• Berita
  • Dongeng Bandung, Bagaimana Alam Indonesia Membentuk Sikap Nasionalisme dan Patriotisme?

Dongeng Bandung, Bagaimana Alam Indonesia Membentuk Sikap Nasionalisme dan Patriotisme?

Makna nasionalisme dan patriotisme sekarang berbeda dengan zaman dulu. Mencintai alam dan melestarikannya bagian dari sikap nasionalisme dan patriotisme.

Ilham, di acara Dongeng Bandung tentang nasionalisme, patriotisme, dan alam yang digelar Komunitas Aleut, 23 Agustus 2025. (Foto: Rita Lestari/BandungBergerak)

Penulis Rita Lestari13 September 2025


BandungBergerakAlam Indonesia membentuk jiwa nasionalisme, seperti dirasakan Ilham yang sejak kecil tinggal di kawasan pegunungan dan merasakan damai serta sejuknya bawana. Ketika dewasa, ia aktif di organisasi pecinta alam dan hingga kini masih rutin mendaki gunung.

Banyak orang asing yang terpikat dengan kekayaan alam Indonesia, salah satunya tokoh kepanduan Baden Powell. Ilham ingat Baden Powell pernah berkata bahwa sebuah bangsa tidak perlu risau jika masih cukup banyak anak muda berkegiatan di alam terbuka. Baden Powell menjadikan alam terbuka sebagai sarana pendidikan dan pembentukan karakter generasi muda.

“Betapa indahnya Indonesia, maka itu memberikan bekas dan tapak di hati dia (Baden Powell), kemudian dia lihat sendiri bagaimana kehidupan masyarakat kecil itu,” ujar Ilham, di acara “Dongeng Bandung” Komunitas Aleut, 23 Agustus 2025.

Ilham Aidit, demikian nama lengkap pengisi acara Dongeng Bandung, adalah seorang pegawai negeri sipil dan arsitek. Bersama komunitas Aleut dan audiens orang-orang muda ia membagikan pandangannya mengenai nasionalisme dan patriotisme, serta hubungannya dengan alam.

Selain memiliki kekayaan alam, Indonesia juga banyak dihuni rakyat kecil yang jujur dan ramah. Ia berharap mereka tidak dicederai.

Ia juga menekankan di era media sosial ini bahwa menjelajah alam bukan sekadar untuk konten, tapi juga untuk penghayatan dan pemaknaan.

Ilham pernah mendirikan sebuah organisasi arsitektur hijau yang setiap tahun melakukan ekspedisi ke masyarakat adat. Di sana, mereka mempelajari kearifan lokal dalam membangun rumah, seperti hubungan antara kayu dan konstruksi atap.

Ia mencontohkan desain ramah lingkungan Bandara Banyuwangi karya Andar Matin. Atap bandara ditanami tanaman, tidak terlihat seperti bandara dari atas karena saking hijaunya, dengan interior alami dan minim penggunaan AC, diganti dengan sirkulasi udara alami.

Desain arsitektur hijau yang tidak menutupi semua lahan dengan beton, tapi menyisakan ruang untuk tanaman. Menurut Ilham, arsitektur hijau mencerminkan cinta lingkungan yang juga merupakan bentuk nasionalisme.

“Kecintaan pada lingkungan, terhadap pohon-pohon saja itu juga contoh yang paling kecil terhadap kecintaan ke tanah air,” ujar Ilham.

Baca Juga: Peraturan tentang Lingkungan Hidup Kurang Taji dalam Mengatasi Pengelolaan Sampah di Indonesia
Merayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Bandung, Mendorong Realisasi Mekanisme Keadilan Ekologis Antargenerasi

Acara Dongeng Bandung tentang nasionalisme, patriotisme, dan alam yang digelar  Komunitas Aleut, 23 Agustus 2025. (Foto: Rita Lestari/BandungBergerak)
Acara Dongeng Bandung tentang nasionalisme, patriotisme, dan alam yang digelar Komunitas Aleut, 23 Agustus 2025. (Foto: Rita Lestari/BandungBergerak)

Nasionalisme dan Patriotisme

Ilham membuka Dongeng Bandung dengan mengajak peserta untuk mendefinisikan nasionalisme. “Rasa mencintai tanah air, rela memperjuangkan tanah air,” ungkap Alta, salah satu peserta.

