SPMB 2025, Sistem Domisili Dikeluhkan Orang Tua Calon Murid
Jalur Domisili Sistem Penerimaan Murid Baru atau SPMB 2025 Bandung, Jawa Barat dibuka mulai 10-16 Juni. Orang tua murid khawatir anaknya tidak lulus.
Penulis Yopi Muharam13 Juni 2025
BandungBergerak.id - Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 mulai dibuka. Sistem pendaftaran yang sebelumnya bernama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) ini dibuka dalam lima jalur dan dua tahapan. Tahap pertama dimulai 10-16 Juni dengan kategori domilisi, afirmasi [Keluarga Ekonomi Tidak Mampu dan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus], dan mutasi, yang hasilnya akan diumumkan 19 Juni.
Tahap kedua dibuka tanggal 24 Juni – 1 Juli untuk kategori Prestasi Akademik [nilai lapor dan kejuaraan] dan Prestasi Nonakademik [kejuaraan dan kepemimpinan]. Pengumuman hasil akan disampaikan 9 Juli.
SPMB tidak jauh berbeda dengan PPDB. Perubahan lebih banyak pada istilah, seperti sistem zonasi diubah menjadi domisili. Bagi orang tua siswa, masalah domisili menjadi isu utama, seperti yang dialami Dani Ramdani, orang tua dari Risya.
Dani hendak mendaftarkan putri sulungnya ke SMAN 22 yang berlokasi di Jalan Rajamantri Kulon, Turangga, Kecamatan Lengkong menggunakan jalur domisili. Namun, harapannya pupus setelah mengetahui bahwa jalur domisili pada implementasinya sama dengan zonasi.
“Ku peraturan ieu mah angger teu tiasa lebet,” jelasnya, saat ditemui BandungBergerak setelah melakukan konsultasi dengan pihak SMAN 22 Kota Bandung.
Dani dan putrinya tinggal di Kopo, cukup jauh dari SMA Negeri. Maka dari itu SMAN 22 menjadi alternatif pertama untuk sang putri, sedangkan pilihan keduanya di SMAN 8 Jalan Selontongan, Turangga, atau beberapa ratus meter dari SMAN 22.
Sebelumnya, Dani menitipkan anaknya di rumah kakanya di Jalan Kayu Agung, beberapa ratus meter dari SMAN 22 Kota Bandung. Tujuan menitipkan anak agar sang anak tidak jauh menjangkau ke sekolah di SMP Negeri 3 Kota Bandung. Siasat Dani, jika lebih dari dua tahun anaknya tinggal di Kayu Agung maka ia akan bisa masuk lewat jalur domisili. Tetapi nyatanya tak bisa.
Alur pendaftaran SMA sebenarnya bisa melalui website atau aplikasi Sapawarga. Namun, setelah dia mencoba mendaftar lewat domisili dan melalui wali, dia harus memilih dua alasan; meninggal dunia atau bercerai.
“Saya kudu pura-pura cerai heula jadi istri atau kudu dikubur heula?” ujarnya, terkekeh.
Seharunya menurut Dani, pemerintah memberikan kolom jawaban terbuka. Alasan menitipkan anak ke wali bisa beragam. “Kalau ada tulisan (keterangan) yang bisa dipertimbangkan, tong saklek teuinglah kitu maksud teh,” terangnya.
Dani merasa sistem domisili atau zonasi tidak adil karena terelalu banyak persyaratan. Ujungnya, anaknya tidak bisa diterima di sekolah negeri.
Saat ini Dani berencana menggunakan jalur prestasi. Nilai kumulatif anaknya terbilang tinggi, yaitu 463. “Masuk ka ranking tilu,” jelasnya.
Jumlah SMA tidak Merata
Kuota masing-masing jalur SPMB berbeda dibandingkan PPDB tahun lalu. Jalur domisili kuota PPDB minimal 50 persen, tetapi di SPMB minimal menjadi 30 persen. Kuota jalur afirmasi pada PPDB ditetapkan 15 persen, kini di SPMB menjadi 30 persen. Begitu juga di jalur lainnya.
SMAN 22 Kota Bandung menyediakan kuota sebanyak 432, dengan estimasi pembagian per rombel 36 siswa dari 12 kelas. Dari total kuota, SMAN 22 membagi kembali sesuai dengan usulan pemerintah dari segi presentase, yakni domisili 151 orang; afirmasi [KETM 107 orang dan PDBK 21 orang]; mutasi 22 orang, prestasi akademik [nilai rapor 87 orang dan kejuaraan 17 orang]; dan prestasi nonakademik [kejuaraan 17 orang dan kepemimpinan 8 orang].
Kekhawatiran muncul dari kaka sekaligus wali Aqilla, Refina yang mendaftarkan sang adik ke SMAN 22 Bandung lewat jalur afirmasi KETM. Ia khawatir adiknya tidak lulus pendaftaran.
Menurut Refina, sistem domisili kerap tidak merata. Rumahnya dekat dengan SMAN 8, 22, dan 12. Adiknya memilih SMAN 22. “Karena dekat [dengan rumah], terus juga udah cukup bagus sekolahnya. Dan udah terfavorit,” ungkap Aqillah.
Refina sebetulnya tidak menyetujui dengan sistem domisili. Menurutnya SMAN di Kota Bandung belum merata di tiap daerahnya. “Bahkan banyak juga kan yang nilainya bagus tapi terhambat sama domisilinya,” jelasnya.
Dia bercerita, teman seangkatan waktu SMPnya yang berdomisili di Kopo, tersingkir dari SMAN 22 karena jaraknya terlampau jauh. Padahal nilainya tinggi. Padahal tidak ada sekolah negeri yang berada di sekitar rumah mereka. “Yang Kopo apalagi kan di sana jarang ada [SMA] negeri,” terangnya.
Menurutnya, SMA Negeri di Kota Bandung kerap menumpuk di satu titik. Misalnya di sekitar kelurahan Turangga, setidaknya ada lima sekolah negeri yang jaraknya berdekatan, seperti; SMAN 22, SMAN 8, SMKN 3, SMKN 4, dan SMKN 8.
“Nah, kan kalau misalnya numpuk di satu daerah, berarti yang diuntungkan itu cuma daerah itu aja dong,” jelasnya.
Dia berharap semoga kebijakan tentang domisili ini segera diperbaharui lagi agar seluruh calon siswa yang rumahnya di jauh dari SMA Negeri dapat merata. “Kasian kalau yang rumahnya jauh dari sekolah negeri,” terangnya.
Perlu Transparasi
Kebijakan terbaru SPMB mesti dikawal dan harus adanya transparasi dari pihak sekolah. Transparasi ini amat penting agar siswa yang duduk di SMA Negeri dapat merata dan sesuai dengan jalur yang ditempuh.
Eneng Siti Hajar, ketua Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sekaligus Wakil Kepala Sekolah bagian humas mengatakan kebijakan SPMB tahun ini sebetulnya tidak berbeda dengan PPDB.
“Cuma ada sedikit mungkin perbedaan dari istilah, yang tadinya zonasi sekarang menjadi domisili,” kata Siti, di SMAN 22 Bandung, Rabu, 11 Juni 2025.
Terkait isu manipulasi domisili, dia menerangkan bahwa SPMB dilakukan sangat ketat. Setiap calon siswa sudah mempunyai akun SPMB yang dibuatkan saat di SMP. Dalam akun tiap siswa, sudah tersedia titik koordinat domisili.
“Penerimaan ini harus berdasarkan pada juklak juknis [petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis] yang sudah ditetapkan,” ungkapnya, seraya menambahkan bahwa dengan sistem tersebut sulit untuk melakukan manipulasi domisili. Pihak sekolah juga akan melakukan suvei rumah calon murid untuk memverifikasi.
Jika ada calon siswa yang di daerah domisilinya tidak tersedia SMA Negeri, maka bakal ada sekolah penyangga sebagai alternatif. Mereka akan disalurkan oleh Disdik ke SMA-SMA terdekat di daerahnya yang menjadi penyangga.
Terkait jalur prestasi, tahun ini diberlakukan tes tambahan. Siswa akan diberi soal yang dibuat oleh Disdik. Dengan demikian, siswa yang masuk jalur prestasi harus menjalani tes untuk bisa lolos pendaftaran.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB