• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Peraturan tentang Lingkungan Hidup Kurang Taji dalam Mengatasi Pengelolaan Sampah di Indonesia

MAHASISWA BERSUARA: Peraturan tentang Lingkungan Hidup Kurang Taji dalam Mengatasi Pengelolaan Sampah di Indonesia

Indonesia sudah memiliki peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan sampah. Namun belum efektif menanggulangi produksi sampah rumah tangga maupun industri.

Gregorius Paskalis

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (7/11/2021). TPA yang sudah mengalami kelebihan kapasitas ini didominasi sampah plastik. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

6 Juli 2023


BandungBergerak.idIndonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah. Hal ini menimbulkan beberapa masalah, salah satunya pengelolaan sampah. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu di dalam masyarakat setidak-tidaknya akan menghasilkan sampah yang memerlukan pengolahan yang baik dan benar. 

Pemerintah Indonesia mengatur pengelolaan sampah ini dengan memberlakukan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada dasarnya mengatur tentang bagaimana perilaku yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat terhadap lingkungan hidupnya dalam hal perawatan dan pengelolaan termasuk mengatur perilaku terhadap sampah atau limbah.

Namun Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup sepertinya belum sepenuhnya memengaruhi perilaku masyarakat Indonesia karena penerapannya yang kurang merata. Jika diamati, maka akan tampak bahwa undang-undang ini lebih diterapkan secara tegas terhadap tindakan yang berdampak pada lingkungan hidup dengan skala besar seperti terhadap pembuangan dan pengelolaan limbah oleh industri dibandingkan pada tindakan dengan skala individu atau rumah tangga.

Efektivitas bagi Perilaku Individu

Melihat pada data berupa rata-rata penghasilan limbah oleh masyarakat Indonesia yang disampaikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), produksi sampah di seluruh Indonesia mencapai 175.000 ton setiap hari dengan rata-rata setiap individu menyumbang sampah sebanyak 700 gram sampah per hari. Data tersebut menampilkan gambaran bahwa dalam setahun, masyarakat dapat menghasilkan sampah hingga 60 juta ton bahkan lebih. Sampah yang dihasilkan masyarakat dikategorikan menjadi sampah atau limbah organik dan anorganik.

Substansi Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada dasarnya mendorong masyarakat untuk mengelola sampah organik dan anorganik, beracun dan yang tak beracun dengan tepat. Mengutip dari Undang Undang No. 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 69 ayat (1) huruf a yang melarang setiap orang untuk mencemari dan merusak lingkungan hidup; berarti seluruh masyarakat wajib menaati untuk tidak melakukan tindakan perusakan lingkungan. Walaupun demikian tetap saja banyak sekali individu di dalam masyarakat yang menyimpang dari apa yang sudah dilarang dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Dalam kenyataan sehari-hari, dapat kita temukan banyak sekali orang yang sampai saat ini masih membuang sampah sembarangan, baik itu di daerah perkotaan seperti di jalan raya, jalan tol, tempat-tempat publik, bahkan di daerah pemukiman juga demikian. Tidak hanya perlakuan seperti membuang sampah sembarangan saja, saat ini juga masih banyak sekali orang yang kurang atau bahkan sama sekali tidak memahami tentang pengelolaan sampah atau limbah yang baik dan benar. Banyak orang yang bahkan tidak dapat memilah sampah padahal pemilahan sampah merupakan langkah awal yang sangat penting dalam mengelola sampah. Fenomena seperti inilah yang menjadi salah satu faktor terjadinya berbagai kerusakan lingkungan seperti banjir, polusi udara, berkurangnya jumlah air bersih, dan lain sebagainya yang pada akhirnya membawa dampak buruk bagi kesehatan dan keberlangsungan hidup manusia.

Kenyataan seperti itulah yang menunjukkan bahwa Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup kurang efektif bagi individu, terutama dalam pengelolaan sampah. Efektivitas eksistensi dari Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kurang bagi masyarakat khususnya individu tampaknya bukan karena substansinya, melainkan karena pelaksanaan dan penegakannya. 

Efektivitas dan Realita Penerapannya pada Rumah Tangga

Selain itu, melihat pada skala yang lebih besar yaitu perkumpulan individu atau yang biasa disebut sebagai rumah tangga ternyata sampai saat ini masih banyak menyumbang berbagai tindakan terhadap limbah rumah tangga yang merusak dan mencemari lingkungan hidup. Secara umum, limbah rumah tangga merupakan limbah yang mayoritas tidak beracun karena merupakan limbah atau sampah yang berasal dari kawasan komersial.

Meskipun demikian, bukan berarti bahwa limbah rumah tangga tidak berbahaya bagi lingkungan hidup. Salah satu kendala yang saat ini dihadapi adalah penggunaan plastik yang sangat boros dalam rumah tangga. Plastik yang merupakan sampah yang sangat sulit diuraikan saat ini tingkat produksinya sangat tinggi dan salah satu pihak yang menggunakan plastik terbanyak saat ini adalah rumah tangga. Contoh nyata sederhana saat ini adalah penggunaan plastik kresek oleh rumah tangga yang biasa digunakan untuk berbelanja baik di pasar tradisional maupun modern.

Plastik kresek yang biasa digunakan sebagai kantong belanja oleh rumah tangga sebenarnya bisa digunakan berulang kali. Akan tetapi masih banyak rumah tangga yang menggunakan plastik kresek atau bahkan produk plastik lainnya yang seharusnya bisa digunakan berulang kali menjadi digunakan sekali pakai. Hal ini jelas menyimpang dari apa yang terdapat dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang pada prinsipnya menganjurkan untuk mengelola sampah dengan cara 3R yaitu reduce (pengurangan), reuse (penggunaan kembali), dan recycle (pengolahan kembali). Tidak hanya itu, contoh nyata di atas juga menyimpang dari Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 Pasal 35 ayat (2) huruf c yang mengatur bahwa masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. 

Banyaknya penyimpangan-penyimpangan tersebut membuat kita ingin mengetahui bagaimana dari sisi penegakannya. Sejauh ini, dari pengamatan sehari-hari dan dari berbagai media berita, jarang ditemukan adanya penegakkan yang tegas terhadap pihak rumah tangga yang menyimpang bahkan melanggar Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain dari penegakannya yang kurang, perlu diperhatikan juga bagaimana peran pemerintah dalam turut serta berperan mendorong, mendukung, memfasilitasi rumah tangga dalam mengelola limbah.

Pemerintah sampai saat ini sudah menyediakan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah untuk wilayah tertentu. Namun, penyediaan TPS oleh pemerintah seperti yang sudah disebutkan juga dalam Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 belum cukup. Pemerintah sebagai salah satu penunjang pelaksanaan peraturan juga seharusnya tanggap terhadap tindakan perusakan lingkungan oleh rumah tangga melalui pembuangan sampah rumah tangga yang sembarangan.

Namun, kenyataannya tidak selalu sesuai dengan pemikiran ideal. Banyak sampah yang dibuang bahkan di pinggir-pinggir jalan. Contohnya, di sepanjang kawasan jalan raya Cilebut, Kabupaten Bogor, banyak sampah rumah tangga yang menumpuk tinggi. Salah satu contoh kecil tersebut juga terjadi di berbagai wilayah lainnya di Indonesia. Ini sudah cukup membuktikan bahwa pemerintah sebagai pihak yang tidak hanya menegakkan undang-undang, tetapi juga menunjang pelaksana undang-undang masih kurang tanggap dalam menangani urusan terkait pengelolaan lingkungan khususnya terhadap sampah rumah tangga yang juga berpengaruh pada efektivitas keberadaan Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup itu sendiri yang semakin terkesan kurang efektif bagi rumah tangga.

Pengelolaan Limbah di Lingkup Industri

Dari sisi lain, tindakan-tindakan perusakan lingkungan hidup seperti pembuangan limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu yang mencemari dan merusak lingkungan tidak hanya dilakukan oleh individu dan rumah tangga dalam masyarakat, tetapi juga lebih besar skalanya daripada itu yang juga dilakukan oleh pabrik-pabrik atau industri. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki banyak sekali perusahaan manufaktur atau pabrik. BPS mencatat, setidaknya terdapat sekitar 1.628 perusahaan manufaktur skala besar dan menengah yang tersebar di lima wilayah  Jakarta. Jumlah perusahaan manufaktur yang sangat banyak tersebut sangat berdampak pada jumlah limbah yang dihasilkan dari masing-masing perusahaan manufaktur.

Pabrik atau perusahaan manufaktur dikenal sebagai produsen limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Oleh karena itu perlu bagi perusahaan manufaktur untuk mengelola limbah yang mengandung kadar B3 tersebut sebelum dibuang agar tidak mencemari dan merusak lingkungan.

Melihat pada realita yang terjadi, kenyataannya masih banyak pencemaran atau perusakan lingkungan yang ditemukan oleh masyarakat akibat limbah yang dibuang oleh pabrik-pabrik atau perusahaan manufaktur tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya seperti di daerah Bengkulu, tepatnya di sungai Mertam terjadi peristiwa ribuan akibat mati yang diduga karena kawasan sungai Mertam tersebut tercemar oleh limbah pabrik. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa masih ada banyak pabrik atau perusahaan manufaktur yang bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 tepatnya pada pasal 59 ayat (1) yang mengharuskan setiap orang untuk mengolah limbah B3 apabila menghasilkan limbah B3, serta bertentangan juga pada pasal 69 yang melarang perbuatan yang mengakibatkan penceraman dan perusakan lingkungan.

Meskipun demikian, berbeda halnya dengan pengelolaan limbah berskala kecil, pengelolaan limbah berskala besar pada tingkat industri ini sangat diperhatikan dan diawasi oleh pihak pemerintah dan pihak yang bekerja pada sektor lingkungan hidup. Penegakan peraturan atau undang-undang pengelolaan lingkungan hidup khususnya pada pengelolaan limbah pada perusahaan-perusahaan manufaktur sepertinya sangat tegas hingga media berita sering kali menyorot perilaku perusahaan manufaktur yang merusak lingkungan akibat tidak membuang limbah tanpa mengolah. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa peraturan atau Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup lebih efektif bagi pengelolaan limbah berskala besar yang dilakukan oleh pabrik-pabrik menengah dan besar.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Kontroversi Diet Keto, Pertimbangkan Manfaat dan Risikonya
MAHASISWA BERSUARA: Mencetak Karakter Anak Bangsa Melalui Literasi
MAHASISWA BERSUARA: Perjanjian Perkawinan, Pentingkah?

Kesimpulan

Berdasarkan seluruh pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa peraturan atau Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup baik itu UU No. 32 tahun 2009, Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012, serta peraturan-peraturan terkait pengelolaan lingkungan hidup lainnya secara substansi atau material sudah baik adanya dan sesuai demi mewujudkan lingkungan hidup yang lestari. Namun, secara formal atau secara penegakannya memperlihatkan adanya perbedaan antara pengelolaan limbah berskala kecil yang dilakukan oleh individu dan rumah tangga dan pengelolaan limbah berskala besar yang dilakukan oleh pihak industri seperti perusahaan manufaktur atau pabrik.

Dapat disimpulkan bahwa peraturan pengelolaan lingkungan hidup secara keseluruhan dan sesuai realita tampak lebih efektif pada kegiatan terkait lingkungan hidup yang dilakukan dengan skala besar dibandingkan dengan skala kecil. Hal tersebut tentu masih keliru karena sekecil apa pun tindakan terkait perusakan dan pencemaran lingkungan hidup tetap akan berdampak dan bahkan bisa berdampak besar bagi perusakan lingkungan dan efektivitas hukum pengelolaan lingkungan.

Oleh karena itu, sebaiknya penegakan peraturan pengelolaan sampah perlu diterapkan secara lebih rata lagi baik kepada kegiatan terkait lingkungan yang berskala kecil maupun besar. Ada berbagai cara untuk meningkatkan efektivitas dari peraturan pengelolaan lingkungan hidup bagi masyarakat dalam pengelolaan sampah, misalnya seperti pengadaan gerakan-gerakan dari lingkungan RT yang memberikan penyuluhan mengenai aturan pengelolaan sampah dan pentingnya mengelola sampah, hingga ke penegasan sanksi baik kepada individu maupun perusahaan-perusahaan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//