DAMRI Bandung Berhenti, Kepentingan Umum Tercederai
Berhentinya DAMRI Bandung membuat banyak pelanggan yang kehilangan akses transportasi.
Penulis Tim Redaksi28 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Farah Andini (21), saat ini tengah menempuh pendidikan di salah satu kampus swasta di Kota Bandung. Pagi tadi, Kamis (28/10/2021), ia baru mengetahui kabar mengejutkan bahwa bus DAMRI langganannya tidak lagi beroperasi, untuk sementara dan entah sampai kapan. Ia sempat melakukan kroscek ke media sosial atas informasi yang diterimanya itu. Dan kabar tersebut sudah riud di medsos.
Bagi Farah, DAMRI adalah salah satu moda transportasi yang paling sering digunakannya sejak tahun 2018 lalu selama menempuh perjalanan dari rumahnya di Kopo menuju tempatnya kuliah maupun ke tempatnya magang kerja saat ini.
"Tahu, tadi pagi sempet dikasih tahu sama teman. Terus waktu cek Ig sama Twitter ternyata benar. Agak sedih sih, soalnya kalau berangkat kuliah atau kerja pakai DAMRI," tutur Farah saat dikonfirmasi BandungBergerak.id melalui pesan singkat.
Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia atau DAMRI Bandung memang menghentikan sementara 8 rute busnya mulai Kamis (28/10/2021). Keputusan ini dilakukan karena minimnya penumpang (load factor), selain tingginya penggunaan alat transportasi pribadi. Hal ini diperparah dengan pagebluk berkepanjangan.
DAMRI Bandung menyisakan tiga rute saja yang masih beroperasi, yakni Jatinangor-Elang; Cibiru-Kebon Kelapa; dan Alun-alun-Kota Baru Parahiyangan. Delapan rute DAMRI Bandung yang dihentikan sementara ialah: Cicaheum-Cibeureum; Ledeng-Leuwipanjang; Dipatiukur-Leuwipanjang; Elang-Jatinangor via Cibiru; Dipatiukur-Jatinangor; Kebon Kalapa-Tanjung Sari; Cicaheum-Leuwipanjang; dan Alun-Alun Bandung-Ciburuy.
Namun, tidak semua pelanggan DAMRI Bandung yang tahu sebagian besar trayeknya dihentikan. Salah seorang petugas di terminal Perum DAMRI Bandung, Jalan Soekarno-Hatta, Arisanto menyebutkan para pelanggan yang belum mendapat informasi tersebut sebagian datang ke terminal yang berlokasi di Babakan Penghulu itu.
“Pas pagi sempat lumayan (banyak) yang datang karena gak pada tahu. Sekarang, belum ada (kebijakan) yang resmi sampai kapan,” ujarnya, di terminal Perum DAMRI Bandung, Kamis (28/10/2021).
Baru hingga sore menjelang, terminal Perum DAMRI Bandung mulai sepi. Ada sekitar lebih dari 60 angkutan bus kota yang parkir di area terminal dari total 70 unit bus yang dimiliki perusahaan pelat merah tersebut.
DAMRI tak Bisa Dibiarkan Sendirian
Direktur Utama DAMRI Bandung, Milatia Kusuma mengonfirmasi bahwa penutupan sementara 8 rute DAMRI Bandung karena masalah finansial.
“Langkah tersebut, dengan berat hati, harus diambil oleh DAMRI untuk menekan kerugian dan menjaga keberlangsungan usaha perusahaan,” tuturnya via pesan singkat, Kamis (28/10/2021).
Namun pihaknya bakal terus melakukan evaluasi pada sejumlah segmen transportasi umum yang dijalankannya. Rute bus kota DAMRI akan kembali beroperasi normal jika perekonomian kembali stabil pada waktu yang belum ditentukan.
Milatia Kusuma mengaku telah berkoordinasi dengan Pemkot Bandung terkait berhentinya sejumlah rute busnya. Koordinasi dilakukan terutama untuk memastikan pelayanan transportasi publik bisa berjalan normal.
Selain itu, DAMRI Bandung akan tetap mengoperasikan beberapa moda khusus secara optimal demi menjaga kestabilan mobilitas warga Kota Bandung. Beberapa segmen itu di antaranya angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP), angkutan antar kota antar provinsi (AKAP), Angkutan Perintis, rute BRT Majalaya, dan disabilitas.
“DAMRI telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk memastikan pelayanan transportasi publik tidak terganggu, khususnya pada rute-rute di mana kami menghentikan sementara kegiatan operasi kami,” ungkap Milatia.
