Di Tengah Perayaan Kamis Putih, Massa Berunjuk Rasa Menolak GSG Arcamanik Jadi Tempat Ibadah
Massa aksi tidak ingin GSG Arcamanik diubah jadi gereja. Meski ada gangguan, umat Katolik menyelesaikan misa secara khidmat.
Penulis Virliya Putricantika17 April 2025
BandungBergerak – Di hari perayaan Kamis Putih yang menjadi bagian dari Tri Hari Suci Paskah, Kamis, 17 April 2025, massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka berunjuk rasa di depan Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik, Kota Bandung, menolak alih fungsi bangunan tersebut menjadi tempat ibadah. Ini bukan aksi penolakan pertama, meski umat Katolik sudah berulang kali menyampaikan bahwa GSG sejak awal merupakan hak milik dan tidak pernah berstatus fasilitas sosial (fasos) atau fasilitas umum (fasum).
Lewat pengeras suara di mobil komando, satu per satu peserta aksi menyampaikan keberatan mereka atas akvitas dan pemanfaatan GSG oleh umat Katolik. Sore itu ratusan aparat berjaga, sementara beberapa orang muda Katolik (OMK) berkeliling menyampaikan informasi kepada umat yang baru datang untuk mengambil jalan lain demi menghindari blokade massa aksi.
"Gedung ini kan sebagai GSG. Jangan dipindahkan menjadi alih fungsi menjadi tempat yang lain, terutama tempat ibadah kan gitu. Perizinannya, aspek legalnya, tolong dibereskan kalau gitu. Tapi yang jelas sampai sekarang, (gedung ini) masih GSG," ujar Budi Haryono, 62 tahun, koordinator lapangan aksi sore itu, sambil menyerahkan lembar kronologi singkat kepemilikan GSG versi mereka.
Pada lembar berisi kronologi tersebut, diketahui bahwa sebenarnya warga mengetahui bahwa status kepemilikan GSG ada pada Gereja Santa Odilia. Mereka pun mengklaim bukan ingin menghalangi prosesi ibadah, tapi mempermasalahkan fungsi yang tidak sesuai izin.
“Katanya mereka (Gereja Santa Odilia) sedang ngurus (izin fungsi tata ruang), tapi gak akan mungkin,” ujar seorang warga peserta aksi.
Dyah Nur Sasanti, 44 tahun, perwakilan Persatuan Gereja Amal Katolik (PGAK) Santa Odilia, menegaskan bahwa GSG Arcamanik sejak awal merupakan hak milik, bukan fasos atau fasum. Mulanya atas nama perseorangan, kepemilikan gedung saat ini sudah atas nama gereja.
“Satu yang kita mau klarifikasi. Kalau mereka bilang fasum/fasos, hal yang paling prinsip sejak awal (gedung ini) tidak pernah jadi fasum/fasos,” ungkap Dyah.

Baca Juga: Memahami Status Kepemilikan GSG Arcamanik yang Difungsikan untuk Peribadatan Umat Katolik dan Kegiatan Warga Sekitar
Jalan Buntu Mendirikan Gereja di Kabupaten Bandung
Misa Berjalan Khidmat
Di saat massa aksi beristirahat dan menunaikan salat asar, semakin banyak umat katolik yang datang untuk mengikuti misa Kamis Putih. Banyak dari mereka mengenakan pakaian putih. Ada pula anak-anak yang datang dengan berlari kecil, sambil melihat jajaran aparat di depan mobil komando.
Meski sempat tertunda, prosesi misa akhirnya dimulai pukul empat sore. Umat datang memasuki gedung lewat pintu di bagian selatan dengan terlebih dahulu mengambil air suci yang disediakan di daun pintu. Lewat pintu yang sama pula, orang-orang muda yang menjadi petugas liturgi memasuki ruangan bersama pastor yang memimpin misa.
Ketika misa berlangsung, di luar GSG massa aksi memutar lagu-lagu nasional yang suaranya menutupi suara peribadatan. Namun toh para jemaat bersyukur masih bisa melaksanakan prosesi misa dengan khidmat meski beberapa bagian prosesi misa di hari Kamis Putih terpaksa ditiadakan demi mempersingkat misa sekaligus demi keamanan bersama.
Mendekati pukul lima sore, beberapa orang massa aksi menembus penjagaan aparat, merangsek beberapa meter lebih dekat menuju GSG. Para polisi wanita kembali merapatkan barisannya.

“Ya pasti terganggu, tapi ya sudah karena memang ini yang harus dijalani. Umat juga sudah siap. Kita (umat katolik) berhak beribadah, mereka (warga) juga berhak menyuarakan apa yang ada di kepala mereka, silakan saja,” tutur Dyah.
Sesaat misa selesai, umat remaja yang keluar dari GSG segera berjalan ke halaman. Orasi penolakan masih berlangsung. Ada pula anak kecil setinggi lutut orang dewasa, yang hanya bisa berteriak ketika mendengar orasi tersebut.
"Besok kita kumpulkan lagi lebih banyak massa," teriak salah seorang warga peserta aksi, lewat pengeras suara.
Jemaat Santa Odilia sudah mengetahui bahwa aksi penolakan akan berlangsung setiap hari sampai perayaan Paskah pada Minggu, 20 April 2025. Koordinasi dengan aparat terus dilakukan agar misa hari raya tetap bisa dituntaskan secara khidmat.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang Intoleransi