DATA SKOR INDEKS HAM KOTA BANDUNG 2020-2024: Tidak Kunjung Membaik
Hasil pengukuran yang dilakukan Lokataru Foundation menunjukkan, Indeks HAM Kota Bandung dalam empat tahun terakhir tidak menunjukkan perbaikan.
Penulis Reza Khoerul Iman2 Agustus 2025
BandungBergerak.id – Ruang kebebasan sipil di Indonesia terus menerus menghadapi tantangan serius. Rezim silih berganti, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih terjadi; mulai dari kekerasan di luar hukum oleh aparat pada peserta aksi unjuk rasa di Indonesia, beragam pembangunan yang merampas hak masyarakat adat, dan yang terbaru perundungan digital yang dialami oleh seorang aktivis demokrasi karena mengkritik kebijakan soal pendengung (buzzer) di pemerintahan.
Di tingkat lokal Kota Bandung situasinya tidak jauh berbeda. Di kota yang mengklaim ramah HAM ini banyak pelanggaran HAM dan demokrasi, mulai dari maraknya kasus sengketa agraria yang mengancam terampasnya ruang hidup, seperti di Dago Elos, Sukahaji, dan Cicalengka (Kabupaten Bandung).
Tindakan represif aparat juga mewarnai aksi-aksi unjuk rasa Indonesia Gelap atau penolakan UU TNI. Belum lagi dengan beragam tindak diskriminasi terhadap kelompok minoritas gender dan agama. Seluruhnya menjadi cerminan kacaunya situasi kebebasan sipil di Kota Bandung.
Di tengah situasi tersebut, masih sedikit alat ukur yang independen dan berbasis masyarakat sipil yang mampu menilai kinerja negara dalam pemenuhan HAM secara objektif. Menanggapi kebutuhan ini, Lokataru Foundation menyusun Indeks HAM di Kota Bandung 2020-2024 sebagai instrumen advokasi dan pemantauan untuk memberikan acuan yang objektif dan progresif bagi publik serta pembuat kebijakan.
Lokataru Foundation secara khusus mengukur tiga hak fundamental yang dianggap sebagai ciri utama penyusutan ruang sipil, karena dinilai berdampak langsung pada kemampuan warga untuk berpartisipasi bebas dalam kehidupan publik, sosial, dan politik. Tiga di antaranya adalah hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul; hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; dan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Hasil temuan Lokataru menyebutkan, dalam rentang tahun 2020-2024 skor indeks HAM di Kota Bandung selalu berada dalam kategori cukup buruk, bahkan turun menjadi buruk pada 2024.
Baca Juga: Data 10 Tender di Kota Bandung dengan Nilai Tertinggi Tahun 2024
DATA PENDUDUK MISKIN KOTA BANDUNG 2005-2023: Ada Seratus Ribu Lebih Warga yang Masih Terjerat Kemiskinan
Apabila dirinci, pada tahun 2020 indeks HAM di Kota Bandung skornya sebesar 42.29, dengan rincian hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi hanya mencapai skor 30,0; hak berkumpul dan berserikat di angka 51.9; serta hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di angka 45.0.
Menurut temuan Lokataru, ada beberapa pelanggaran HAM yang terjadi di awal tahun pandemi, di antaranya terjadi sejumlah tindakan represif pada aksi tolak UU Cipta Kerja; regulasi yang diskriminatif pada perda ketertiban umum dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB); dan penistaan pada kelompok minoritas Syiah.
Setahun setelah pandemi melanda, skor indeks HAM Kota Bandung pada 2021 sedikit membaik menjadi 42,50, namun tetap berada dalam kategori cukup buruk. Sayangnya, perbaikan itu tidak merata. Hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi justru merosot tajam ke angka 28,1, menjadikannya hak yang paling terpuruk di tahun itu. Sementara itu, hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan mencatat skor 47,5, dan hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul tetap stagnan di 51,9.
Tahun 2021 juga masih diwarnai pelanggaran HAM meski pandemi belum reda. Tindakan represif aparat mewarnai aksi-aksi seperti protes terhadap kelonggaran PPKM dan penolakan penggusuran lahan di Tamansari. Di sisi lain, regulasi yang diskriminatif, terutama dalam bentuk perda ketertiban umum, terus berlaku. Kelompok Syiah dan umat Kristiani kembali menjadi sasaran penistaan.
Masih di tahun pandemi, pada 2022, skor indeks HAM Kota Bandung meningkat menjadi 45,42, meskipun masih dalam kategori cukup buruk. Hak berpendapat dan berekspresi membaik ke 40,6, sementara hak beragama dan berkeyakinan berada di angka 45,6, dan hak berserikat dan berkumpul tetap di 50,0.
Namun, pelanggaran tetap terjadi. Tahun itu diwarnai tindakan represif dalam aksi tolak RKUHP. Bahkan, kelompok Syiah kembali mendapat tekanan lewat pembentukan organisasi masyarakat keagamaan anti-Syiah, yang mengancam keberagaman berkeyakinan di kota ini.
Pada 2023, tren perbaikan kembali terhenti. Skor indeks HAM menurun ke 44,59, dengan hak berpendapat dan berekspresi turun ke 40,0, hak beragama dan berkeyakinan ke 43,8, dan hak berserikat dan berkumpul tetap di angka 50,0. Tahun ini kembali diwarnai tindakan brutal aparat, kali ini dalam aksi menolak penggusuran lahan di Dago Elos, serta aturan diskriminatif yang tetap bercokol. Penistaan terhadap kelompok Syiah juga belum berhenti.
Situasi memburuk drastis pada 2024, saat skor indeks HAM anjlok ke 39,38, memasuki kategori buruk. Hak berpendapat dan berekspresi menjadi yang paling memprihatinkan, jatuh ke 24,4. Sementara itu, hak beragama dan berkeyakinan di 45,6, dan hak berserikat dan berkumpul turun ke 48,1.
Di tahun ini, pelanggaran terjadi pada aksi peringatan darurat dan aksi Palestina. Kelompok Syiah serta umat Kristiani kembali menjadi target intoleransi.
Di akhir laporan, Lokataru Foundation berkesimpulan bahwa kinerja Pemerintah Kota Bandung dalam menjaga dan memenuhi HAM sepanjang lima tahun terakhir masih sangat jauh dari kata baik.
“Pemerintah Kota Bandung menunjukkan sikap pasif dalam merespons pelanggaran HAM, tercermin dari ketidakpedulian terhadap berbagai insiden pelanggaran yang terjadi. Secara aktif, Pemerintah Kota Bandung juga turut merintangi pemenuhan HAM melalui penerapan regulasi yang diskriminatif dan keterlibatannya dalam sejumlah pelanggaran,” demikian laporan resmi Lokataru Foundation.
Lokataru merekomendasikan agar pemerintah menghapus peraturan daerah yang bersifat diskriminatif dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, seperti Pergub Jabar 12/2011, Perda: 9/2019, dan beberapa peraturan lainnya; kemudian menyusun regulasi daerah yang menjamin perlindungan serta pemenuhan sepuluh hak dasar berdasarkan prinsip Kota Ramah HAM; dan meningkatkan kapasitas komunitas terdampak, jurnalis, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil dalam pendokumentasian kasus pelanggaran HAM di Kota Bandung.
Lima tahun sudah HAM di Kota Bandung berada dalam kondisi darurat. Mau sampai kapan kondisi ini terus berlanjut?
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB