GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (22): Gunung Kakapa dan Situ Sipatahunan, Pilihan untuk Jalan-jalan Rute Pendek di Baleendah
Tidak menjulang tinggi dan amat mudah diakses, Gunung Kakapa menyediakan pengalaman mendaki yang menyenangkan. Ada Situ Sipatahunan yang layak dikunjungi.
Gan Gan Jatnika
Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika
26 Februari 2022
BandungBergerak.id - Gunung Kakapa bukanlah gunung tinggi menjulang. Namanya pun masih terdengar asing bagi para pegiat kegiatan petualangan mendaki gunung.
Berada di sisi bagian barat Pegunungan Bukit Barisan Baleendah, lokasi Gunung Kakapa tidak jauh dari sebuah danau kecil yang dikenal sebagai Situ Sipatahunan. Dalam bahasa Sunda, situ artinya danau. Gunung Kakapa dikenal pula dengan nama Gunung Payung Baleendah.
Mengunjungi Gunung Kakapa sebaiknya dilakukan sekaligus dengan mengunjungi Situ Sipatahunan, karena jaraknya relatif dekat.
Akses dan Lokasi Gunung Kakapa dan Situ Sipatahunan
Gunung Kakapa terletak sekitar 11 kilometer ke arah selatan dari pusat Kota Bandung. Secara administratif gunung ini terletak di Kampung Cipancur, Desa Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.
Gunung Kakapa memiliki ketinggian 780 meter di atas permukaan laut (mdpl), sesuai dengan yang tertera di lembar peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) lembar peta 1208-634 edisi : 1 – 2000 judul peta Pakutandang skala 1:25.000.
Perjalanan menuju Gunung Kakapa tidaklah sulit karena jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat Kota Bandung dan kondisi jalan yang sudah bagus. Kita bisa mengarahkan kendaraan menuju selatan, melalui Jalan Mohammad Toha atau Jalan Buahbatu menuju Bojongsoang, selanjutnya menuju Baleendah dengan patokan Bundaran Baleendah dengan Tugu Juang Siliwangi-nya.
Dari Tugu Juang Siliwangi, perjalanan dilanjutkan ke arah Jalan Laswi Baleendah dan berbelok ke arah Jalan Situ Sipatahunan, hingga tiba di gapura yang cukup besar bertuliskan “Selamat datang di Taman Wisata Situ Sipatahunan Baleendah Bandung”. Dari gapura ini, jarak ke situ tak sampai satu kilometer. Kendaraan bisa diparkir di sisi situ. Saat penulis berkunjung ke lokasi ini, Februari 2022, tidak ada tiket masuk, sementara tarif parkir pun dibayar seikhlasnya.
Untuk memudahkan pencarian rute, kita bisa juga memanfaatkan layanan internet dengan memasukkan kata kunci “Situ Sipatahunan Baleendah”. Nantinya kita akan ditunjukkan rute ke sana menggunakan Google Maps.
Menuju Puncak Gunung Kakapa
Perjalanan mendaki Gunung Kakapa tidaklah terlalu berat. Ada dua jalur yang bisa dipilih, yaitu dari Situ Sipatahunan dan dari Pangipukan, Kampung Cipancur. Dari Situ Sipatahunan, jarak tempuhnya mendekati 900 meteran, sedangkan dari Pangipukan, jaraknya malah lebih dekat lagi, hanya berjalan sekitar 200 meteran sudah sampai ke puncaknya.
Jadi, lebih baik jalan kaki saja dari Situ Sipatahunan. Kendaraan bisa diparkir di kawasan Situ Sipatahunan. Jika kebetulan tidak ada petugas parkir, kita bisa menitipkannya di halaman warung sekaligus melapor untuk melakukan perjalanan. Tentu saja pemilik warung tidak keberatan karena biasanya nanti setelah melakukan perjalanan, para pendaki akan beristirahat dan menikmati makanan serta minuman di tempatnya. Menu di warung amatlah sederhana dengan harga terjangku, yakni mi instan, baso, seblak hangat, dan secangkir kopi atau minuman lainnya.
Perjalanan dari Situ Sipatahunan menuju puncak Gunung Kakapa memungkinkan kita melewati bekas Leuwi Sipatahunan yang asli, singgah di sebuah air terjun kecil yang disebut Curug Luhur, dan menyaksikan sebuah lubuk sungai yang disebut Leuwi Dulang. Kondisi air di Curug Luhur dan Leuwi Dulang ini sangat jernih, dengan lingkungan sekitarnya masih asri. Kedua tempat ini menjadi lokasi menarik untuk melakukan foto-foto sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Kakapa. Diketahui, ada sebuah bangunan wisata berukuran sekitar 3x4 meter yang sudah tak terawat di dekat Curug Luhur.
Setelah melewati Leuwi Dulang, perjalanan akan membawa kita keluar dari suasana rimbun ke tempat yang lebih terbuka dengan jalan yang lebih jelas. Terdapat beberapa permukiman warga dan beberapa kandang ternak. Permukiman ini berada tepat di kaki Gunung Kakapa. Jumlah rumahnya tidak banyak dan nama kampungnya masih mengikut ke nama Kampung Cipancur, walau ada juga yang sudah menyebutnya dengan nama Kampung Gunung Kakapa dan nama daerahnya Pangipukan.
Dari permukiman ini, perjalanan dilanjutkan sampai menemukan sebuah lahan lapang dengan bangunan saung kecil menyerupai bangunan saung ronda. Dari samping bangunan ini terdapat jalan setapak menuju puncak. Jarak menuju puncak kurang lebih 200 meteran, dengan perkiraan waktu tempuh sekitar 5 menit.
Di puncak Gunung Kakapan, kita akan menemukan sepetak lahan berkeramik putih. Beberapa waktu lalu di atas petak keramik ini masih ada bangunan. Selain petak keramik tadi, ada sebuah bangunan sederhana di puncaknya. Bangunan-bangunan ini konon dibuat untuk keperluan para peziarah yang berdoa atau melakukan ritual religi.
Beberapa bongkah batu besar terdapat di puncak Gunung Kakapa. Bentuknya mengingatkan kepada jenis batuan beku intrusi, atau batuan yang berasal dari magma, kemudian membeku di bawah permukaan tanah sebelum muncul ke permukaan. Batuan seperti ini menjadi petunjuk bahwa jutaan tahun yang lalu pernah terjadi aktivitas vulkanik kegunungapian di wilayah ini.
Selain batu-batuan besar, di puncak Gunung Kakapa tampak tumbuh semak dan pohon-pohon khas dataran tinggi lainnya. Ada pula sisa-sisa pagar yang sudah tidak terawat.
Keunikan lainnya, di puncak gunung ini terdapat sebuah patung harimau berukuran besar menghadap ke arah selatan. Patung harimau ini dibuat dan dipasang oleh Yon Zipur sehingga masyarakat menyebutnya sebagai patung harimau sipur (dari kata Zipur). Menurut cerita warga, patung ini dibuat sebagai penanda bahwa kawasan Gunung Kakapa adalah bukan milik perseorangan. Dulu kawasan ini merupakan milik Yon Zipur, sebelum diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Kabupaten Bandung.
Dari puncak Gunung Kakapa ke arah utara, kita bisa menikmati pemandangan Kota Bandung dengan gunung-gunung yang melintang dari barat ke timur. Ada Gunung Burangrang, Gunung Tangkuban Parahu, Patahan Lembang, Gunung Bukittunggul, Gunung Palasari, dan Gunung Manglayang. Ke arah selatan, akan tampak Gunung Gajahngamuk, Gunung Gadog, Gunung Koromong, Gunung Tikukur, dan Gunung Cadasgantung.
Dari puncak Gunung Kakapa juga terlihat pemandangan ke arah Situ Sipatahunan. Sangat menyenangkan jika kita bisa berada di puncak saat pagi-pagi dan langit sedang berwarna biru cerah.
Lahan di sekeliling puncak gunung ini memang sudah banyak dijadikan lahan perkebunan sayuran oleh warga. Namun ini tidak mengurangi suasana menyenangkan tempat ini. Bahkan kita bisa menghampiri para petani dan berbincang-bincang dengan mereka tentang Gunung Kakapa. Termasuk tentang kisah-kisah mitosnya. Ada kisah tentang harta karun dan hal-hal lain yang menarik.
Sekilas Situ Sipatahunan
Saat tiba di kawasan wisata Situ Sipatahunan Baleendah, kendaraan roda dua bisa langsung diparkir tak jauh dari bibir danau. Beberapa warung yang menyediakan makanan dan minuman tampak berjejer. Alunan lagu berbahasa Indonesia yang sedang populer terdengar dari radio di salah satu warung tersebut. Anak-anak kecil tampak bermain dan berlalu lalang di sekitar Situ Sipatahunan, sementara beberapa orang dewasa tampak asyik memancing. Sesekali mereka menyeruput kopi dari cangkir mungilnya.
Situ Sipatahunan bukan danau atau situ alami. Situ ini mulai dibangun pada tahun 1971 dan selesai tahun 1975, untuk keperluan pengairan di daerah Baleendah, terutama pengairan lahan pertanian. Situ Sipatahunan saat ini memiliki luas sekitar 10 hektare, dengan panjang kelilingnya sekitar 500 meteran.
Berjalan mengelilingi Situ Sipatahunan ini, kita akan menemukan beberapa hal menarik dan cocok sebagai tempat berfoto-foto. Ada sebuah jembatan atau pintu air dan pohon-pohon yang menawan di pinggir situ dan bunga-bunga berwarna mencolok di beberapa sudut situ. Bahkan kalau jeli, kita akan menemukan pohon pacing dengan bunganya yang berwarna putih mengkilap.
Terdapat juga sebuah mesin pompa air Niagara berukuran kecil. Mesin pompa air ini cukup menarik perhatian, terutama dengan tulisan relief Niagara di badannya dan warna mesinnya yang merah.
Air Situ Sipatahunan berasal dari dua aliran sungai, yaitu Ci Pancur yang mengalir dari hulunya di Kampung Cipancur di kaki Gunung Koromong, dan Ci Gajah yang mengalir dari Gunung Gajahngamuk. Dari situ ini, air dialirkan kembali menuju sebuah sungai yang akan bermuara di Citarum. Pertemuan sungai dari Situ Sipatahunan dan sungai Citarum terletak di wilayah Desa Bojongsari, 2 kilometer arah timur laut dari Situ Sipatahunan.
Dari warga, diperoleh keterangan bahwa Situ Sipatahunan sempat dikeringkan pada tahun 2021 demi perbaikan dan pemeliharaan yang berlangsung hampir satu tahun. Proyek ini berimbas pada warga yang mencari nafkah dari ramainya pengunjung. Selain itu, dengan dikeringkannya air situ, Festival Situ Sipatahunan tidak bisa terlaksana. Padahal dalam festival ini, ditampilan kreasi seni dan budaya masyarakat, semisal upacara mapag menak dan silat leutak (silat lumpur). Beruntung saat ini kondisi Situ Sipatahunan sudah kembali digenangi air.
Toponimi dan Sekilas Sejarah
Salah satu topik yang cukup menarik saat membicarakan sebuah gunung adalah tentang namanya, tentang asal-usul dan arti nama atau toponimi. Dari topik ini, kita bisa memperoleh banyak cerita tentang keterkaitannya dengan budaya masyarakat di sekitar gunung.
Toponimi Gunung Kakapa menjadi menarik karena kata “kakapa” merupakan kata yang sudah jarang digunakan. Dalam Bahasa Sunda, kata kakapa berarti ganjal yang dipasang di punggung kuda. Biasanya kuda pembawa muatan barang. Dengan dipasangi kakapa, punggung kuda terasa nyaman dan tidak lecet.
Bagaimana hubungan antara kakapa dengan penamaan gunung di Baleendah ini masih samar. Dari obrolan dengan salah satu sesepuh Kampung Cipancur, bahkan disebut bahwa sejak tahun 1990 ada perubahan nama dari Gunung Kakapa menjadi Gunung Payung, dengan makna bahwa gunung ini akan menjadi pemayung atau pelindung warga sekitarnya, dengan catatan kelestarian alamnya harus diperhatikan.
Ada pun Situ Sipatahunan dahulunya berasal dari sebuah lubuk atau leuwi. Situ Sipatahunan berarti sebuah lubuk atau genangan air terdalam dari sebuah sungai yang airnya bertahun-tahun atau sepanjang tahun tidak pernah kering. Warga dahulu menyebutnya Leuwi Cai Patahunan atau Cipatahunan (Air yang sepanjang tahun tidak pernah kering). Sebagai gambaran luasnya, dahulu Leuwi Cipatahunan ini bisa digunakan untuk memandikan banyak kerbau. Menurut penuturan warga, bisa 3-10 ekor kerbau sekaligus. Bekas Leuwi Cipatahunan ini sekarang masih bisa ditemui, berupa sebuah jembatan di bagian selatan Situ Sipatahunan.
Sementara itu, Situ Sipatahunan dahulunya berupa lahan persawahan. Jika ingin mengetahui bagaimana kira-kira bentuk leuwi, kita bisa menyusuri sungai ke hulunya. Nanti kita akan melewati Curug Luhur dan Leuwi Dulang. Memang Leuwi Dulang ini ukurannya tidak sebesar Leuwi Cipatahunan, tetapi airnya sangat jernih sehingga warga memanfaatkannya dengan memasang selang-selang penyaluran air ke permukiman.
Di salah satu sudut situ, kita akan menemukan sebuah patok beton bertuliskan nama asli tempat ini: Cipatahunan. Patok beton tersebut dipasang pada tahun 2017 oleh tim Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum.
*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)