Pemkot Bandung tak Boleh Diam
Ketua Masyarakat Transportasi Jawa Barat, Sony Sulaksono Wibowo menilai kabar tersebut sebagai fenomena wajar di masa pagebluk. Keputusan itu sebagai strategi penyelamatan moda bisnis perusahaan agar tak gulung tikar.
Kendati demikian, Sony menyatakan DAMRI Bandung tak bisa dibiarkan sendiri. Selama ini, DAMRI Bandung merupakan sebuah perusahaan yang dikelola secara mandiri di luar Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Seharusnya, kata Sony, Pemkot bisa mengalokasikan dana bantuan sebagai bentuk relaksasi kebijakan di sektor transportasi kota.
“Di balik kerugian DAMRI, karena DAMRI itu BUMN, seharusnya Pemkot juga tidak membiarkan DAMRI berjalan sendirian dan sebaiknya memang memberikan subsidi,” kata Sony.
Sony juga menyayangkan bahwa Pemkot Bandung justru banyak mengambil alih jalur DAMRI, seperti projek Trans Metro Bandung (TMB). Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi DAMRI untuk melakukan kewajibannya sebagai pelayan transportasi publik.
“Keuntungan DAMRI bukan saja disalurkan ke dalam perusahan mereka, namun juga untuk pembangunan-pembangunan DAMRI ke daerah-daerah seperti Kalimantan. Jadi keuntungan DAMRI dari kota-kota besar seperti Bandung juga disalurkan ke sana. DAMRI membangun itu semua bukan dari subsidi pemerintah,” ungkapnya.
Mencederai Kepentingan Umum
Berhentinya operasional sejumlah trayek DAMRI Bandung mendapat sorotan dari lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat. Keputusan DAMRI itu bahkan dinilai berpotensi mencederai asas kepentingan umum dan persamaan perlakuan (tidak diskriminatif) dalam pelayanan publik.
“Penghentian operasional di beberapa rute ini berpotensi diskriminasi terhadap warga yang sekarang tidak dapat mengakses pelayanan transportasi yang diselenggarakan pemerintah dan “terpaksa” menggunakan jasa transportasi dengan biaya yang berbeda. Sedangkan perhitungan ekonomi yang menjadi pertimbangan Perum DAMRI dalam memilih pelayanan pada rute yang “menguntungkan” perusahaan berpotensi mencederai asas kepentingan umum dalam pelayanan publik,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat, Dan Satriana.
Terlebih, lanjut Dan, salah satu tujuan pembentukkan Perum DAMRI adalah turut melaksanakan dan menunjang pemenuhan kewajiban pemerintah menyediakan transportasi publik.
Di sisi lain, Dan melihat kewajiban penyelenggaraan pelayanan transportasi tidak sepenuhnya dibebankan kepada Perum DAMRI semata. Pemerintah daerah di kabupaten dan kota punmempunyai kewajiban menyelenggarakan pelayanan publik jasa transportasi, sebagaimana diatur pembagian urusan pemerintah dalam bidang perhubungan dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya.
Disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang perhubungan adalah penetapan rencana induk jaringan lalu lintas, penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam daerah kabupaten/kota, dan penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya dalam kabupaten/kota.
Menghadapi penghentian bus DAMRI di sejumlah rute di Bandung, Ombudsman Jabar juga meminta Pemkot Bandung segera melakukan langkah-langkah cepat. Langkah jangka pendek, kata Dan Satriana, yaitu menyediakan kendaraan yang dimiliki sebagai armada pengganti yang terjadwal rutin melayani transportasi di 8 rute yang ditutup oleh Perum DAMRI.
Dan juga sepakat bahwa Perum DAMRI perlu mendapatkan kompensasi dari pemerintah atas semua biaya operasional yang tidak menguntungkan secara finansial bagi perusahaan. Terakhir, diperlukan perbaikan rencana induk jaringan angkutan jalan dan strategi penyediaan angkutan umum, dan penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan yang diselenggarakan oleh pihak lain.
“Dalam konteks ini, Pemerintah Kota Bandung wajib hadir dengan menyediakan, membuat peraturan, serta mengawasi pelayanan publik di bidang transportasi secara keseluruhan,” katanya.
Menurutnya, Pemkot Bandung harus mengintervensi penyelenggaraan pelayanan transportasi publik melalui penyediaan angkutan yang memadai maupun mengatur penyelenggaraan transportasi berdasarkan asas kepentingan umum dan persamaan hak tadi.
Tanpa itu semua, akan banyak pelanggan atau warga yang dirugikan, terutama mereka yang tidak bisa mengakses kendaraan pribadi, seperti yang dialami Farah Andini atau dan lainnya.
*Liputan ini hasil kerja Tim Redaksi BandungBergerak.id yang terdiri dari: Sarah Ashilah, Bani Hakiki, dan Putra Wahyu Purnomo.