Tukin Para Dosen ASN Adalah Utang yang Harus Segera Dibayar Pemerintah
Belum cairnya tukin bagi para dosen ASN menunjukkan pemerintah tidak berpihak pada pengembangan SDM maupun kemajuan pendidikan.
Penulis Emi La Palau4 Februari 2025
BandungBergerak.id - Para dosen aparatur sipil negara (ASN) meradang karena tunjangan kinerja (tukin) yang menjadi hak mereka belum juga dicairkan pemerintah sejak 2020. Untuk menuntut pemenuhan hak-hak mereka, Aliansi Dosen Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi) telah berulang kali berunjuk rasa damai. Mereka telah menggelar aksi dan beraudiensi dengan DPR, kemudian aksi berikutnya di depan Kementrian 6 Januari 2025.
Aksi terbaru, ratusan dosen ASN Kemendikti Saintek kembali turun ke jalan di Jakarta Pusat, Senin, 3 Februari 2025. Ketua Koordinator Wilayah ADAKSI DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten Hudaepah mengungkapkan, rangkaian aksi oleh para dosen dilakukan untuk pencairan tukin sejak 2020. Mereka menyangsikan bagaimana pemerintah abai dalam menjalankan peraturan yang telah dibuat.
“Betul, istilahnya minta hak kesejahteraan, ada anggarannya kenapa mereka tidak menganggarkan. Itu yang jadi pertanyaan. Berkaitan kementriannya yang abai. Tidak melaksanakan amanah undang undang,” ungkap Hudaepah, kepada Bandungbergerak.id, Sabtu, 1 Februari 2025, melalui melalui sambungan telepon.
Persoalan tukin baru mencuat pada Juni-Juli 2024 lalu, ketika para dosen baru mengetahui dan mempelajari adanya peraturan pemerintah yang telah ditandatangani oleh menteri di era Jokowi, Nadiem Anwar Karim yang telah mengeluarkan Keputusan Menteri nomor 447/p/2024 tentang Nama jabatan, Kelas Jabatan, dan Pembeiran besaran Tunjangan Kinerja Jabatan Fungsional Dosen di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Di dalamnya tertera rincian besaran tunjangan kinerja jabatan fungsional dosen. Dimulai dari Asisten Ahli sebesar 5.079.200 rupiah, Lektor sebesar 8.757.600 rupiah, Lektor Kepala sebesar 10.936.000 rupiah, dan Profesor sebesar 19.280.000 rupiah.
“Kita mulai memanas istilahnya, (sangat) lalai dan dzolim-nya pemerintah kok ngak bayarin tukin kita. Itu kan sudah mau berakhir pemerintahan era Jokowi,” ungkap dosen antropologi ISBI Bandung ini.
Hudaepah dan rekan dosen lainnya berharap tukin dibayarkan pada Januari 2025. Ternyata, pada prosesnya dalam pergantian kementerian, pemerintahan berganti, dan peraturan lama seolah terabaikan.
“Kita secara otomatis mereka yang menandatangani permennya, perpresnya juga ada, undang-undangnya juga ada, berarti mere kan lalai terhadap amanah undang-undang. Itu yang kita selama ini sebenarnya sangat geram,” ungkapnya.
Ia berharap pemerintah memperhatikan kesejahteraan para dosen. Para pengajar ini memiliki beban kerja tinggi, ditambah beban administrasi. Tukin diperlukan karena langsung melekat pada dosen yang lulus CPNS, sedangkan tunjangan profesi membutuhkan waktu yang tidak cepat, bahkan para dosen harus menunggu sampai 4 tahun atau lebih.
Untuk dosen ASN baru yang lolos CPNS, gaji mereka bahkan tak lebih besar dari UMR Jakarta. Mulai dari 2,7 juta rupiah tergantung pada golongan. Dengan adanya tukin akan membantu para dosen baru.
“Kesejahteraannya kan kurang, sekarang juga kesejahteraan juga bukan prioritas. Saya lihat kayaknya prioritas utama itu adalah makan gratis, bukan ke pendidikan. Makanya kita berharap ke pemerintah makanya kita demonya di depan Istana, kita ingin diperhatikan sebagai tenaga pendidik,” ungkapnya, seraya menambahkan bahwa tanpa dosen atau tenaga pendidik para pejabat atau pilitikus tidak akan menjadi presiden atau menteri.
