May Day 2025 di Bandung, Menyorot Kerentanan Kaum Buruh dan Ancaman Regulasi Represif
May Day 2025 di Taman Cikapayang, Bandung. Aliansi buruh menyuarakan penolakan terhadap UU TNI yang dinilai mengancam ruang gerak perjuangan buruh.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah2 Mei 2025
BandungBergerak.id - Para buruh dari berbagai sektor industri berkumpul di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Kamis, 1 Mei 2025, dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day. Mereka tergabung dalam Aliansi Buruh Bandung Raya (ABBR) untuk menyuarakan penurunan kesejahteraan buruh serta regulasi-regulasi negara yang semakin tidak berpihak. Isu utama yang diangkat kali ini adalah penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang dinilai mengancam kebebasan sipil, termasuk ruang gerak perjuangan buruh.
Aksi ini berlangsung semarak dengan orasi, poster tuntutan, hingga pementasan seni. Namun di balik ekspresi budaya yang kreatif, tersimpan kegelisahan mendalam atas situasi kerja yang semakin tak menentu. Buruh dari sektor tenaga kebersihan, pabrik, industri kreatif, dan media menyampaikan persoalan yang mereka hadapi sehari-hari—mulai dari jam kerja tak pasti, upah di bawah standar, hingga minimnya perlindungan hukum. Warga dari daerah konflik agraria Dago Elos dan Sukahaji juga bersolidaritas untuk aksi para buruh ini.
Altaf, Humas Aliansi Buruh Bandung Raya, menyoroti secara khusus pasal 7 dalam revisi UU TNI yang membuka peluang keterlibatan militer dalam urusan sipil, termasuk isu ketenagakerjaan.
"Kita masih mengingat kasus Marsinah, seorang buruh perempuan yang dibunuh setelah menyuarakan hak-haknya. Ia terakhir ditemukan meninggal dunia, dan ini adalah pelanggaran HAM berat yang tak boleh terulang," ujar Altaf.
Menurut Altaf, kondisi saat ini memperlihatkan negara cenderung mengedepankan pertumbuhan ekonomi semu yang dibayar dengan eksploitasi sumber daya alam secara brutal. “Kami juga menyerukan reformasi agraria sejati dan industrialisasi nasional sebagai solusi jangka panjang,” terangnya.
Dalam bidang ketenagakerjaan, aliansi ini mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) dan penjaminan hak dasar buruh, termasuk akses terhadap layanan kesehatan. Menurut Altaf, hidup layak bukan soal upah, namun juga terpenuhi hak-hak dasarnya.
Ia juga menyoroti kondisi pekerja industri kreatif yang sering diabaikan dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan. “Bahwa buruh bukan hanya mereka yang bekerja di pabrik garmen atau tekstil. Pekerja di industri kreatif juga adalah buruh. Meski pun disebut ‘fleksibel’, sistem kerja mereka justru seringkali menjerat dengan jam kerja tidak pasti, tanpa kontrak, dan minim perlindungan hukum,” ungkapnya.
Altaf menegaskan bahwa negara dan korporasi tidak boleh semena-mena terhadap buruh. “Bahkan dianggap sebagai ‘limbah’ ketika mengalami kecelakaan kerja,” sebutnya.
Jurnalis dan Pekerja Media, Buruh yang Kerap Terlupakan
Bersama aliansi, para buruh media seperti jurnalis turut menyuarakan tuntutan mereka. Melalui poster dan siaran pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung menyoroti nasib jurnalis yang kerap diabaikan hak-haknya, baik secara upah maupun perlindungan kerja. AJI Bandung menyebut masih banyak jurnalis yang digaji jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK), bahkan ada yang hanya dibayar per berita tayang. Belum lagi dengan gelombang PHK yang kini mendera industri media.
“Upah yang jauh di bawah UMK tidak mencerminkan tingkat kesulitan dan risiko pekerjaan para wartawan sehingga mengganggu profesionalitas mereka,” kata pernyataan resmi AJI Bandung.
Hak-hak normatif seperti cuti dan waktu pemulihan juga kerap dilanggar. Selain itu, AJI Bandung menekankan pentingnya pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) sebagai penghargaan atas kerja keras jurnalis sepanjang tahun. “Setiap perusahaan media wajib memenuhi hak ini sebagai bentuk apresiasi terhadap kerja keras jurnalis yang sudah berjuang di lapangan dengan segenap risikonya,” lanjutnya.
Di tengah risiko fisik dan mental yang tinggi, jurnalis juga harus dijamin keselamatan dan kesehatannya. AJI Bandung menegaskan bahwa BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan wajib diberikan kepada semua jurnalis, termasuk yang bekerja dengan status kontrak atau freelance.
AJI Bandung mengajak para buruh media untuk menguatkan solidaritas dengan membangun serikat pekerja secara internal maupun di masing-masing perusahaan media. Serikat pekerja penting untuk menyuarakan tuntutan para pekerja. Dalam hal ini, jurnalis tidak mungkin berjuang sendirian dalam menuntut kesejahteraannya.
Baca Juga: Pergi sebagai Buruh Pemetik Teh, Pulang sebagai Buruh Domestik
PHK Sepihak Menimpa 230 Buruh PT Bapintri, Para Pekerja Protes Pembayaran Pesangon Dicicil 4,5 Tahun
Para Buruh Menuntut Peningkatan Kesejahteraan dalam Peringatan May Day
Solidaritas Warga dan Ketegangan Setelah Aksi
May Day 2025 di Bandung juga menjadi panggung solidaritas lintas isu. Warga Dago Elos dan Sukahaji hadir dalam aksi menyuarakan perlawanan terhadap penggusuran dan perampasan ruang hidup.
“Perjuangan buruh termasuk perjuangan hak ruang hidup, dan perjuangan ruang hidup adalah hak setiap individu yang patut diperjuangkan,” kata Ayang, mewakili warga saat membacakan pernyataan sikap.
Mereka menyampaikan dukungan terhadap perjuangan warga Sukahaji serta mendesak penghapusan penggunaan Eigendom Verponding sebagai modus mafia tanah. Warga menilai status hukum tanah kolonial itu seharusnya tak lagi berlaku karena telah diatur dalam UU Pokok Agraria dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979.
Aksi damai ini berlangsung hingga pukul 14.00 WIB. Namun setelah aliansi membubarkan diri, sekelompok orang berpakaian hitam juga turut turun ke jalan untuk melakukan pelemparan molotov dan petasan ke arah polisi. Polisi membalas dengan memukul mundur massa ke arah Jalan Dipatiukur menggunakan kendaraan water cannon.
Kabid Humas Polda Jabar Hendra Rochmawan menyatakan bahwa kelompok tersebut melakukan provokasi. “Mereka melakukan pelemparan batu, molotov, dan petasan kepada polisi. Dan akhirnya kami memanggil Dalmas untuk bisa menahan mereka,” jelasnya.
Hendra menambahkan bahwa bentrokan berlangsung sekitar 20 menit sebelum berhasil dikendalikan. “Aksi ini cukup merepotkan karena mereka mencegat beberapa kendaraan. Kita pukul mundur mereka menuju Dipatiukur, dan situasi saat ini sudah kondusif,” terangnya.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artiikel lain tentang Kelas Buruh