Ramadan di Bandung Dulu dan Kini (2): Dari Ikan Emas ke Ikan Hias
Menjelang ramadan, para pemilik empang di kawasan selatan Bandung membawa ikan emas ke Pasar Ikan Cigereleng. Ada yang dijual kiloan, ada yang dilelang.
Penulis Tri Joko Her Riadi15 April 2021
BandungBergerak.id - Bandung pernah memiliki banyak sekali balong atau empang ikan yang tersebar di kawasan selatan kota, mulai dari Buahbatu, Cigereleng, Ancol, Leuwipanjang, Tegallega, Kopo, hingga Pasirkoja. Pemiliknya para tuan tanah dan saudagar dari pusat kota.
Menjelang ramadan, ada kesibukan di empang-empang itu yang menjadi perhatian para bocah kampung setempat. Para pemilik meninta pekerja-pekerja mereka menguras empang lalu membawa ikan-ikan hasil panenan ke Pasar Ikan Cigereleng. Letaknya di Jalan Mohammad Toha, dekat kantor PT. Inti (Persero) sekarang.
Sebagian besar ikan dijual kiloan. Namun ada juga lomba lelang bagi bibit-bibit ikan yang istimewa ukuran, berat, warna, dan kebugarannya. Kegiatan ini dikenal dengan istilah kongkurs.
Haryoto Kunto, dalam buku Ramadhan di Priangan Tempo Doeloe (1996), mengingat kebiasaan ganjil para pemilik ikan. Terhadap ikan-ikan emas yang sudah dipelihara lebih dari satu tahun, diberikan nama-nama kesayangan, seperti Si Geboy, Si Nyonya, Si Nona, Si Kumpay, Si Oneng, dan Si Randa Midang.
“Saking sayangnya si pemilik ikan emas dari Pasirkoja kepada ‘Si Nyonya’ peliharaannya, sirip ikan itu dipasangi anting emas sepasang,” tulis Haryoto.
Konon ikan emas berjuluk ‘Si Nyonya’ itu menjadi jawara dalam lelang di Pasar Cigereleng. Namun ujung nasibnya jelas sudah. Dimasak dengan bumbu ala Majalaya, ia jadi pepes yang disajikan di atas meja makan keluarga menak di Bandung. Nikmat lauk di menu berbuka puasa hari pertama itu betul-betul membuat perut buncit.
“Susah bangkit, ruku dan sujud ketika mengikuti salat tarawih di Masjid Agung,” begitu seloroh Kunto.
Ikan Hias
Kini sudah tidak ada empang-empang ikan di kawasan selatan Kota Bandung, terutama di sekitar Jalan Sukarno-Hatta. Lahan-lahan terbuka terdesak oleh permukiman penduduk yang kian tahun kian padat. Lelang ikan di Pasar Cigereleng pun telah tiada. Ikan emas semakin mudah diperoleh di rumah makan Sunda atau warung-warung tenda pinggir jalan.
Yang justru jadi tren dalam setahun belakang adalah kegemaran memelihara ikan hias. Pandemi Covid-19, yang memaksa setiap orang termasuk anak-anak lebih banyak tinggal di rumah, membuat ikan hias menjadi salah satu hiburan favorit.
Saking populernya, ikan-ikan hias bukan hanya dijual di lapak-lapak kaki lima di pinggir jalan atau dijajakan ke gang-gang kampung padat dengan gerobak dorong. Tabung dan kotak kaca berisi ikan hias juga mejeng di teras dan halaman depan beberapa pusat perbelanjaan. Jangan lupakan juga lonjakan penjualan lewat media-media sosial.
Mirip dengan ikan emas yang diangkut ke Pasar Cigereleng, ikan-ikan hias juga ada kelas-kelasnya. Yang biasa harganya puluhan ribu rupiah saja. Mereka yang istimewa bisa ditebus dengan harga fantastis, dari ratusan ribu hingga bahkan jutaan rupiah per ekornya.
Di Bandung, ada beberapa pusat penjualan ikan hias. Salah satunya adalah ratusan pedagang yang berderet-deret di pinggir Jalan Peta di kawasan Tegallega. Berbagai jenis ikan hias dijual di sana, mulai dari cupang, guppy, koki, koi, hingga molly. Beragam perlengkapan pemeliharaannya juga tersedia, seperti akuarium, asesoris, dan pakan.
Yuli (28) dan suaminya, pemilik Toko Kandang Lauk Fresh Water, sudah 15 tahun berjualan ikan hias. Selama pandemi, pendapatannya melonjak dua kali lipat. Segala jenis ikan hias laku dibeli orang.
“(Orang) Yang beli pada bikin aquascape, jadi minat ke semua (jenis) ikan hias,” katanya.
Begitulah suasana menjelang lebaran di Bandung telah berubah. Kalau dulu ramai jual-beli ikan emas, kini berganti ke jual-beli ikan hias.