Data Jumlah Angkutan Publik Kota Bandung 2005-2020, Anjlok dalam Empat Tahun Terakhir
Jumlah angkutan publik di Kota Bandung, ironisnya, anjlok dalam empat tahun terakhir. Dari 15.139 unit pada 2017 menjadi 12.514 unit pada 2020.
Penulis Sarah Ashilah28 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Kian hari jumlah kendaraan pribadi di Kota Bandung kian berlimpah. Kemacetan sering terjadi di berbagai ruas jalan. Sistem transportasi umum yang baik, sebagai solusi kemacetan yang paling bisa diandalkan, sayangnya belum diikembangkan secara memadai di berbagai kota besar di Indonesia. Termasuk Bandung.
Merujuk data Kota Bandung Dalam Angka 2004-2021, diketahui jumlah angkutan publik di Kota Bandung justru menyusut dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Dari 15.139 unit angkutan publik pada tahun 2017, jumlahnya terus berkurang menjadi 14.178 unit pada tahun 2018, 13.610 unit pada tahun 2019, hingga 12.514 unit pada tahun 2020.
Menyusutnya jumlah angkutan publik ini mengindikasikan menurunnya minat warga Bandung untuk menggunakan angkutan publik sebagai alat bantu mobilitas mereka. Bisa juga mengindikasikan belum optimalnya kerja pemerintah dalam memprioritaskan angkutan publik sehingga membuat warga kotanya beramai-ramai memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Baca Juga: Data Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandung 2011-2020, Anjlok Menjadi -2,28 Persen di Tahun Pandemi
Data Jumlah Lembaga Keuangan di Kota Bandung 2019-2020, Perusahaan Leasing Lebih Banyak Dibandingkan Bank
Pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Wibowo mengungkapkan, pada prinsipnya untuk mengangani masalah kemacetan di suatu kota warga mesti didorong untuk berpindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke tranportasi umum. Artinya, berkaca dari anjloknya jumlah kendaraan umum di Kota Bandung, masih ada banyak perbaikan yang mesti segera diupayakan agar warga dapat menggunakan angkutan publik secara nyaman dan aman.
Sony pun memberi contoh, di Amerika Serikat pada era 1970-an sampai 1990-an, kepemilikan mobil sedang menjadi tren yang sedang tinggi-tingginya. Namun, lambat laun mereka pun menyadari bahwa kota-kota mereka akan runtuh jika jumlah mobil terus bertambah.
Pemerintah setempat pun akhirnya memperbaiki sistem transportasi publiknya, sehingga warga kembali beralih menggunakan angkutan publik.