• Literasi
  • Konferensi Asia Afrika dan Sukarno di Mata Pram

Konferensi Asia Afrika dan Sukarno di Mata Pram

Pramoedya Ananta Toer datang ke Bandung, ke Gedung Indonesia Menggugat. Salah satu topik orasinya menyinggung soal Konferensi Asia Afrika.

Dokumentasi Lomba Baca Cerpen Pramoedya Ananta Toer. (Repro dari buku Pram dalam Kliping, 2020)

Penulis Iman Herdiana20 April 2021


BandungBergerak.id - Kabar rencana kedatangan Pramoedya Ananta Toer menyebar mulai siang ke sore melalui SMS. Maklum saja, waktu itu belum riuh media sosial dan belum musim aplikasi pesan online. Jadi jaringan SMS sangat diandalkan untuk undangan suatu acara, selain melalui email dan mulut ke mulut.

Pram, demikian sastrawan nasional itu biasa dipanggil, akan hadir di acara Orasi Budaya di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, 23 April 2003. Meski undangan acara ini menyebar via SMS, Gedung Indonesia Menggugat sudah penuh pengunjung yang kebanyakan anak muda, mahasiswa, pegiat literasi, mendahului Pram. Mereka antusias menanti kehadiran tetralogi Pulau Buru.

Pram dijadwalkan mengisi orasi budaya “Memperingati Konperensi Asia Afrika (KAA) dan Hari Buku Internasional” pukul 15.00 WIB. Orasi budaya Pram diabadikan buku “Pram dalam Kliping” yang disusun Deni Rachman (Penerbit ProPublic, 2020).

“Soal Asia Afrika, saya bangga bicara sekarang ini di Gedung Indonesia Menggugat, karena dengan Indonesialah, dengan Sukarnolah, tercipta solidaritas Asia Afrika,” kata Pram, saat membahas KAA, seperti dikutip dari buku “Pram dalam Kliping”.  

Nominator Nobel Sastra 1981 tersebut menuturkan, di bawah pimpinan Sukarno, Indonesia melakukan gerakan menghalau imperialisme Barat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Menurutnya, Indonesia menjadi mercusuar dunia yang anti-imperialme.

“Saya bangga mempunyai pemimpin itu dan jangan lupa amanatnya yang harus tetap diingat dan dilaksanakan oleh semua angkatan muda, Trisaksi,” kata Pram.

Pram lalu membeberkan inti dari Trisakti ajaran Sukarno, yaitu berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, berpribadi di bidang budaya. Namun ketiga prinsip Trisakti tidak lagi dilaksanakan setelah Bung Karno tiada, “Karena digantikan kekuasaan baru, kekuasaan Orde Baru.”

Sejak Orde Baru berkuasa, hubungan antara Asia Afrika praktis tidak sehangat waktu Sukarno. Malah Pram melihat terjadi pengasingan antara satu negara dengan negara lain di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Masing-masing negara sibuk dengan politik dalam negerinya.

“Ya, waktu masih mesra dukungan Asia Afrika di bawah Sukarno. Pernah seorang delegasi Afrika bertanya pada saya, ‘Tuan, apakah mungkin bisa dilaksanakan garis Bung Karno yaitu Nasakom?’ Saya bilang, bisa saja, tapi jangan lupa Nasakom itu bukan persatuan ideologi, bukan! Ideologi itu masing-masing tiga bagian: Agama, Nasionalis, Komunis. Itu ideologinya lain-lain. Tapi persatuan Nasakom, itu artinya persatuan kekuatan-kekuatan revolusioner dari kalanghan agama, kalangan nasionalis, dan kalangan komunis. Persatuan, sehingga tiga kekuatan itu menjadi satu tinju untuk memukul imperialisme Barat. Nah, itu delegasi Afrika baru mengerti.”

Pram kembali mengkritik Orde Baru. Kali ini ia menyatakan minimnya buku-buku yang mendekatkan Indonesia dengan Asia-Afrika, sehingga kurang begitu bisa dibicarakan. Itu karena Orde Baru dan Orde Baru Baru. “Gimana mau menghapus pengaruh Orba kalau dilanjutkan oleh Orbaba?,” tanya penulis yang selama 14 tahun dibui oleh pemerintah Orde Baru.   

Deni Rachman menuturkan orasi budaya Pram di Gedung Indonesia Menggugat berhasil direkam dan ditranskrip sehingga bisa menjadi bagian dari isi buku “Pram dalam Kliping”. Waktu itu, Pram datang ke Bandung dua bulan setelah peringatan hari kelahirannya, 26 Februari 1925.

“Dan saya bersama Wiku Baskoro sempat mengabadikan transkrip rekamannya,” cerita Deni, dalam kata pengantar buku. Transkrip orasi Budaya Pram yang direkam oleh alat perekam milik Dien Fakhri Iqbal itu sempat dicetak dalam zine KomlapKampil.

Tahun 2005, lanjut Deni yang mengelola toko buku LawangBuku, ia sempat beranjangsana ke rumah Pram di Bojonggede. Setahun berikutnya, 30 April 2006, Pram wafat.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//