• Kolom
  • JALIN JALAN PANTOMIM #1: Hari Pantomim Sedunia 2025, Perayaan Kesunyian di Dunia yang Pelik

JALIN JALAN PANTOMIM #1: Hari Pantomim Sedunia 2025, Perayaan Kesunyian di Dunia yang Pelik

Peringatan Hari Pantomim Sedunia 2025 adalah upaya membangun ingatan koletif dan edukasi pada ekosistem pantomim di Bandung. Wadah pertemuan lintas seni dan disiplin

Wanggi Hoed

Seniman pantomim

Penampilan Sekar Mime dalam peringatan Hari Pantomim Sedunia 2025 di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu, 22 Maret 2025. (Foto: Raws Syndicate)

21 April 2025


BandungBergerak - Perayaan Hari Pantomim Sedunia atau World Mime Day setiap tanggal 22 Maret selalu berpindah tempat dan mengangkat tema yang berbeda-beda. Perayaan ini adalah sekaligus pembacaan atas gejala situasi terkini lewat seni. Tahun 2025 ini melalui insiatif Pusat Studi Mime Indonesia, peringatan Hari Pantomim Sedunia (HPS) mengambil tema “Usik Pelik”.

“Usik Pelik” serupa gerakan hidup, gerak nan intuitif dengan penuh kesadaran dan ketidaksadarannya, gerak kehidupan yang selalu luput dan mengganggu dengan tingkat kerumitannya, ketika kita hidup di zaman yang pelik dengan seabrek peristiwa dan kejadian yang bertumpuk. Tak terkecuali tindak-tindak kejahatan, mulai dari genosida, ekosida, femisida, edusida, cultursida, urbisida, hingga domisida.

Pengetahuan abad ke-21 nyatanya belum tentu membuat manusia tersadar karena kita sejak awal tidak mempersiapkan bagaimana eksatologi mengenai kiamat yang kelak akan terjadi. Dalam kesunyian masing-masing, imajinasi dan tubuh sering dinonaktifkan karena kita terlena pada hal di luar itu. Jauh dari kelahiran kesadaran dengan perbuatan, sebelum semuanya hilang.

“Usik Pelik” membaca ulang situasi ketidakmungkinan dari ketidaksadaran, juga ketidaknyamanan dalam kehidupan. Ketika semua seolah menuju kiamat kesadaran, kita harus terus menajamkan daya sadarwi ke segala titik ruang. Walau kecil, bangunlah jembatan untuk memberi napas, sebab kesadaran adalah bagian dari keseharian, dari aktivitas yang tidak pernah disadari atas imajinasi baru yang bertautan. Sebagaimana termuat dalam studi Joel Pearson di jurnal Association for Psychological Science yang menyebut bahwa dengan imajinasi mental, kita dapat “melihat” bagaimana keadaan mungkin terjadi atau bisa terjadi di masa depan. 

Pameran arsip dalam peringatan Hari Pantomim Sedunia 2025 di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu, 22 Maret 2025. (Foto: dokumentasi Raws Syndicate)
Pameran arsip dalam peringatan Hari Pantomim Sedunia 2025 di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu, 22 Maret 2025. (Foto: dokumentasi Raws Syndicate)

Baca Juga: Hari Pantomim Sedunia 2023 di Bandung: Perayaan Menembus Keheningan
Membicarakan Pantomim, Kolaborasi, dan Ruang: Kisah dari Tiga Daerah

Peringatan Sunyi Menjadi Ingatan Kolektif

Dirayakan di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, tepat pada 22 Maret 2025 lalu, peringatan Hari Pantomim Sedunia menyajikan pertunjukan pantomim oleh Sekar Mime (Depok) dan Dede Dablo Mime, pameran arsip dan dokumentasi pantomim Indonesia dan dunia yang berderet di meja, serta lapakan militan.

