Kain Kasang Tukang #2: Wastra Sunda yang Sarat Nilai Filosofis
Kain kasang tukang yang dikoleksi Sanggar Sagati, Pangandaran sarat dengan nilai-nilai filosofis dan spiritual. Ia menggambarkan kehidupan dan kematian.

Merrina Listiandari
Penulis sejarah dan budaya. Bisa dihubungi via FB: Merrina Kertowidjojo, IG: merrina_kertowidjojo
22 Agustus 2025
BandungBergerak.id – Kain Tenun di Nusantara diperkirakan telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Walaupun tidak terdokumentasi dengan lengkap, namun beberapa temuan arkeologi menunjukkan bahwa budaya menenun telah ada bahkan sejak zaman prasejarah (Neolitikum). Beberapa tinggalan seperti sisa tenunan yang berasal dari serat pohon pinang terdapat di situs prasejarah Gua Harimau, di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Bukti uji karbon situs Gua Harimau berasal dari 3.000 tahun yang lampau.
Peninggalan budaya tenun berupa teraan (cap) tenun serta alat pintal, kereweng-kereweng bercap kain tenun dan bahan tenunan ditemukan di situs Gilimanuk, Melolo, Sumba Timur, Gunung Wingko, dan Yogyakarta. Bukti lain yang menunjukkan aktivitas menenun sudah ada sejak masa prehistoris juga dapat kita temui pada relief batu umpak di Museum Trowulan Mojokerto (Nuraini, Falah ; 2022).
Di Jawa Barat jejak budaya tenun masih dapat ditemui pada masyarakat adat yang sangat kuat akar tradisi serta budayanya seperti pada masyarakat adat Baduy, di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten, dan Kasepuhan Gelaralam (Ciptagelar) di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kedua Masyarakat adat yang diperkirakan telah ada sejak abad ke 14 tersebut merupakan representasi dari masyarakat Sunda buhun, sekaligus menunjukkan bahwa kegiatan menenun sudah eksis sejak ratusan tahun yang lampau.

Tenun Kasang Cijulang
Kain kasang tukang menjadi salah satu jejak tradisi ratusan tahun di Jawa Barat. Menurut Edi Supriadi dari rumah produksi kain ecoprint Sagati di Cijulang, Pangandaran, kain tenun lawas yang menjadi koleksi Sagati diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun. Sesuai dengan namanya, tukang dalam bahasa Sunda berarti “belakang”, sedangkan kasang menurut kamus A Dictionary of the Sunda Language of Java, Jonathan Rigg, dalam bahasa Inggris adalah curtains atau screens, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti “tirai” atau “layar” (Karguna Purnama Harya, 2021).
Kasang tukang, merujuk kamus Jonathan Rigg, memiliki arti latar belakang atau background, istilah yang sering digunakan pada jurnal-jurnal dalam bahasa sunda yang menuliskan kasang tukang sebagai latar belakang masalah atau penelitian penulisnya. Senada dengan definisi tersebut, Edi Supriadi menjelaskan, kain tenun kasang tukang koleksi sanggarnya memiliki panjang sekitar 20 meter dan berfungsi sebagai latar yang dipasang di dinding atau menjadi tirai dalam ruangan bila ada acara hajatan.

