• Kampus
  • Epicentrum Unpad Mengangkat Isu Kemiskinan Struktural, Mendorong Kepedulian Sosial Orang Muda

Epicentrum Unpad Mengangkat Isu Kemiskinan Struktural, Mendorong Kepedulian Sosial Orang Muda

Epicentrum merupakan ajang tahunan Fikom Unpad. Melalui acara ini orang muda diharapkan terbuka terhadap kondisi sosial, seperti kemiskinan.

Diskusi Epicentrum 2025 tentang Empowering ASEAN Cities, Digital Literacy as a Key to Combating Multi-Dimensional Poverty, Rabu, 4 Juni 2025 di Auditorium Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi, Unpad. (Foto: Vallencya Alberta Susanto/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi11 Juni 2025


BandungBergerak.idEpicentrum, atau yang kerap disebut Epic, merupakan ajang perlombaan berskala internasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad). Kegiatan ini telah menjadi agenda tahunan Fikom Unpad sejak lama dan masih terus berlangsung hingga kini. Tahun ini Epic mengangkat tema kemiskinan dan masalah sosial. 

Di acara Epic, setiap program studi di Fikom memiliki cabang perlombaan masing-masing. Dari tujuh jurusan yang ada, enam di antaranya menyelenggarakan perlombaan dengan nama dan fokus yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya yakni Jurusan Ilmu Komunikasi dengan lomba bernama Remind, Perpustakaan dan Sains Informasi dengan Libicious, Manajemen Komunikasi dengan Ideation, Jurnalistik dengan Parade Jurnalistik, Manajemen Produksi Media dengan Mediation, serta Hubungan Masyarakat melalui Padjadjaran Public Relation Fair.

Tahun ini, Epicentrum mengusung tema “Communication for Change: Breaking the Multidimensional Urban Poverty Chain to Empower ASEAN's Marginalized Communities.” Tema tersebut dilatarbelakangi oleh riset selama lima tahun terakhir dan data dari negara-negara ASEAN yang menunjukkan adanya stagnasi bahkan peningkatan isu kemiskinan. Diketahui, sebanyak 30,3 persen populasi di wilayah Asia Pasifik atau sekitar 1,26 miliar orang berpotensi jatuh ke dalam kemiskinan pada tahun 2030.

Chalidha Azmi (21 tahun), Project Officer Epicentrum, menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah struktural yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Namun, menurutnya, Epicentrum dapat menjadi langkah awal untuk membangun kesadaran terhadap isu kemiskinan dan mendorong upaya penanggulangannya.

Tahun ini, Epicentrum diikuti oleh lebih dari 255 peserta yang tergabung dalam 90 hingga 100 tim dari berbagai kampus di seluruh Indonesia. Antusiasme tinggi juga datang dari peserta luar Provinsi Jawa Barat, yang turut meramaikan kompetisi ini.

Salah satu peserta yang berhasil meraih juara kedua pada lomba Parade Jurnalistik adalah kelompok “Pedang Tumpul”, mahasiswa dari Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia. Meski tidak memiliki latar belakang jurnalistik, semangat belajar dan minat terhadap dunia tulis-menulis mendorong mereka untuk ikut serta. 

“Jujur nggak nyangka banget, nggak ada perasaan untuk menang juga pas ikut, tapi ternyata masuk final,” ujar Ibrahimovic Putra, anggota kelompok tersebut.

Baca Juga: Daya Tampung Program Sarjana Terapan Unpad untuk 1.000 Orang, Silakan Daftar
Unpad Siapkan Beasiswa bagi Penyandang Disabilitas

Kemiskinan di Era Digital 

Salah satu rangkaian kegiatan Epicentrum 2025 adalah talkshow bertema “Empowering ASEAN Cities: Digital Literacy as a Key to Combating Multi-Dimensional Poverty” yang dilaksanakan pada Rabu (4/6/2025) di Auditorium Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi, Unpad.

Talkshow ini menghadirkan dua narasumber utama: Agus Rusmana, dosen dan pakar komunikasi digital, serta Putra Aji Sujati, seorang konten kreator yang aktif mengangkat isu literasi digital dan permasalahan sosial melalui media.

Dalam talkshow tersebut, dikemukakan bahwa kemiskinan multidimensi tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, melainkan juga berbagai faktor yang saling terkait. Putra Aji menyoroti bahwa kemiskinan di beberapa negara bisa jadi berlangsung karena dibiarkan untuk kepentingan tertentu, sementara sebagian masyarakat merasa aman dalam kondisi tersebut karena mengandalkan bantuan pemerintah.

Pendidikan menjadi titik awal dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan ini. Teknologi dapat menjadi alat untuk mendukung pendidikan literasi, komunikasi, dan negosiasi yang sebaiknya sudah dikenalkan sejak usia sekolah. Melalui pendidikan, hal-hal mendasar seperti kesehatan dan gaya hidup masyarakat juga dapat diperbaiki.

Namun, kemajuan teknologi dan maraknya penggunaan media sosial juga membawa tantangan. Menurut Putra Aji, masyarakat Indonesia masih dominan sebagai konsumen informasi tanpa penyaringan yang memadai, sehingga mudah terpapar hoaks. Ia menilai bahwa tantangan besar justru datang dari mereka yang merasa sudah tahu segalanya, dan sulit menerima informasi baru yang valid.

Putra Aji juga menekankan pentingnya menggunakan media sosial secara bijak dan produktif, termasuk dalam menciptakan peluang ekonomi. Ia mencontohkan langkah pemerintah dalam mendorong UMKM masuk ke ranah digital sebagai salah satu upaya strategis. 

Sebagai bentuk kontribusi nyata, Putra Aji menggagas gerakan “1 Desa 1 Konten Kreator” dengan tujuan mendorong pemerataan akses informasi dan literasi digital di seluruh wilayah Indonesia. 

Sementara itu, Agus Rusmana memaparkan tiga langkah dalam meningkatkan literasi digital dan memberantas kemiskinan multidimensi, yaitu: memahami, memandaikan, dan mematangkan. Ia juga menekankan pentingnya menularkan pemahaman ini kepada masyarakat melalui aksi nyata seperti kegiatan sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan pembentukan komunitas. Menurutnya, masyarakat perlu disadarkan bahwa mereka harus memiliki standar hidup yang benar.

*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Aqeela Syahida Fatara dan Vallencya Alberta Susanto

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//