Lewat “My Daily Routine”, Sekar Mime bercerita tentang anak sekolah yang bersiap belajar dan mengikuti beberapa kegiatan. Di perjalanan pulang ke rumah, Sekar melihat ada sekumpulan orang yang sedang menggelar Aksi Bela Palestina, lalu bergabung. Dengan bersemangat dia menyerukan kemerdekaan Palestina bersama peserta aksi, mengingatkan semua orang tentang tragedi kemanusiaan yang masih terus berlangsung. Ruangan bergemuruh, semua yang hadir bersama-sama turut berseru ketika lagu “Free Palestine” diputar.

Menyusul kemudian pertunjukan Dede Dablo dengan karakter tubuhnya yang komikal satire, menceritakan situasi dunia saling tarik dan saling goda. Semua itu adalah ilusi, semuanya tipu daya, dan kita masuk ke dalam perangkap. Tinggal kita, memilih mau masuk atau tidak? Atau kita berpura-pura tidak tahu padahal mengetahuinya? Seperti itulah kondisi dunia hari ini. Pertunjukan Dede membuat seisi ruangan turut menyumbang tawa sekaligus merenungkan hidup.

Hari itu digelar juga lokakarya dongeng oleh Ratimaya dan bagi pengalaman berpantomim oleh Wanggi Hoed. Demikianlah dongeng dan pantomim menjadi cara berkisah. Yang satu dengan kata-kata, yang lain tanpa kata. Keduanya memiliki kekuatan imajinasi dan pesan yang mendalam, dengan ditutup olah gerak praktik yang menyenangkan dari keduanya yang punya ciri khas masing-masing.

Tidak ketinggalan, ada diskusi membahas buku foto Marcel Marceau BIP in a Book (2001) dan Bully (2023) yang diterbitkan oleh Raws Publishing Bandung. Grace Anata dari Raws Publishing menjadi pemantiknya. Menurut perempuan fotografer ini, pantomim dapat menjadi apa saja bentuknya, termasuk buku foto. Bully, yang dikerjakan oleh tiga kolaborator dengan disiplin berbeda, membawa isu yang jarang dibahas seniman dalam berkarya yaitu perundungan. Dengan caranya sendiri, buku ini mengajak kita untuk memutus mata rantai perundungan yang masih terus terjadi sampai sekarang.

Suasana peringatan Hari Panntomim Sedunia 2025 di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu, 22 Maret 2025. (Foto: dokumentasi Raws Syndicate)
Suasana peringatan Hari Panntomim Sedunia 2025 di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu, 22 Maret 2025. (Foto: dokumentasi Raws Syndicate)

Dalam segala keterbatasan dan kesederhanaan, peringatan Hari Pantomim Sedunia 2025 di Perpustakaan Bunga di Tembok merupakan jalan sunyi yang militan. Sekaligus ia adalah sebuah upaya membangun ingatan koletif dan edukasi pada ekosistem pantomim di Bandung. Peringatan ini adalah ruang pertemuan lintas seni dan disiplin dalam merayakan 101 tahun Hari Pantomim Sedunia, juga penghormatan terhadap dedikasi maestro pantomim Marcel Marceau.

Dari pameran arsip kita belajar mencintai sejarah dan membaca zaman. Dari lokakarya, kita belajar mengenal tubuh dan imajinasi yang bebas berekspresi. Dari pertunjukan pantomim, kita kembali belajar mengapresiasi dan dapat mengamalkan pesan dari setiap ekspresi dan gerakan tubuh aktor. Semuanya menjadi realitas yang pelik sekaligus nyata, dan menggerakkan kita untuk menyuarakannya dalam perbuatan juga tindakan.

Lalu kita ingat ucapan Marcel Marceau sebelum kematiannya pada tahun 2007 saat berpidato terbuka di hadapan ribuan mahasiswa Universitas Michigan. Menjalani kehidupan pasca Tragedi Holocaust sebagai saksi hidup, ia berkata: "Kamu harus tahu bahwa kamu harus menuju cahaya meskipun kamu tahu bahwa suatu hari kita akan menjadi debu dan tiada. Yang penting adalah perbuatan kita selama hidup kita.” Terus hidup dan militan!

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang Pantomim atau tentang Seni

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//