Sementara itu, peserta lainnya bernama Dery menyebutkan bahwa nasionalisme adalah rasa cinta dan solidaritas terhadap bangsa.

Menurut Ilham, tak ada yang salah dari definisi nasionalisme yang diungkapkan para peserta. Ia kemudian memberikan contoh seorang mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri dan memakai batik selama masa studi sebagai bentuk promosi budaya dan kebanggaan terhadap tanah air.

Namun, menurutnya, jika mahasiswa tersebut diminta untuk kembali dan melawan penjajah, belum tentu ia mau. Jikalau seseorang rela berkorban untuk bangsanya, itulah yang dinamakan patriotisme.

“Nasionalisme dan patriotisme dibangun dari dasar yang sama, mencintai tanah air,” ujar Ilham.

Ia menambahkan, seseorang yang memiliki keterikatan emosional dengan negaranya dan mengatakan bahwa negaranya adalah segalanya untuknya, itu sikap nasionalisme. Tapi jika dia rela berkorban, bahkan sampai gugur dalam pertempuran, itu adalah patriotisme.

Nasionalisme merupakan nilai yang penting. Tanpa nasionalisme seseorang akan merasa minder dan apatis terhadap nasib bangsa. Namun jika berlebihan, bisa menimbulkan chauvinisme, yakni sikap merasa bangsa sendiri paling unggul dan merendahkan bangsa lain.

Ilham menelusuri jejak nasionalisme dari masa ke masa. Ia mencontohkan Jenderal Sudirman yang meski menderita penyakit paru-paru dan harus ditandu, tetap memimpin perang gerilya melawan Belanda. Kecintaan terhadap bangsa dan keyakinan bahwa kemerdekaan harus diperjuangkan menjadi wujud nyata dari nasionalisme pada masa itu.

Nilai nasionalisme juga tampak pada Dasasila Bandung, sepuluh prinsip yang lahir dari Konferensi Asia Afrika tahun 1955 dan menjadi pedoman hubungan antarbangsa, terutama bagi negara-negara baru yang merdeka dari kolonialisme.

Ilham juga menjelaskan perbedaan suasana nasionalisme di era pemerintahan Sukarno dan Suharto. Menurutnya, pada masa Sukarno nasionalisme terasa membara dan penuh idealisme. Semangat cinta tanah air tidak lagi sekadar melawan penjajahan Belanda, tetapi berkembang menjadi perjuangan melawan neokolonialisme dan imperialisme. Memasuki era Suharto, nasionalisme tetap digaungkan tetapi berubah menjadi alat stabilitas negara.

“Terjadi degradasi dalam pemaknaan nasionalisme, bahkan muncul narasi ‘kalau anda berbeda pendapat dengan saya maka anda memusuhi negara, maka anda tidak nasionalis dan anti-Pancasila’.”

Menyentuh kondisi hari ini, Ilham menyampaikan kekhawatirannya akan banyak anak muda larut dengan gadget dan bersikap apatis terhadap sekitar. Bisa dibayangkan jika seandainya hari ini terjadi ancaman pada bangsa, akankah banyak yang berani berkorban dan mengangkat senjata ataukah bersikap acuh, hanya mementingkan keselamatan diri dan keluarga?

Ia menegaskan bahwa medan perjuangan memang berbeda, namun bukan berarti perjuangan tidak bisa dilakukan. Nasionalisme pun kini hadir dalam bentuk yang berbeda. Jujur dalam pekerjaan, tidak korupsi juga termasuk nasionalisme, bahkan seorang guru yang rela berenang menyeberangi sungai demi bisa mengajar merupakan fenomena dari patriotisme.

“Masa depan bangsa itu sangat tergantung dari kecintaan warganya terhadap tanah airnya,” kata Ilham.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//