Kesejahteraan Tenaga Pendidik Belum Jadi Prioritas Pemerintah
Pembayaran tukin dosen ASN jelas merupakan kewajiban pemerintah. Hal ini sudah tidak bisa diganggu gugat.
Pengamat pendidikan Dan Satriana mempertanyakan mengapa ‘utang’ tukin tidak diajukan di alokasi anggarana tahun-tahun sebelumnya maupun di tahun ini. Menurutnya perubahan nomenklatur kementerian tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengajukan anggaran pembayaran tukin.
Dan mengungkapkan bahwa di tahun 2025 pengajuan anggaran pembayaran tukin baru sekitar 80 ribu dosen ASN. “Ini menurut saya perlu segera direvisi, mengingat juga pemerintah di berbagai sisi sedang melakukan upaya-upaya perubahan anggaran sehingga ini ketokpalunya jelas, segera dipenuhi, diajukan dan disetujui karena sudah jelas merupakan kewajiban pemerintah. Clear menurut saya, ngak ada lagi alasan macam-macam,” ungkapnya.
Menurut Dan, dalam jangka pendek kewenangan pengelolana anggaran ada di pemerintahan saat ini tanpa perlu membicarakan lagi persoalan sebelumnya. Presiden Prabowo menurutnya mempunyai kewenangan untuk memerintahkan pengajuan anggaran sesuai yang dibutuhkan pada tahun anggaran 2025 ini. Hal ini terlebih dahulu yang harus diselesaikan.
Ada atau tidak ada perubahan nomenklatur, pemerintah wajib menyelesaikan pembayaran tukin ini kepada seluruh dosen yang tercatat.
Melihat lebih jauh, persoalan kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia menurut Dan, memang pemerintah belum mempunyai prioritas di dalam mengelola pendidikan, baik pendidikan dasar mengenah maupun tinggi. Pemerintah seharusnya memprioritaskan sumber daya manusia (SDM) tenaga kependidikan, karena merekalah yang akan mempengaruhi dan berkaitan langsung dengan proses pembelajaran maupun perkuliahan. Hal ini perlu menjadi pertimbangan.
Baca Juga: Survei UI, Hanya Sedikit Dosen dan Mahasiswa Pilih Kuliah Tatap Muka
FKIP Unpas Gelar Workshop Literasi Sains untuk para Dosen
Dosen UI Menerbitkan Buku Praktik Penerjemahan Berapa Jenis Teks
Perlu Komitmen Politik Anggaran
Selain itu, kesejahteraan tenaga pendidik perlu didukung komitmen politik anggaran dari para pemangku kebijakan. Komitmen ini untuk melihat sejauh mana pemerintah punya arah yang jelas dan berapa kebutuhan yang harus dialokasikan.
Praktik baik yang bisa pemerintah contoh dari negara-negara yang memprioritaskan dukungan politik anggaran mereka kepada SDM dan tenaga pendidik, dosen, bukan kepada pembangunan infrastruktur. Ia mencontohkan India, yang memberi dukungan penuh kepada tenaga pendidik dan dosen dalam berbagai bentuk. Sehingga para tenaga pendidik ini bisa fokus meningkatkan kapasitasnya. Hal ini karen kesejahterannya telah tercukupi.
“Momentum ini kita gunakanlah pemisalahan tupoksi ini untuk memperbaiki arah dan dukungan yang kongkrit kepada tenaga pendidik dan dosen,” ungkapnya.
Menurut Dan, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu membuktikan adanya komitmen politik anggaran. Memberikan alokasi dan prioritas pada pembangunan SDM baik kesehatan, pendidikan, sosial dan kesejahteraan.
“Kita punya harapan itu. Dengan jargon Indonesia emas 2045, saya kira sudah saatnya kita ini memulai perhatian kita pada pembangunan SDM antara lain tadi mendukung sepenuhnya proses pembeajaran dan perkuliahan di pendidikan melaui peningkatan kesejahtara bagi guru dan dosen,” paparnya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan Emi La Palau atau artikel-artikel lain tentang Pendidikan