• Buku
  • Merayakan 66 Tahun KAA: Asia Afrika Harus Memilih antara Blok Komunis dan Blok Amerika Serikat

Merayakan 66 Tahun KAA: Asia Afrika Harus Memilih antara Blok Komunis dan Blok Amerika Serikat

Jalan panjang menuju KAA tidak mudah. Butuh dua kali konferensi internasional untuk meyakinkan dunia agar mau hadir di konferensi yang digelar di Bandung tahun 1955.

Buku The Bandung Connection: Konferensi Asia Afrika di Bandung Tahun 1955, ditulis Roeslan Abdulgani. Buku ini merekam Konferensi Asia Afrika tahun 1955. (Foto: Iman Herdiana)

Penulis Iman Herdiana18 April 2021


BandungBergerak.id - Pertengahan April 1954, Presiden Sukarno dan Perdana Menteri (PM) Ali Sastroamidjojo berbicara serius di Istana Merdeka, Jakarta. PM Ali berencana pergi ke Kolombo memenuhi undangan PM Sri Lanka (Ceylon), Sir John Kotelawala, tentang Konferensi Panca-Perdana Menteri (5 PM dari Burma, Sri Lanka, India, Pakistan, dan Indonesia).

Roeslan Abdulgani yang belum sebulan menjabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri RI, menyimak pembicaraan Sukarno dengan PM Ali itu. Konferensi Kolombo didorong kekhawatiran dan peperangan di Indocina (Vietnam, Laos, Kamboja), meningkatnya agresi komunis di Asia, dan perlombaan senjata nuklir.

PM Ali akan mengusulkan konferensi yang lebih luas kepada Panca-Perdana Menteri. Niat Ali sudah tersirat saat ia pidato di Parlemen pada Agustus 1953 bahwa dalam usaha memperkokoh perdamaian dunia perlu menggelar konferensi yang diikui negara-negara Asia dan Afrika, terutama yang baru merdeka.

Rencana Ali membawa ide konferensi Asia Afrika (KAA) ke Konferensi Kolombo sejalan dengan ide Sukarno yang telah mendengungkan solidaritas Pan-Asia-Afrika pada 1929, sebelum ia dibuang Belanda ke Flores.

Saat itu, Sukarno begitu bersemangat. Sebaliknya, PM Ali tampak hati-hati. “Sebagai orang yang berpengalaman dalam liku-liku diplomasi, Pak Ali Sastoamidjojo mengemukakan perlunya sikap hati-hati dalam mengajak orang lain untuk menyetujui dan mengikuti suatu gagasan yang besar dan baru. Apalagi mengajak para Perdana Menteri!,” ungkap Roeslan Abdulgani, dalam bukunya “The Bandung Connection: Konferensi Asia Afrika di Bandung Tahun 1955” (Penerbit Gunung Agung: 1980).

Roeslan tidak ikut ke Kolombo, tapi masih bisa memantau jalannya sidang Panca-PM melalui kawat-kawat diplomatik. Delegasi yang membarengi PM Ali ialah Mr Achmad Subardjo, Ir H Djuanda, dan Max Maramis. Ternyata tidak mudah menggolkan gagasan Konferensi A-A itu.

Pada sidang ke-6 30 April 1954, PM Ali berkesempatan menyampaikan usulannya secara tegas, tentang perlunya segera menggelar konferensi yang lebih besar dari Konferensi Kolombo, yakni Konferensi Asia Afrika (KAA).

PM Burma U Nu dan PM Pakistan Moh Ali skeptis dengan gagasan PM Ali. Tapi mereka tidak terang-terangan menolak. PM Sir John Kotelawala lebih ragu lagi, dan PM India Jawaharlal Nehru menyatakan terlalu sulit menggelar konferensi yang dihadiri negara Asia Afrika. Sebelumnya, kata Nehru, konferensi besar tersebut pernah digagas, tapi mati sebelum dilahirkan.

Di tengah keraguan semua PM, Ali bersikukuh bahwa: “Saya akan merasa puas apabila Konperensi Kolombo dapat menyetujui bahwa Indonesia akan mensponsori sendiri Konperensi A-A (Asia Afrika) demikian.”

Roeslan Abdulgani menafsirkan kalimat PM Ali bahwa jika para PM ragu, jangan halangi Indonesia untuk berusaha mencari jalan konferensi A-A. Konferensi Kolombo pun menghasilkan sejumlah keputusan, dan gagasan konferensi A-A disimpan pada poin paling akhir.

Jalan Asia Afrika saat Konferensi Asia Afrika 1955 (Dok. Museum KAA)
Jalan Asia Afrika saat Konferensi Asia Afrika 1955 (Dok. Museum KAA)

Dari Bogor ke Bandung

Buku The Bandung Connection adalah buku babon Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Buku 240 halaman ini ditulis langsung oleh pelaku KAA, yakni Roeslan Abdulgani yang pada saat jalannya konferensi menjabat Sekjen KAA 1955.

Kengototan Indonesia menggelar KAA karena situasi dunia sedang gawat. Perang Dingin antara Blok Komunis (Soviet dan RRC) versus Blok Amerika (bersama Eropa Barat) tensinya sedang tinggi, bahkan menjalar ke Asia. Tahun 1953 perang Korea baru reda, tapi tidak demikian dengan situasi di Indocina. Prancis kewalahan menguasai Vietnam yang dibantu RRC. Amerika turun tangan membantu Prancis.

Indonesia terus bergrilya diplomatik memastikan para Perdana Menteri dari lima negara tetap mendukung rencana menggelar KAA. PM Ali berhasil ‘mengikat’ PM India Nehru dan melahirkan pernyataan bersama di New Delhi tentang pentingnya KAA. Pernyataan bersama juga disampaikan PM Burma U Nu di Rangoon. Lantas Panca-Perdana Menteri sepakat untuk menggelar persiaan KAA. Tempatnya di Bogor, 28-30 Desember 1954.

Senin, 27 Desember, iring-iringan PM dari Burma, India, Pakistan, Sri Lanka menuju kota hujan Bogor. Esonya, PM Ali menyampaikan pidato pembukaan konferensi tentang situasi terkini dunia yang semakin genting, khususnya ketegangan Amerika dan RRC. Ali menyampaikan hasil penjajakan Indonesia ke 14 negara-negara yang akan diundang hadir ke KAA.

Semua delegasi sepakat tentang pentingnya KAA dan mewujudkan perdamaian di Asia dan Afrika. Maksud dan tujuan KAA disusun delegasi dari India yang menghimpun semua pemikiran para Panca-Perdana Menteri.

Gagasan PM Ali terdapat dalam salah satu poin tentang perlunya negara Asia dan Afrika bersikap di tengah ancaman perang antar-blok. Menurut PM Ali, dunia sedang di persimpangan antara blok Amerika dan sekutunya, dan Blok Komunis yang dipimpin Uni Soviet dan RRC. Asia Afrika harus memilih antara ikut salah satu blok atau memilih menentukan jalan sendiri.

Konferensi Bogor memutuskan bahwa delegasi yang diundang untuk KAA adalah setingkat Menteri atau Perdana Menteri. Negara yang diundang adalah semua negara Asia Afrika yang sudah merdeka dan memiliki pemerintahan sendiri di Asia Afrika.

Negara yang diputuskan tidak diundang adalah Israel dan Afrika Selatan. Jika Israel diundang, dikhawatirkan negara-negara Timur Tengah tidak akan hadir. Masalah pelik terjadi saat membahas perlu tidaknya mengundang Taiwan dan RRC. Sikap Panca-PM sempat terbelah.  

Bagi Panca-PM, RRC adalah kunci untuk meredakan ketegangan di kawasan Asia. Saat itu, RRC dengan Taiwan sering baku tembak. RRC ingin merebut kepulauan Quemoy dan Matsu yang dikuasi Taiwan. Di wilayah itu, Armada ke-7 Amerika Serikat terus berkeliaran untuk membantu Taiwan.

Akhirnya Konferensi Bogor memutuskan mengundang RRC, dan tidak mengundang Taiwan. Negara yang akan diundang menjadi 25, total 30 dengan negara sponsor atau penyelenggara. “Angka ini merupakan separuh dari jumlah negara merdeka di seluruh dunia pada waktu itu,” terang Roeslan.

Belakangan, Central African Federation mengirimkan kawat diplomatik tidak bisa hadir. Sehingga total ada 29 negara yang bisa ikut KAA. Tempat pelaksanaan KAA digelar di Bandung, Gedung Merdeka (kini di Jalan Asia Afrika), mulai 18 April 1955 atau 66 tahun dari hari ini, Minggu (18/4/2021).

Informasi Buku

Judul: The Bandung Connection: Konferensi Asia Afrika di Bandung Tahun 1955

Penulis: Roeslan Abdulgani

Penerbit: Penerbit Gunung Agung

Tahun Cetakan: 1980

Jumlah Halaman: 240 Halaman

Editor: Redaksi

COMMENTS

//