• Berita
  • Mahasiswa Bandung dan Massa Ojol Kembali Turun ke Jalan, Bawa Tuntutan 17+8

Mahasiswa Bandung dan Massa Ojol Kembali Turun ke Jalan, Bawa Tuntutan 17+8

Aksi unjuk rasa masih berlanjut di depan Gedung DPRD Jawa Barat di Bandung. Massa mengusung 17 + 8 tuntutan yang ditujukan pada 6 lembaga negara.

Demonstrasi lanjutan terkait protes kenaikan pendapatan DPR dan solidaritas untuk Affan Kurniawan di Bandung, Senin, 1 September 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam2 September 2025


BandungBergerak.id – Mahasiswa, warga Bandung, hingga pengemudi ojek daring/online (ojol) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD, Kota Bandung, Senin, 1 September 2025. Unjuk rasa tersebut merupakan lanjutan aksi di hari-hari sebelumnya merespons situasi ekonomi-politik Indonesia, serta kekerasan aparat polisi.

Massa aksi mulai memadati Jalan Diponegoro sejak pukul 2 siang. Mereka langsung melakukan pemblokadean dan berorasi di jalan, sembari membentangkan poster serta spanduk berisi tuntutan dan kekecewaan pada pemerintah dan aparat.

Rahmat Rizal, salah satu orator mengungkapkan aksi ini sebagai respons bahwa negara dianggap tidak sedang baik-baik saja. Mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PPMI) itu merasa pemerintah tidak becus dalam menanggapi permasalahan dari segi ekonomi dan politik di Indonesia.

Rizal berujar aksi yang sudah berlangsung dari tanggal 25 Agustus 2025 seharusnya direspons baik oleh pemerintah, bukan malah mengabaikannya atau bahkan melakukan tindak represi melalui aparat. “Kita hadir sekarang itu melihat situasi negara yang memang sedang tidak baik-baik saja,” ujar mahasiswa UIN Gunung Djati tersebut.

Rizal juga menegaskan bahwa negara menggunakan kekerasan berlebihan atau abuse of poewer pada masyarakat yang berunjuk rasa. Puncaknya terjadi tragedi tewasnya pengemudi ojol Affan Kurniawan akibat dilindas mobil Brimob pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Menurutnya, hal ini akan menjadi masalah berkepanjangan jika terus dibiarkan. “Mereka (pemerintah) mengaktivasi aparatus represif negara untuk membungkam keluh-kesah masyarakat kayak gitu,” tandasnya pada BandungBergerak, Senin, 1 September 2025.

Maka dari itu, Rizal menegaskan bahwa pemerintah, anggota parlemen, hingga aparat harus bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi merespons unjuk rasa yang menyebabkan ratusan massa aksi terluka, bahkan meninggal. “Tidak ada damai sebelum beberapa tuntutan kita itu dituntaskan oleh negara,” terangnya.

Dia juga berharap agar pemerintah bisa mendengarkan aspirasi masyarakat dan merealisasikannya. Sebab, lanjutnya, aspirasi tak melulu datang dari anggota DPR atau partai politik. Keluhan masyarakat akar rumput sangat penting didengarkan, sebab rakyatlah yang merasakan dampak kebijakan pemerintah.

Sementara, Hanhan Alfiansya, pengemudi ojek daring yang ikut demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Barat mengatakan, dirinya datang untuk ke tiga kalinya ke aksi ini sebagai bentuk solidaritas untuk Affan Kurniawan yang meninggal dilindas polisi. Selain itu, dia datang ke aksi juga untuk membersamai warga Bandung yang sedang merasakan keterpurukan ekonomi.

“Kebijakan-kebijakan yang membuat ekonomi makin hancur, membuat kalangan bawah seperti saya susah nyari duit,” terangnya pada BandungBergerak di sela-sela aksi, Senin, 1 September 2025.

Laki-laki berumur 25 tahun itu sudah menjadi pengemudi ojol selama dua tahun. Selain ngojek dia juga mengambil keuntungan sampingan lewat aplikasi TikTok dengan memanfaatkan fitur Live di aplikasi tersebut.

Ia bercerita, pada Jumat, 29 Agusstus 2025, lalu, sempat melakukan siaran langsung lewat aplikasi Live TikTok. Ia mengaku bisa meraup keuntungan ratusan ribu selama siaran itu. Namun pada hari itu juga, TikTok menutup fitur Live sehingga ia tidak bisa melangsungkan siaran. Alhasil pendapatannya menurun juga.

“Terus apalagi saya kan penghasilan paling gede di TikTok. Sedangkan sekarang Live udah enggak bisa,” lanjutnya. Tidak hanya itu, sejak hari Jumat itu, ia juga tidak bisa mencari penumpang karena situasi yang tidak kondusif. Sehingga ia terpaksa memanfaatkan uangnya yang masih tersisa.

Baca Juga: Tersisa dari Demonstrasi di Bandung, Pesan Agar Suara Rakyat Didengar
Peserta Aksi yang Ditangkap Polisi di Bandung Berhak Mendapatkan Pendampingan Hukum

Keluhan dari Kaum Hawa

Di tengah riuhnya aksi, dua orang perempuan bergandengan tangan sembari menenteng selembar poster. Mereka adalah Tisa Ulfa, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bandung, dan Sani HS, Mahasiswa UIN Bandung.

Trisa mengungkapkan kedatangannya mengikuti aksi tersebut karena keresahan melihat ketimpangan gaji yang diterima anggota DPR RI dan penghasilan masyarakat. Ia merasakan ekonomi warga sedang terpuruk ditambah banyaknya PHK yang terjadi, di sisi lain para wakil rakyat bisa menerima gaji dalam sebulan ratusan juta rupiah. “Mereka menari-nari dengan tunjangan yang amat sangat besar nominalnya, sedangkan rakyatnya menderita,” ujar Trisa.

Senada dengan Trisa, Sani juga merasakan hal yang serupa. Ia merasakan ketidakadilan yang dialami rakyat Indonesia. “Saya turun ke aksi juga membela karena sama-sama masyarakat kecil,” tuturnya.

Sementara itu, Trisa mengaku dirinya sudah lama tidak mengikuti dinamika politik di Indonesia. Sebab menurutnya politik Indonesia stagnan dan tidak pernah membaik. “Mungkin karena kepemimpinan sekarang itu malah lebih buruk,” ujarnya.

Sedangkan Sani menganggap pemerintah abai terhadap masyarakat. Terutama dalam hal menyampaikan pendapat. Banyak aparat represif dan melakukan tindak kekerasan, sementara aspirasinya diabaikan. “Padahal kan mereka itu dibayar oleh rakyat, tapi mereka tidak peduli terhadap rakyat sendiri,” tandas Sani.

Terkait aksi rusuh yang terjadi beberapa hari lalu, Trisa menilai ada campur tangan provokator yang ingin menghilangkan substansi demonstrasi masyarakat. Dia merasa tersinggung jika dia dan masyarakat Indonesia dianggap sebagai perusuh. Trisa sendiri sudah mulai ikut unjuk rasa sejak, Jumat, 29 Agustus lalu.

“Mana mungkin massa aksi sebodoh itu untuk melakukan kerusuhan di beberapa tempat. Menurut saya pendemo yang asli murni itu tahu tujuan aksinya,” jelas Trisa. Bahkan dia juga merasa kecewa ketika mendengar sejumlah anggota parlemen yang pergi ke luar negeri di saat situasi negara sedang kacau.

Tuntutan 17+8 yang mesti dilakukan Pemerintah

Dalam unjuk rasa ini, massa aksi mengusung 17 + 8 tuntutan. Mereka meminta agar presiden menindak lanjuti ke 25 tuntutan tersebut. Tuntutan ini terbagi untuk enam lembaga negara. Adapun bunyi tuntutan ini adalah;

Tuntutan untuk Presiden Prabowo; pertama, tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak adak kriminalisasi demonstrasn. Keuda, bentuk tim investigasi independen kasus Affan Kurniawa, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan aparat selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan

Tuntutan untuk DPR; ketiga, bekukan kenaikan gaji atau tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiun). Keempat, publikasikan transparan anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR). Kelima, dorong bada kehormatan DPR periksa anggota yang bermasalah (termasuk selidiki melalui KPK).

Tuntutan untuk ketua umum partai politik; keenam, pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik. Ketujuh, umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis. Kedepalan, libatkan kader dalam ruang dialog publik bersama mahasiswa serta masyarakat sipil.

Tuntutan untuk kepolisian; kesembilan, bebaskan seluruh demonstran yang ditahan. Kesepuluh, hentikan tindakan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia. Kesebelas, tangkap dan proses hukum secara transparan anggota dan komandan yang melakukan dan memerintahkan tindakan kekerasan serta melanggar HAM.

Tuntutan untuk TNI; kedua belas, segera kembali ke barak, hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil. Ketiga belas, tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri. Keempat belas, komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.

Tuntutan untuk kementerian sektor ekonomi; kelima belas, pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (tidak terbatas pada guru, buruh, nakes, dan mitra ojol) di seluruh Indonesia. Keenam belas, ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak. Ketujuh belas buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimun dan ousourcing.

Sementara untuk delapan tuntutan tambahannya, yaitu;

  1. Bersihkan dan reformasi besar-besaran
  2. Reformasi partai politik dan kuatkan pengawasan eksekutif
  3. Susun rencana reformasi perpajakan yang lebih adil
  4. Sahkan dan tegakkan UU perampasan aset koruptor
  5. Reformasi kepemimpinan dan sistem di Kepolisian agar profesional dan humanis
  6. TNI kembali ke barak, tanpa pengecualian
  7. Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen
  8. Tinjau ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan.

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//