Jenis Serta Fungsi Kain Kasang
Dalam tradisi Sunda kuna, kematangan seorang perempuan sehingga dianggap sudah siap membina rumah tangga salah satunya diukur dengan kemampuannya menenun. “Selain dikerjakan sebagai pengisi waktu, perempuan juga kalau sudah bisa bikin kain kasang dianggap sudah siap nikah,” tambah Edi.
Dalam tradisi Sunda, ada beberapa jenis kain kasang. Selain kasang tukang, dikenal juga kasang boeh dan kasang jinem. Semuanya memiliki teknik pembuatan yang sama dengan cara memintal kapas hingga menjadi benang, lalu benang ditenun dengan menggunakan alat tenun yang disebut gedogan. Yang membedakan hanyalah fungsi serta warna dari ketiga jenis kain kasang tersebut.
Berbeda dengan kasang tukang yang memiliki fungsi sebagai kain latar ataupun tirai, kasang boeh ini memiliki fungsi sakral yaitu sebagai pembungkus mayat atau kain kafan. Karenanya kasang boeh memiliki warna putih polos, kasang tukang dan kasang jinem memiliki warna cerah.
Kasang boeh dan kasang jinem sama-sama memiliki fungsi sakral. Kasang boeh memiliki makna yang erat dengan kesedihan dan kematian, sebaliknya kasang jinem memiliki makna yang erat dengan kegembiraan dan kehidupan. Kain kasang jinem merupakan salah satu syarat yang harus ada dalam tradisi ngeuyeuk seureuh pada tradisi perkawinan adat Sunda.
Ngeuyeuk memiliki arti menjalin atau memintal benang dengan menggunakan alat pintal yang disebut kanteh. Dan seureuh berarti sirih dalam bahasa Sunda. Ngeuyeuk seureuh merupakan sebuah prosesi atau upacara untuk memperkenalkan proses reproduksi manusia pada calon pengantin.
Dalam ritualnya prosesi ngeuyeuk seureuh dipimpin oleh seorang perempuan tua yang disebut pangeuyeuk dengan menggunakan sirih beserta seluruh perlengkapan penunjangnya. Salah satunya adalah kain kasang jinem yang biasanya merupakan kain tenun pusaka keluarga yang ditenun sendiri dan berwarna merah.
Baca Juga: Kain Kasang Tukang #1: Budaya Menenun dalam Tradisi Sunda
NGULIK BANDUNG: Kampung Naga, Kehilangan Jejak Sejarah Akibat Peristiwa Kelam
Makna Motif Kasang Tukang
Kasang tukang koleksi Sanggar Sagati memiliki warna merah yang dominan digabung dengan kelir selingan warna indigo dan putih. Gabungan ketiga warna itu disusun sangat artistik sehingga menghasilkan sebentang kain dengan komposisi warna serta motif yang sangat cantik. Dalam teknik pewarnaannya kain tenun ini pun memiliki pigmen warna yang berasal dari alam. Merah didapat dari akar manggis, serta pigmen gelap didapat dari tanaman tarum (nila).
Dalam pandangan penulis yang awam, tidak terdapat motif khusus yang tampak di atas kain tenun kasang tukang yang merupakan pusaka keluarga. Namun ternyata pandangan penulis salah. Menurut Edi Supriadi, di atas tenun kasang tukang terdapat motif daun yang memiliki makna yang sangat dalam terkait siklus kehidupan manusia.
Menurut kepercayaan Sunda, manusia berasal dari dua unsur yang terlihat dan tidak terlihat . Dalam konteks Islam, manusia terdiri dari ruh dan jasad. Seorang manusia akan menjalani kehidupannya bermula dari saat ia berada di alam rahim.
Saat usianya memasuki 4 bulan dalam kandungan ibu, ruh mulai ditiupkan hingga saatnya dilahirkan ke dunia dalam usia kandungan 9 bulan. Sejak itulah ia menjalani pahit getirnya kehidupan sebagai manusia dalam jangka waktu yang telah ditentukan Sang Empunya.
Berakhirnya masa kehidupan berarti adalah kematian, sehingga saatnya manusia harus dikuburkan, hingga jasad itu habis di kalang tanah dan berlanjut hidup di alam kematian. Begitulah kira-kira maksud dari motif yang ada pada kain kasang.
Keberadaan tenun dalam masyarakat Sunda telah lama tertulis tidak hanya dalam naskah-naskah kuna, namun juga dalam folklore yang hidup di tengah-tengah masyarakat Sunda. Penulis akan mengupasnya dalam artikel selanjutnya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB