Sidang Tiga Peserta Unjuk Rasa May Day 2025 di Bandung Didakwa Pasal Berlapis
Para terdakwa peserta unjuk rasa May Day di Bandung didakwa pasal tentang penghasutan, kekerasan bersama, dan perusakan. Keluarga dan solidaritas berharap keadilan.
Penulis Yopi Muharam24 Juli 2025
BandungBergerak.id - Tiga peserta aksi Hari Buruh (May Day) 2025 di Bandung, yaitu AR, TZH, dan BAM, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan R.E Martaadinata, Rabu, 23 Juli 2025. Mereka didakwa pasal tentang penghasutan, kekerasan bersama di muka umum, serta perusakan barang.
Persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim tersebut beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa Agus, dalam pembacaan dakwaannya, menjelaskan bahwa ketiga terdakwa melakukan pelanggaran di muka umum dengan lisan atau tulisan yang menghasut agar dilakukan perbuatan pidana. Selain itu, para terdakwa juga disebut melakukan kekerasan terhadap penguasa umum dan tidak menuruti perintah jabatan berdasarkan ketentuan undang-undang.
“Mereka yang melakukan, menyuruh dan turut serta melakukan perbuatan,” ujar Jaksa Agus dalam persidangan.
Peristiwa bermula pada Selasa, 26 April 2025, sekitar pukul 18.27, ketika TZH menghubungi AR melalui pesan WhatsApp untuk membahas rencana aksi pada 1 Mei 2025. AR menyatakan akan ikut aksi dengan mempertimbangkan kondisi karena tengah dipantau pihak kampus. Ia juga menyampaikan akan turun bersama kawan-kawannya sambil menyiapkan logistik untuk molotov.
Pada Rabu, 30 April 2025, TZH mengajak saksi F untuk ikut aksi, dan F menyetujuinya. Keesokan harinya, 1 Mei 2025 pukul 11.00 WIB, TZH dan F berangkat menuju Taman Cikapayang Dago. “Saat itu saksi F dan NM membawa tas punggung warna hitam yang berisi 15 botol kaca kosong,” ujar jaksa. “Di antaranya 5 botol kaca kosong milik saksi F dan yang 10 botol kaca kosong dari terdakwa 2, THZ,” lanjutnya.
Botol-botol tersebut, menurut jaksa, hendak diisi bensin untuk digunakan dalam aksi. Setelah ketiganya sampai di lokasi, TZH menginstruksikan agar bergerak ke kantor DPRD Jawa Barat. Saat melintasi taman Cikapayang, terjadi kepanikan akibat kedatangan aparat kepolisian dari arah timur.
“Kedatangan para petugas Kepolisian membuat masa panik berlari ke arah jalan di Dipatikur, Kelurahan Lebak Gede,” tutur Jaksa.
Dakwaan Merusak Mobil Patroli
Saat menuju jalan Dipatiukur, ketiga terdakwa menemukan mobil patroli Polsek Kiaracondong warna Stone Grey merek Nissan Almera tahun 2018 yang terparkir dekat kampus Unpad. AR disebut menendang bagian lampu depan kiri dan lampu sein kanan mobil hingga pecah. Kemudian, TZH melempar batu ke kaca depan kiri mobil hingga pecah.
TZH juga menerima botol kaca berisi bensin dari saksi F dan menyiramkan bensin ke dalam mobil yang sudah terbakar. “Yang di dalamnya sudah ada api yang sedang menyala sehingga nyala api di dalam mobil tersebut bertambah besar,” ucap jaksa.
Sementara itu, BAM melempar mobil menggunakan vaping block ke arah kaca depan hingga pecah. Jaksa menyatakan bahwa akibat perbuatan ketiga terdakwa dan saksi F, mobil patroli Polsek Kiaracondong rusak berat dan tidak bisa digunakan. Kepolisian mengalami kerugian sekitar Rp467.887.820.
Mobil tersebut sebelumnya dikendarai oleh saksi Deni Hermawan. Saat kejadian, saksi Deni Hermawan dan saksi Adzen Kemet tengah tidak berada di dalam mobil karena sedang bertugas mengamankan aksi.
Baca Juga: May Day 2025 di Bandung, Menyorot Kerentanan Kaum Buruh dan Ancaman Regulasi Represif
Para Buruh Menuntut Peningkatan Kesejahteraan dalam Peringatan May Day
Bukti Persidangan
Ketiga terdakwa didakwa dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama di muka umum, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang, juga juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Barang bukti dalam perkara nomor 580/Pid.B/2025/PN Bdg ini antara lain satu baju hitam bertuliskan "romi jahat", satu celana panjang hitam, satu pasang sepatu warna hitam abu, satu jaket hitam (jamoer), dan satu unit mobil patroli Polsek Kiaracondong warna Stone Grey merek Nissan Almera tahun 2018 dengan nomor polisi 4405-40-VIII.
Setelah pembacaan dakwaan, ketiga terdakwa mengangguk mengakui isi dakwaan. Majelis hakim lalu menawarkan hak untuk mengajukan esepsi, yang disetujui oleh penasihat hukum mereka. “Nanti Saudara dihadirkan kembali minggu depan untuk keberatan dari saudara ya, dari penasihat hukum,” ujar hakim sebelum menutup persidangan.
Henri Tampubolon, kuasa hukum ketiga terdakwa, menyatakan akan mengajukan esepsi. “Jadi balik lagi terlepas apa yang tadi di sidang ini si terdakwa ini mengakui kesalahannya tapi ketika kita berbicara di persidangan kita berbicara teori hukum,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa pasal dakwaan dan tuntutan sering kali berbeda. “Karena terkadang antara pasal dakwaan sama tuntutan bisa berbeda,” ucapnya.
Keluarga dan Kawan Terdakwa Memberikan Dukungan
Sejak pagi pukul 08.00 WIB, keluarga para terdakwa sudah berkumpul di Pengadilan Negeri Bandung. Sidang semula dijadwalkan pukul 09.00 WIB, namun baru dimulai sekitar pukul 14.50 WIB.
Keluarga yang hadir tetap menunggu di kompleks pengadilan. Mereka saling berbincang mengenai kasus anak-anak mereka. Nani Handayani, nenek dari BAM, menyatakan bahwa cucunya aktif dan berprestasi di lingkungan tempat tinggalnya, bahkan menjabat sebagai ketua Karang Taruna.
“Karena memang kalau dilihat dari kasusnya, BAM enggak melakukan pengeroyokan, terus penghasutan juga enggak ada,” ujarnya. Ia menilai perbuatan cucunya bersifat spontan. “Sedangkan waktu BAM mukul (mobil) itu emang kaca udah pecah,” ungkapnya.
Nani berharap cucunya segera bebas karena tengah menyelesaikan skripsi. “Tinggal ngerjain bab 4 dan 5,” katanya.
Nining Rohmiati dan Neng Kartini, bibi dan ibu dari AR, berharap kasus segera selesai. “Kasihan kan, dia juga kan masih harus meneruskan kuliahnya,” ujar Nining. AR diketahui masih menempuh akhir pendidikan D3.
Neng Kartini menyampaikan bahwa anaknya adalah tulang punggung keluarga sejak ayahnya meninggal dan bekerja sebagai tukang service AC. “Karena dulunya dia sekolah dielektoronik,” ucapnya sembari menahan tangis.
Sementara itu, Fatimah, ibu dari TZH, juga berharap kasus anaknya segera selesai. TZH, yang berada di semester akhir, sering membantu ekonomi keluarga dengan bekerja di berbagai tempat.
“TZH juga pernah markirin untuk dapet uang jajan,” tuturnya. “Jadi ketika TZH ditahan tuh ibu suka kangen, karena kalo mau minta tolong udah enggak ada TZH di rumah.”
Kawan-kawan para terdakwa juga hadir memberikan dukungan di pengadilan. Obem (bukan nama asli) menyebutkan bahwa kehadiran mereka sebagai bentuk solidaritas. “Apa yang mereka perjuangkan kan bukan hanya untuk perjuangan mereka sendiri gitu untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Mereka juga memberikan dukungan moril kepada keluarga terdakwa. “Kami upayakan terus men-support, membantu secara langsung, karena mereka pun tetap bagian dari perjuangan yang harus tetap dijaga,” katanya.
Obem menilai dakwaan terlalu berlebihan. “Terutama terkait tentang penghasutan ataupun pengajakan,” tandasnya.
Rusdi (bukan nama asli) menyatakan bahwa penahanan para terdakwa merupakan bentuk kriminalisasi. “Tapi tentang kita semua bagaimana hukum lagi-lagi dijadikan sebagai alat kekuasaan untuk merepresi masyarakatnya,” tegasnya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB