• Opini
  • DAMRI Bandung, Harapan Tinggal Kenangan

DAMRI Bandung, Harapan Tinggal Kenangan

Alih-alih meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi publik demi mengurangi kemacetan dan polusi, DAMRI Bandung justru menutup sebagian rutenya.

Fathur Rachman

Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad.

Bagian dalam bus DAMRI Bandung. (Foto: Fathur Rachman)

7 November 2021


BandungBergerak.idSemua paham dan percaya bahwa mobilitas yang teratur perlu didukung oleh transportasi yang berkualitas. Namun sayangnya hal tersebut tidak berlaku lagi di Kota Bandung yang telah menghentikan sementara operasi bus DAMRI hingga batas waktu yang belum ditentukan. 

Manajemen bus di bawah BUMN ini mengaku perlu memberhentikan lebih dari setengah rutenya akibat kondisi keuangan yang merugi. Akibatnya, rute yang dibuka hanya 3 dari 12 rute, yaitu Jatinangor - Elang (via tol), Cibiru - Kebon Kalapa, Alun-alun Bandung - Kota Baru Parahyangan.

Kebijakan ini sungguh disayangkan untuk para pengguna, termasuk saya yang sering memakai bus DAMRI rute Dipatiukur-Jatinangor untuk mobilitas sehari-hari. Mulai dari masa sebelum pandemi yang harus cepat-cepatan untuk mendapatkan kursi di dalam bus. Kemudian, masa PPKM di mana syarat penggunanya semakin diperketat, hingga hari ini ketika ketika mendengar kabar tidak mengenakan tentang eksistensi DAMRI Bandung.

Alasan biaya dan sepi penumpang yang membuat transportasi sampai dinonaktifkan atau dikenal dengan masalah load factor itu ada benarnya. Dengan load factor, maka dapat dilihat preferensi sebagian besar pelaku pengguna transportasi umum di Bandung nampak terlihat menurun.

Dengan lurus hati juga saya dapat katakan bahwa ketika terakhir saya menggunakan moda transportasi ini, nahas dari sekian puluh kursi yang disediakan tapi yang naik saat itu hanya saya dan supir saja. Sungguh terlihat jelas saat itu keringat supir yang sia-sia, bau bensin yang terkuras, kursi berdebu tidak ada yang menduduki, dan kemacetan Bandung di akhir pekan.

“Apakah ini bus privat? Padahal, kan, ini transportasi umum,” ujar saya dalam hati.

Rasa sedih dan rasa skeptis muncul secara bersamaan dalam hati. Yang paling heran adalah ketika mempertanyakan minat masyarakat Bandung untuk memakai bus DAMRI. Apakah transportasi ini memang sudah tidak bermanfaat lagi bagi masyarakat hingga sepi peminat? Atau ini hanya karena sebatas kondisi pandemi Covid-19  membuat tidak memungkinkannya transportasi bus untuk dinaiki?

Padahal, ketika informasi pemberhentian ini tersebar di media sosial, banyak sekali yang mengeluh, banyak juga yang mempertanyakan mengapa keuangan Perum DAMRI bisa berada dalam kondisi darurat. Dari berbagai penyebab, satu di antaranya yang paling berdampak mungkin karena adanya penggelapan dana yang dilakukan oleh salah satu karyawan Perum DAMRI Bandung hingga merugi sekitar Rp 1,2 miliar.

Dari sini, dapat dipahami bahwa faktor tingkat minat masyarakat terhadap transportasi ini belum cukup menjadi alasan yang dominan. Namun dengan kasus penggelapan bisa dicermati adanya sistem yang kurang transparan dan belum ketat aturannya dalam tubuh perusahaan tersebut. Meskipun belum juga bisa dijadikan sebagai penyebab inti kerugian,

Penerapan Transportasi Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan adalah turunan dari pengembangan kota berkelanjutan (Sustainable City, Eco-City) yang mengacu pada keseimbangan antarpilar ekonomi sosial-budaya dan lingkungan hidup. Sedangkan transportasi berkelanjutan sendiri merupakan kontribusi positif bagi penerapan kota berkelanjutan.

Transportasi berkelanjutan dapat memprediksi kehidupan yang lebih baik ke depannya. Contohnya negara tetangga seperti Singapura yang terkenal memiliki transportasi publik dengan pelayanan yang nyaman. Atau di Eropa, ada Swiss yang memiliki total jaringan transportasi umumnya yang mencapai 24.500 kilometer dengan lebih dari 2.600 stasiun pemberhentian.

Manfaat adanya transportasi berkelanjutan beberapa di antaranya ialah untuk menitikberatkan kebutuhan masyarakat dengan memprioritaskan keseimbangan antargenerasi. Sementara itu, tujuan jangka pendek transportasi berkelanjutan adalah menekankan peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar dan pengontrolan terhadap emisi kendaraan, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah pemanfaatan energi alternatif atau sumber daya terbarukan.

Pertanyaannya. Jika transportasi publik diberhentikan, maka aspek seperti pengontrolan terhadap emisi kendaraan pun apakah semakin meningkat? Bagaimana cara pemerintah memperhatikan hal tersebut? Atau mungkin pemerintah pura-pura abai dan lebih memperhatikan pabrik kapitalisme yang banyak menyumbang polusi di udara?

Perum DAMRI memang sifatnya komersial dan non-subsidi. Tapi melihat kondisi seperti ini, apakah pemerintah ada inisiatif untuk mensejahterakan masyarakat dengan melakukan bantuan kepada Perum DAMRI. Pemerintah juga dirasa sudah tidak mementingkan kembali aturan awal dibentuknya “Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia” alias DAMRI.

Padahal dalam Maklumat Menteri Perhubungan RI No.01/DAM/46 yang membentuk DAMRI dinyatakan, tugas utama DAMRI melaksanakan pengangkutan darat dengan bus, truk, dan angkutan bermotor lainnya. Aturan ini tentu sejalan dengan tujuan transportasi berkelanjutan agar masyarakat didorong untuk lebih memilih transportasi publik.

Harapan dari Kualitas Kehidupan yang Baik

Sekretaris Perusahaan Perum DAMRI Sidik Pramono yang mengatakan bahwa Perum DAMRI akan mengupayakan pelayanan terbaik bagi masyarakatnya, demi mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Hal ini membuktikan bahwa ada keseriusan Perum DAMRI untuk meningkatkan kualitas masyarakat berdasarkan teori transportasi berkelanjutan yang sebelumnya sudah dibahas.

Pertama, dapat dievaluasi dari segi pilar ekonomi dan sosial yang mencakup kegiatan ekonomi masyarakat pengguna DAMRI. Lebih jauh, transportasi publik dari segi ini akan memudahkan penggunanya terhadap akses yang mudah dan terjangkau di mana pun dan kapan pun.

Kedua, kualitas hidup dapat ditinjau dari segi lingkungan. Hal ini dapat terjadi jika sistem transportasi publik yang berada di setiap kota di Indonesia dapat efektif dalam penggunaannya, serta dapat efisien sehingga berdampak seminimal mungkin kepada lingkungan sekitarnya.

Ketiga, transportasi publik seperti DAMRI juga akan berkaitan langsung dengan kebijakan setiap perusahaan dan pemerintahan setempat. Khusus di Bandung yang sudah menjadi kota metropolitan dan menjadi tempat persinggahan orang luar kota, upaya pengurangan kemacetan dengan masifnya penggunaan bus DAMRI perlu didukung oleh pemerintah dan masyarakatnya sendiri.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//