri, melainkan hasil kolaborasi dirinya dengan sang ibu beserta barang-barang koleksinya. Dengan mengakui kontribusi sang ibu dalam proses kreatifnya, dia tidak hanya memperkuat ikatan emosional antara mereka, tetapi juga menghargai peran yang dilakukan ibunya dalam menciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung kreativitasnya. Karya ini sejatinya adalah eksplorasi berbagai aspek dari hubungan yang dimiliki seorang anak dengan ibunya.

Pameran foto “Memori Matahati” yang dibuka oleh Ariani Darmawan pada Jumat, 8 Maret 2024 sore, masih bisa dinikmati secara leluasa oleh publik hingga 31 Maret 2024 mendatang di Mimilu, Jalan Bukit Dago Utara 28, Bandung. Theoresia Rumthe menuliskan kata pengantarnya.

*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Fitri Amanda, atau artikel-artikel lain tentang Pameran Foto

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//