• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #16: Mengenal Lebih Dekat Abah Mas Nanu Muda, Maestro Koreografer Tari Tradisional

CATATAN DARI BUKU HARIAN #16: Mengenal Lebih Dekat Abah Mas Nanu Muda, Maestro Koreografer Tari Tradisional

Mas Nanu Muda, seorang koreografer sekaligus penari tari tradisional. Mendedikasikan diri melestarikan budaya tari tradisional sebagai seniman dan juga pengajar.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Mas Nanu Muda. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

2 November 2024


BandungBergerak.id – Abah Nanu, yang memiliki nama lengkap Mas Nanu Munajar Dahlan, lahir di Subang pada 6 Desember 1960. Ia merupakan seorang koreografer serta penari tari tradisional yang berpengaruh di tanah air. Dalam perjalanan hidupnya, Abah Nanu menikah dengan Rinna Sri Risnawati dan dikaruniai seorang putra, Ciptarengga Jati Sunda. Sejak awal, ketertarikannya pada seni tari muncul dari kekhawatiran melihat budaya tari tradisional yang semakin tergerus oleh modernitas.

Perkenalan penulis dengan Abah Nanu dimulai sejak tahun 90-an melalui artikel-artikelnya di media cetak, seperti surat kabar Pikiran Rakyat dan Kompas, yang membahas seni dan budaya. Dua puluh tahun kemudian, melalui sosial media,  Abah Nanu semakin aktif menjalin interaksi dengan penulis di sosmed juga dipertemukan di acara pertunjukan seni dan budaya.

Mas Nanu Muda menjadi bintang tamu Deddy Corbuzier di sebuah TV swasta. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Mas Nanu Muda menjadi bintang tamu Deddy Corbuzier di sebuah TV swasta. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Perjumpaan terbarunya dengan penulis terjadi pada latihan tari Pecung Raehan karya Maestro Jaipongan Cucu Ayu, seorang penari kliningan bajidoran asal Subang. Abah Nanu pun menjadi salah satu penggagas dalam ajang Pasanggiri Ibing Pecung Raehan 2024, acara yang diselenggarakan di D'Castello Ciater, Subang, dalam rangka Subang Bergoyang akhir Desember 2024.

Mas Nanu Muda bersama istri dan putranya. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Mas Nanu Muda bersama istri dan putranya. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #13: Bersahabat dengan Oki Rosgani, Seorang Jurnalis dan Pemerhati Teknologi dari Subang
CATATAN DARI BUKU HARIAN #14: Mengenal Sugiyati Suyatna Anirun, Tokoh Teater Modern Bandung
CATATAN DARI BUKU HARIAN #15: Bersahabat dengan Nata Sofia, Sosok Penyiar Idola yang Multitalenta

Perjalanan Kreativitas Abah Nanu

Mengawali kiprahnya, Abah Nanu muda menimba ilmu tari di Indramayu, Jawa Barat, mempelajari tari Topeng Cikedung dan Topeng Losari. Ia kemudian mengembangkannya menjadi tari Sadrah, yang merepresentasikan nilai ikhlas dan kepasrahan manusia. Setelah itu, Nanu melanjutkan studi formalnya di Konservatori Karawitan Bandung, kini menjadi SMKN 10 Bandung dan kemudian di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI). Bimbingan dari tokoh seni, seperti Gugum Gumbira, pencipta tari jaipong, turut memperkaya pengalamannya.

Setelah meraih gelar dari ASTI dan S-2 Ilmu Humaniora dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Nanu menjadi dosen di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Kecintaannya pada seni tari membuatnya terus aktif sebagai penasihat di berbagai komunitas seni, di antaranya Komunitas Peduli Jaipongan Jawa Barat dan Pedepokan Kalang Kamuning.

Mas Nanu Muda dalam perhelatan Perang Tomat yang digagasnya di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Mas Nanu Muda dalam perhelatan Perang Tomat yang digagasnya di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Pawang Hujan dan Pencetus Tradisi "Perang Tomat"

Di Lembang, Bandung Barat, Nanu menginisiasi Perang Tomat, sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mensyukuri panen melimpah. Perang Tomat pertama kali dilakukan pada tahun 2012, ketika para warga di Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, memanfaatkan tomat busuk sebagai peluru perang. Acara ini rutin digelar setiap tahun dan menjadi daya tarik bagi warga maupun pengunjung.

Selain seniman, Abah Nanu juga dikenal sebagai pawang hujan, sebuah tradisi di Indonesia untuk menunda atau memindahkan hujan demi kelancaran acara. Ritual ini ia mulai sejak tahun 1995, kala Gubernur Jabar R. Nuriana memintanya menghentikan hujan untuk sebuah acara. Abah Nanu menyebut, ritual tersebut dilakukan dengan doa, amalan tertentu, dan salat khusus.

Mas Nanu Muda dan penghargaan yang diraih Anugrah Budaya dan Empu Tari Rakyat. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Mas Nanu Muda dan penghargaan yang diraih Anugrah Budaya dan Empu Tari Rakyat. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Membawa Tarian Sunda di Kancah Internasional

Selain di dalam negeri, Abah Nanu telah membawa tarian Sunda ke panggung internasional, seperti di Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, hingga Italia. Berbagai tarian tradisional seperti Doger Kontrak, Gaplek, dan Cikeruhan, berhasil ia revitalisasi dan diperkenalkan ke khalayak luas melalui festival internasional.

Pada 20 Oktober 2024, Abah Nanu menerima penghargaan sebagai Maestro Koreografer dari kampus ISBI Bandung, sebuah penghargaan yang ia terima menjelang masa pensiunnya.

Selama lebih dari empat dekade, Abah Nanu telah berkontribusi besar dalam dunia seni tari, baik sebagai pengajar maupun seniman yang terus mendedikasikan diri untuk melestarikan budaya tari tradisional.

Mas Nanu Muda bersama Kin Sanubary. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Mas Nanu Muda bersama Kin Sanubary. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Pada tahun 2023, Abah Nanu bersama sejumlah seniman Indonesia diundang ke Festival Dark Mofo di Tasmania, Australia. Dalam kesempatan ini, ia dan para seniman menyampaikan pesan tentang ketamakan manusia dan dampaknya pada lingkungan melalui seni.

Ke depan, Abah Nanu berharap lebih banyak pihak yang terlibat dalam pelestarian budaya lokal yang hampir punah. Ia juga berharap pemerintah memberikan dukungan untuk mengembangkan potensi budaya dan kreativitas masyarakat. Kiprah Abah Nanu dalam dunia seni, baik di dalam maupun luar negeri, menjadikannya sosok inspiratif yang terus membawa seni tari tradisional Indonesia ke puncak apresiasi.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Kin Sanubary dalam tautan berikut

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//