• Berita
  • Mengurai Perkara Parah Kemacetan Bandung di Mata Orang-orang Muda

Mengurai Perkara Parah Kemacetan Bandung di Mata Orang-orang Muda

Kelas Liar 2 berisi orang-orang muda yang membedah isu-isu perkotaan seperti kemacetan di Bandung Raya. Transportasi umum dan penataan kota menjadi sorotan.

Gambar para caleg dan salah satu Capres di belakang Angkot saat melewati jalan di Ujung Berung, Bandung. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)

Penulis Rita Lestari19 Agustus 2025


BandungBergerak.id - Meningamati deretan gedung tua di atas angkutan umum di Bandung menjadi bagian tak terpisahkan dari program Kelas Liar 2. Kelas ini dimulai sejak peserta meninggalkan rumah, maik transportasi umum sebagai sarana untuk merefleksikan, merasakan, dan mengalami langsung sebelum akhirnya mengkritik sistem transportasi dan penataan kota.

“Perkara Parah Kemacetan Bandung” menjadi tema Kelas Liar 2 yang diselenggarakan 9 Agustus 2025 di Toko Buku Pelagia, Jalan Kebon Jati B, Kota Bandung. Di kelas ini dibedah akar masalah kemacetan, kebijakan tata kota, juga transportasi yang aman dan layak bersama peneliti dari Labtek Indie Amanda Mita, dosen perencanaan wilayah dan kota ITENAS Ratna Agustine, dan Transport For Bandung Muhammad Zulyadri Aktivis.

Para peserta Kelas Liar saling mengutarakan pandangan dan pengalamannya ketika menggunakan transportasi umum. Kebanyakan peserta merasakan waktu perjalanan yang lama karena harus melewati ngetem dan kemacetan.

Diskusi ini mengungkap bahwa kemacetan berada diurutan pertama masalah yang paling banyak diresahkan masyarakat Bandung, mengalahkan masalah infrastruktur, sampah, dan korupsi. Dari hasil jawaban yang telah disarikan mereka berpendapat bahwa kemacetan disebabkan oleh minimnya transportasi umum yang layak, terutama aksesibel dan keterjangkauan, meningkatnya penggunaan mobil pribadi, abainya pemerintah, premanisme dalam pengelolaan transportasi umum, pertumbuhan kota (urban sprawl) tidak terkendali, tata kota yang buruk, juga tidak tertibnya warga dalam berlalu lintas.

“Kalau kita tidak jadi bagian dari solusi maka kitalah bagian dari masalah,” ucap Amanda.

Ia menjelaskan, orang muda punya energi yang besar untuk menggerakan orang lain dan aktif mencari solusi.

Mengurai Akar Kemacetan

Ratna Agustine mengemukakan data Kementerian Perhubungan 2024 bahwa kerugian kemacetan di Bandung bisa mencapai 12 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut dihitung berdasarkan kerugian yang timbul dari segi ekonomi, waktu, lingkungan, kesehatan, sosial, penurunan produktivitas, juga kesenjangan akses dan pendidikan.

Ia juga menjelaskan berbagai kondisi yang dapat menimbulkan kemacetan seperti tingkat pertumbuhan penduduk, motorisasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terbatasnya dana pemerintah, adanya perubahan aktivitas guna lahan yang cepat dan dinamis, hingga tidak adanya perencanaan angkutan umum yang komprehensif.

Tata kota dinilai masih belum efektif. Sebagai contoh, di kota-kota maju seperti Paris, Prancis menerapkan perencanaan kota yang bertujuan agar warga dapat mengakses sebagian besar kebutuhan utama mereka dalam waktu 20 menit berjalan kaki ataupun bersepeda. Jarak dari rumah menuju tempat atau fasilitas umum terbilang dekat dan mudah diakses.

Di Indonesia hanya sebagian kecil wiayah yang punya fasilitas lengkap dan dapat diakses dalam radius 20 menit. Maka dari itu kebutuhan akan kendaraan pastilah tinggi dan dibutuhkan transportasi umum yang memadai. 

“Angkutan umum harus ada bukan cuma untuk mengatasi kemacetan, tapi karena dia public service (pelayanan umum). Nah di Indonesia ini malah jadi matapencaharian,” ujar Ratna.

Kemacetan tidak bisa lepas dengan kondisi transportasi umum, Jika transportasi umum tidak nyaman, tidak tepat waktu, dan tidk terintegrasi Masyarakat akan memilih kendaraan pribadi. Di kota kota maju transportasi umum itu andal, cepat, dan nyaman, kemacetan cenderung berkurang karena lebih banyak orang meninggalkan kendaraan pribadi. Jika dipetakan terdapat 3 akar masalah yang mempengaruhi sistem transportasi dan berkontribusi terhadap kemacetan atau buruknya layanan transportasi umum

Baca Juga: KELAS LIAR #2: Membedah Kemacetan Bandung Setelah Turun dari Angkot
KELAS LIAR #1: Membedah Pola Penggusuran Kampung Kota di Bandung dan Langkah-langkah Advokasinya

Suasana Kelas Liar #2 di Toko Buku Pelagia, Bandung, Sabtu 9 Agustus 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Suasana Kelas Liar #2 di Toko Buku Pelagia, Bandung, Sabtu 9 Agustus 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Meniti Jalan Menuju Solusi

Muhammad Zulyadri (Zul) dari Transport For Bandung mengusulkan penerapan skema buy the service untuk angkot di Bandung, di mana operator dibayar per kilometer dan sopir mendapat gaji tetap. Ini menghilangkan pola setoran harian yang mendorong sopir menunggu lama atau berlomba di jalan. Dengan skema ini, rute dan jadwal angkot menjadi lebih disiplin, keamanan meningkat, dan angkot dapat menjadi pengumpan bagi bus dan kereta.

Di sektor bus, solusi yang diusulkan adalah integrasi layanan DAMRI dan Trans/Metro/JabarTrans, sehingga rute, jadwal, dan tarif lebih terkoordinasi. Di perkeretaapian, rencana mencakup elektrifikasi kereta dan reaktivasi jalur yang tidak aktif, memperluas jangkauan layanan kereta komuter. Integrasi angkot dan bus di stasiun-stasiun mendukung kereta sebagai tulang punggung transportasi.

Ketiga solusi ini berfokus pada profesionalisasi layanan, integrasi moda transportasi, dan peningkatan kapasitas angkutan massal. Jika diterapkan bersama, efeknya akan mengurangi kemacetan dan meningkatkan mobilitas masyarakat. Namun, perubahan hanya bisa terjadi jika infrastruktur transportasi umum memadai. "Sambil pemerintah memperbaiki, kita boleh berisik," ujar Zul.

Transport for Bandung bekerja untuk meningkatkan transportasi umum di Bandung Raya melalui edukasi, advokasi, dan kolaborasi. Komunitas ini sudah menghasilkan peta transportasi yang diterapkan sebagai SOP wajib dan mengelola Forum Diskusi Transportasi Bandung (FDTB) dengan lebih dari 1.200 anggota serta 13.000 pengikut di media sosial.

Melalui edukasi tentang rute dan masalah transportasi umum, advokasi dengan audiensi dan lokakarya, serta kolaborasi dengan instansi dan komunitas, Transport For Bandung berupaya membangun sistem transportasi yang lebih efisien dan terintegrasi.

Mujahidah Aqilah, salah satu peserta Kelas Liar 2, berharap orang-orang muda bisa terus menyuarakan isu-isu perkotaan di Bandung Raya. “Semoga bisa mengadvokasi isu kemacetan dan transportasi umum kepada banyak orang, khususnya pemerintah, untuk pergerakan yang lebih baik ke depannya," pesan Mujahidah.

 

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//