CATATAN DARI BUKU HARIAN #14: Mengenal Sugiyati Suyatna Anirun, Tokoh Teater Modern Bandung
Sugiyati Suyatna Anirun (80 tahun) dan Studiklub Teater Bandung (STB), telah menunjukkan bahwa seni panggung adalah panggilan hidup yang tak lekang oleh waktu.
Kin Sanubary
Kolektor Koran dan Media Lawas
19 Oktober 2024
BandungBergerak.id – Sugiyati Suyatna Anirun, atau yang akrab disapa Yati SA, adalah sosok yang dikenal luas dalam dunia teater modern Bandung. Sejak usia 5 tahun, Yati kecil sudah akrab dengan panggung pertunjukan. Hal ini tak lepas dari pengaruh keluarganya, terutama sang ayah yang merupakan seorang penari. Sejak kecil, Yati kerap menari dan bermain sandiwara di berbagai tempat, termasuk di Gedung Concordia (kini Gedung Merdeka) yang terletak di Jalan Asia Afrika, Bandung.
Seiring waktu, kecintaan Yati pada seni peran terus tumbuh. Ketika menginjak usia 20 tahun, ia bergabung dengan Teater Perintis yang dipimpin oleh Jim Ahi Limas (Jim Lee), salah satu pendiri Studiklub Teater Bandung (STB). Di bawah asuhan Jim Lee, Yati mulai berkiprah secara serius di dunia teater. Selain berteater, ia juga sempat menjalani pendidikan di Universitas Padjadjaran (Unpad) dengan mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu Sosial Politik dan Ekonomi. Setelah lulus, ia bekerja di Dinas Pekerjaan Umum (PU).
Ketertarikan Yati pada dunia teater semakin kuat setelah pernikahannya dengan Suyatna Anirun, seorang tokoh teater modern Indonesia. Suyatna sendiri dikenal sebagai pendiri STB dan seorang sutradara yang konsisten dalam menghasilkan karya-karya teater berkualitas. Kehidupan Yati di dunia teater pun semakin mendalam, hingga ia menginjak usia 80 tahun dan tetap aktif bermain teater.
Bu Yati mengenang awal perjalanannya di dunia teater ketika ia diajak oleh tokoh Pak Raden (Suyadi) untuk bermain dalam lakon "Badak-badak" pada tahun 1965. Sejak saat itu, Yati merasa dirinya "terjerumus" dan "terjebak" dalam dunia teater, yang ia tekuni dengan penuh dedikasi hingga kini.
Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #11: Bersahabat dengan Maestro Fotografi Ray Bachtiar Dradjat
CATATAN DARI BUKU HARIAN #12: Berkenalan dengan Arief Budiman Penyiar Radio Multitalenta
CATATAN DARI BUKU HARIAN #13: Bersahabat dengan Oki Rosgani, Seorang Jurnalis dan Pemerhati Teknologi dari Subang
Awal Perkenalan dengan Bu Yati Suyatna Anirun
Perkenalan penulis dengan tokoh teater Sugiyati Suyatna Anirun atau akrab disapa Bu Yati SA, bermula dari unggahan koran lawas yang diposting penulis di media sosial Facebook beberapa tahun yang lalu.
Adapun surat kabar lawas tersebut memuat artikel dan tulisan yang berjudul "Kita Tondjolkan Sujatna Aniroen". Dalam artikel tersebut ditulis pemain drama muda Suyatna Anirun, ketika itu masih berusia 21 tahun, penyair muda yang berbakat dan punya harapan menjadi pemain drama yang baik. Kelak Suyatna Anirun menjadi tokoh seni teater modern Indonesia dan mendapat julukan "Pujangga Teater Indonesia" dan kemudian menjadi suami dari Bu Yati.
Artikel tersebut dimuat pada Lembaran Minggu Pikiran Rakjat edisi Minggu, 4 Agustus 1957, terbitan 67 tahun silam.
Berkat koleksi surat kabar lawas tersebut penulis bisa berkenalan dan bersahabat dengan Bu Yati. Kami sering berkomunikasi dan berinteraksi melalui sosial media dan pesan singkat via Whatsapp.
Melalui sahabat penulis, pegiat teater yaitu Kemal Ferdiansyah yang juga murid dari Bu Yati dan Pak Yatna Anirun, Kemal merupakan lulusan AC-STB (Acting Course Studiklub Teater Bandung angkatan ke-14 tahun 2000, akhirnya penulis bisa berjumpa dengan Bu Yati dalam sebuah pertunjukan di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung.
Bila menyaksikan Bu Yati di atas panggung selalu kagum, beliau selalu tampil menawan, tampil secara totalitas dengan kekuatan vokal dan karakter yang selalu prima. Turut mengimbangi penampilan para pemain dan bintang muda di atas panggung yang digelutinya sejak tahun 1968 hingga kini. Mengutip apa yang disampaikan Bu Yati, "Satu hal yang dapat dipetik sebagai pelajaran berharga adalah bahwa dalam teater banyak dipelajari masalah-masalah kehidupan."
Pada perjumpaan tersebut penulis mendapat bingkisan dua buku yaitu "Senandung Panggung" dan "Bianglala Reiki" karya Bu Yati menjadi referensi yang sangat berharga.
Berdiri di atas panggung sudah menjadi bagian dari jalan hidup Yati Sugiyati SA. Meski sudah sepuh, pelakon senior Studiklub Teater Bandung (STB) ini masih tetap bermain teater. Meskipun menginjak usia 80 tahun, tetapi gairah seni panggung tak padam dimakan usia.
Yati mulai serius menggeluti seni peran pada usia 20 tahun. Saat itu ia diajak tokoh Pak Raden atau Suyadi. Pak Raden mengajaknya bermain teater dalam lakon: "Badak-badak", karya Ionesco arahan sutradara Jim Lim pada 1965.
"Itulah saat awal mula saya mulai terjun, lalu terjerumus, lalu terjebak, lalu berkubang dalam dunia teater yang membenamkan saya semakin dalam sampai berusia 80 tahun ini," kenang Bu Yati SA.
Bu Yati mengungkapkan, keterlibatannya dalam dunia teater makin intens sejak ia menikah dengan Suyatna Anirun, pendiri STB yang konsisten sebagai sutradara dan penggarap karya drama. "Hal itu makin menjerumuskan saya pada dunia yang penuhp dengan usaha keras dan tak kepalang tanggung," katanya.
Dua tahun lalu, aktris dan aktor Yati S dan Yusef Muldiyana mementaskan lakon Pagi Bening di Gedung Rumentang Siang, Jalan Baranang Siang, Sumur Bandung, Kota Bandung, Ahad, 30 Oktober 2022. Pementasan Pagi Bening karya Serafin dan Joaquin Alfarez Quintarot digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-64 Studiklub Teater Bandung.
Pagi Bening karya Serafin dan Joaquin Alfarez Quintaro ini diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Darmono.
Pentas yang disutradarai IGN Arya Sanjaya tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-64 Studiklub Teater Bandung. Pementasan Pagi Bening digelar dalam rangka memperingati ulang tahun STB ke 64 tahun.
Perjalanan Seni Panggung yang Panjang
Tidak hanya di panggung, Yati juga mahir dalam tari Jawa, meskipun ia berhenti menari pada usia 40 tahun. Baginya, dunia teater adalah panggilan hidup yang menuntut totalitas. Ketika memainkan suatu peran, Yati benar-benar menyatu dengan tokoh yang ia perankan. Bahkan, setelah pertunjukan usai, Yati membutuhkan waktu hingga sebulan untuk kembali menjadi dirinya sendiri.
Konsistensi adalah kunci kesuksesan Yati dalam dunia teater. Baginya, bermain teater adalah tentang pencarian nilai-nilai kehidupan. Oleh karena itu, ia tidak tergiur untuk terjun ke dunia sinetron atau film, karena baginya teater menawarkan makna yang lebih dalam dibandingkan hanya sekadar mengejar materi.
Bertahan di Tengah Perubahan Zaman
Studiklub Teater Bandung (STB), yang telah berdiri selama 66 tahun, adalah salah satu kelompok teater tertua di Indonesia. Di tengah jatuh bangunnya berbagai komunitas teater, STB tetap eksis dan terus berkarya. Yati, yang telah menjadi bagian dari STB sejak lama, merasa bersyukur bisa menyaksikan perkembangan komunitas ini.
Bagi Yati, kunci kebahagiaan dalam berkesenian adalah menjalani semua dengan kesungguhan dan cinta. Meskipun usianya kini sudah mencapai 80 tahun, ia masih tampil memukau di atas panggung dengan vokal yang kuat dan stamina yang terjaga. Untuk menjaga kesehatannya, Yati rutin berlatih Tai Chi dan olah pernapasan, serta telah lama menekuni reiki sebagai bentuk pengobatan.
Pada perayaan ulang tahun ke-66 STB, Yati menjadi pemeran utama dalam lakon "Wingit". Ia menganggap penampilannya dalam lakon ini sebagai refleksi dari perjalanan hidup manusia, yang penuh dengan pendadaran dan makna mendalam.
Pesan Bagi Generasi Penerus
Di tengah perjalanan panjangnya di dunia teater, Yati memiliki harapan besar bagi generasi penerus. Ia berharap mereka yang terjun ke dunia teater dapat menekuni seni ini dengan penuh kesungguhan dan komitmen. Menurutnya, konsistensi adalah kunci untuk menemukan jati diri dan mencapai kebahagiaan dalam berkesenian.
Sugiyati Suyatna Anirun, dengan segala dedikasinya, telah menunjukkan bahwa seni panggung adalah panggilan hidup yang tak lekang oleh waktu. Meskipun usia terus bertambah, semangat Yati dalam berkarya tetap menyala, menginspirasi generasi muda untuk melanjutkan warisan teater yang penuh makna.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Kin Sanubary dalam tautan berikut