Meiza dan Ridwan Lulus Kuliah setelah Melampaui Keterbatasan Fisik dan Ekonomi
Meiza dan Ridwan merupakan lulusan Unisba. Selama kuliah, keduanya sama-sama menghadapi tantangan berat. Pandemi membuat segalanya bertambah sulit.
Penulis Iman Herdiana3 April 2022
BandungBergerak.id - Melakoni kuliah dengan hasil memuaskan, tentu tidak mudah. Apalagi jika kuliah tersebut harus dijalani dalam keterbatasan fisik maupun ekonomi, seperti yang dialami Astri Meiliawati Agustin dan Ridwan Sadali, dua sarjana Unisba yang menjalani prosesi wisuda Maret lalu.
Astri Meiliawati Agustin atau akrab disapa Meiza adalah lulusan Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unisba. Sementara Ridwan Sadali berhasil lulus dari Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Unisba. Keduanya dilantik dan dikukuhkan sebagai sarjana pada Wisuda Gelombang I Tahun Akademik 2021/2022.
Meiza merupakan penyandang disabilitas tuna rungu. Namun dengan keterbatasan ini ia mampu menempuh masa studi normal di Unisba selama empat tahun dan memperoleh IPK 3,37 dengan predikat Sangat Memuaskan.
Perjalanan Meiza memperoleh gelar sarjana memang tidak mudah. Keterbatasan dalam komunikasi menjadi tantangan tersendiri karena harus menggunakan bahasa mulut. Ditambah dengan adanya pandemi Covid-19 yang mewajibkan seluruh masyarakat menggunakan masker membuat proses pembelajaran mengalami kesulitan.
“Meski ada online, sering buram. Kadang kali selama pembelajaran saya tidak mengerti, karena ada beberapa dosen yang tidak bawa materi yang bisa dibaca. Meski begitu metode belajar saya otodidak, belajar sendiri dan mengulas sendiri,” ungkap Meiza, dikutip dari lama resmi Unisba, Minggu (3/4/2022).
Meiza merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Ketiganya dibesarkan sendiri oleh ibunya yang merupakan guru SD di Kabupaten Ciamis setelah berpisah dengan ayahnya ketika Meiza berusia tiga bulan.
Fungsi pendengarannya terganggu ketika usianya menginjak tujuh tahun atau kelas dua SD. Waktu itu ia terjatuh dengan kepala belakang terbentur. Upaya medis pun sudah semua dilakukan hingga bor kepala untuk memasang CIF di otak sempat dilakukannya.
“Qadarullah saat itu saya bangun dari bius meski sudah di ruang operasi, dan tidak mau dilanjutkan. Lebih memilih pakai ABD (alat bantu dengar) diluar telinga saja,” ujarnya.
Meiza mengaku sempat hancur ketika pertama kali tidak bisa mendengar. Ia kesulitan dalam memahami bahasa isyarat. “Jadi komunikasi belum tahu bagaimana. Namun tanpa disadari saya sering memperhatikan orang berbicara, disaat itulah saya mulai paham bahasa mulut/lips reading,” tutur Meiza.
Seiring berjalannya waktu, Meiza mulai menerima keadaan dan tidak lantas menyerah tapi terus berusaha. Dan ia terus meraih prestasi. Di saat SMA, ia mendapat penghargaan siswa teladan, SMA didapuk penghargaan siswa berprestasi.
Selama menempuh kuliah di Unisba, ia memperoleh beasiswa dari Baitulmaal Unisba. Keterbatasan yang dimiliki ini bukan menjadi penghalang baginya untuk mengembangkan softskill, nalar dan bakatnya. Meiza aktif berorganisasi di lembaga kegiatan mahasiswa (LKM) maupun unit kegiatan mahasiswa (UKM) di lingkungan Unisba.
Tercatat empat organisasi ia ikuti selama berkuliah di Unisba, antara lain BOMPAI (Badan Operasional Mentoring Pendidikan Agama Islam), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), KSR (Korps Sukarela).
Kini Meiza bekerja sebagai marketing yang sudah digelutinya sejak sesudah melaksanakan sidang skripsi empat bulan lalu. Rencana ke depan, ia akan terus berusaha mewujudkan cita-citanya menjadi seorang akuntan dan akan terus berusaha untuk bisa mewujudkannya.
Ia berpesan agar jangan menyerah hanya karena sedang mengalami kesulitan. Yakinlah bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan.
“Yang terpenting kita tetap harus yakin dan percaya diri. Jangan menganggap kekurangan itu sesuatu hal yang besar. Yakinlah karunia Allah SWT itu lebih besar. Jadi lampauilah batasan mu,” tutupnya.
Baca Juga: Persib di antara Reruntuhan Anyer Dalam
Tak Ada Air Bersih di Ciwalengke
Menunggu Gebrakan Badan Pengelola Cekungan Bandung
Keterbatasan Ekonomi
Berbeda dengan Meiza, Ridwan harus menghadapi keterbatasan ekonomi selama kuliah. Namun meski lahir dari anak seorang pengepul, rupanya tak lantas menyurutkan semangat Ridwan untuk menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S1.
Di tengah keterbatasan ekonomi, anak kedua dari tiga bersaudara ini membuktikan dirinya berhasil lulus menjadi sarjana melalui program beasiswa Baitul Mal Unisba. Setelah mengenyam bangku pendidikan selama empat tahun, Ridwan berhasil lulus dari Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan IPK 3.65, yudisium Pujian.
“Jujur dulu saya tidak pernah berfikir untuk bisa kuliah karena kondisi ekonomi terbatas. Alhamdulillah usai menyelesaikan masa pendidikan di Pesantren Baitul Hidayah selama 6 tahun, saya menjadi salah satu orang yang terpilih untuk mendapatkan beasiswa full dari Baitul Maal Unisba,” ujar Ridwan.
Meskipun mendapatkan beasiswa, perjalanan kuliah Ridwan tidaklah berjalan mulus. Salah satu titik terberat yang harus dia lalui adalah ketika menerima keputusan bahwa sang ayah divonis terkena penyakit kanker pada tahun 2020.
“Selama Bapak sakit di tahun 2020, kita sudah tidak punya pamasukan. Bahkan, kami sampai menghutang ke saudara. Untuk meringankan biaya berobat, saya juga sempat berjualan aksesoris wanita dan suplemen secara online. Lalu menjadi reseller telur. Bahkan, ibu harus menjual aset tanah juga untuk memenuhi kebutuhan saat itu,” ucapnya.
Tak disangka, setelah berjuang selama dua tahun, Ridwan harus menelan kenyataan bahwa sang ayah harus berpulang pada tanggal 25 Februari 2022. Ridwan mengatakan, meskipun sang ayah tidak bisa hadir di moment wisuda, namun dia bersyukur karena bisa mendapat gelar sarjana sebelum sang ayah wafat.
Ridwan bercerita, meskipun keluarganya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Justru hal tersebut malah mendorongnya untuk dapat meraih gelar sarjana. Dia pun mendapat dukungan penuh dari orang tuanya selama Ridwan bisa menjaga hafalan Al-Qur’anya selepas lulus dari pesantren.
“Pesan dari Ibu lebih kepada doa. Semoga Ridwan masih bisa dikumpulkan dengan orang-orang yang menghafal, menjaga, dan mengamalkan Al-Qur’an. Alhamdulillah selama masuk Unisba dan masuk Baitul Maal, saya dipertemukan dengan orang-orang yang sama-sama mengafal Al-Qur’an,” jelasnya.
Program beasiswa Baitul Maal adalah program bantuan biaya pendidikan yang diberikan Unisba kepada mahasiswa yang memiliki potensi akademik, namun kurang mampu secara ekonomi. Selain itu, untuk mempertahankan beasiswa tersebut, mahasiswa dituntut untuk bisa meningkatkan hafalan surat Al-Qur’an di setiap semesternya. Ridwan mengatakan, selama berkuliah di Unisba, dia berhasil meningkatkan hafalannya yang awalnya 5 juz menjadi 10 juz.
Selama kuliah, Ridwan aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas angakatan 2019-2020 sebagai ketua divisi pendidikan. Dia juga aktif dalam berbagai kegiatan dan banyak menorehkan prestasi semasa berkuliah di Unisba antara lain meraih juara 2 kaligrafi dekorasi di Fakultas Dakwah 2017, mendapat juara 3 badminton tingkat fakultas tahun 2017, juara 1 pidato di porseni dakwah 2017 , juara 2 futsal 2018 dan pemenang artikel dan presentasi terbaik pada ajang Spesia 2022 Unisba dari Fakultas Dakwah.
Setelah lulus kuliah, pria kelahiran 3 September 1997 berkeinginan untuk mengikuti Program Kaderisasi Ulama (KPU) Gontor selama 6 bulan di bulan Juli. Selama di sana Ridwan berharap bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya sampai 30 juz. Selain itu, Ridwan juga berharap di tahun depan dirinya bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Malaysia. Kisah Ridwan memang menginspirasi. Ia pun berpesan, bagi mahasiswa yang sedang berjuang mencari ilmu, tetap berusaha dan berdoa karena Allah akan menolong hambanya yang mau bekerja keras.
“Pesan saya kepada seluruh anak muda yang ingin kuliah tapi terhambat ekonomi, jangan pernah merasa ekonomi orang tua adalah penghambat untuk menggapai cita-cita. Peran orang tua hanyamembantu karena kita lah berupaya memperjuangan cita-cita. Lelah boleh tapi jangan sampai menyerah menggapai cita-cita,” ujarnya.