Bahaya Tungku Pembakaran Limbah Medis Covid-19
Dioksin berpotensi mencemari air, tanah, dan udara. Dioksin merupakan zat yang bisa menyebabkan kanker jika mengkontaminasi manusia dalam jangka panjang.
Penulis Iman Herdiana23 April 2021
BandungBergerak.id - Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun di Indonesia, menghasilkan berton-ton sampah atau limbah medis yang memerlukan penanganan khusus. Di Kota Bandung saja menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), selama tiga bulan pandemi jumlah limbah medis yang dihasilkan mencapai 2 ton atau 6,6 kuintal per bulannya.
Sementara sebelum pandemi, Badan Pusat Statistik Kota (BPS) Kota Bandung dalam “Data Kota Bandung dalam Angka 2019” mencatat, sampah Kota Bandung sebanyak 1.599,92 meter kubik (m3) atau 1.600,01 ton per hari. Jika diperinci, sampah yang menimbulkan masalah serius pada lingkungan adalah jenis plastik, yakni plastik 298,72 m3, ditambah logam, karet dan kulit, dan sampah bahan beracun berbahaya (B3). Selebihnya, sampah organil yang mudah membusuk sendiri, yakni sisa makanan 712,16 m3, kayu, ranting, daun 63,68 m3.
Pemukiman penduduk menjadi penyumbang sampah terbesar, yakni 1.048,97 ton, disusul pasar 300 ton, sisanya perkantoran, daerah komersil, fasilitas publik, dan lainnya. Jumlah sampah Kota Bandung naik sebagaimana dicatat Data Kota Bandung dalam Angka 2021, di mana total produksi sampah tahun 2020 mencapai 1.735,99 m3 per hari.
Mengutip jurnal ilmiah “Menilik Kebijakan Pengolahan Limbah B3 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Selama Pandemi COVID-19 di Provinsi Jawa Barat” yang disusun Pricillia Putri Ervian Sitompul (diterbitkan 30 Januari 2021 di laman ugm.ac.id), limbah B3 medis adalah barang atau bahan sisa hasil kegiatan medis yang berpotensi terkontaminasi zat infeksius. Misalnya, sampah bekas pasien/petugas penanganan Covid-19.
Sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tersebut membeberkan sederet limbah medis Covid-19 meliputi masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan minuman, alat suntik bekas, set infus bekas, Alat Pelindung Diri (APD) bekas, sisa makanan pasien dan lain-lain.
Seluruh limbah B3 tersebut berasal dari kegiatan pelayanan di Unit Gawat darurat (UGD), ruang isolasi, ruang Intensive Care Unit (ICU), ruang perawatan, dan ruang pelayanan Kesehatan lainnya.
Limbah Medis Jawa Barat
Sejak awal pandemi Covid-19, limbah medis Covid-19 dari Jawa Barat diolah oleh oleh PT Jasa Medivest (Jamed), anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jasa Sarana yang fokus dalam pengelolaan limbah medis. Perusahaan ini berlokasi di Dawuan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Sepanjang 2020, PT Jamed menyebut sudah menangani 730 ton limbah medis Covid-19 di sejumlah provinsi. Karena selain sampah medis berasal dari Jabar, perusahaan ini menangani limbah COVID-19 dari DKI Jakarta, Maluku, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jambi, Bali, dan Yogyakarta.
Limbah B3 infeksius di Jabar berpotensi meningkat selama pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Menghadapi lonjakan ini, PT Jamed siap meningkatkan kapasitas penanganan limbah B3 infeksius hingga 24 ton per harinya atau 500 kilogram per jam.
Namun, metode pemusnahan sampah yang dipakai PT Jamed memakai mesin insinerator atau tungku pembakar sampah. Kendati demikian, insinerator PT Jamed diklaim ramah lingkungan.
Direktur Jasa Medivest Olivia Allan mengatakan, pihaknya siap memanfaatkan empat mesin insinerator dalam penanganan limbah B3 infeksius dengan kapasitas bisa 48 ton per harinya. "Tahun ini, kami upayakan financial close untuk segera terbangunnya tambahan dua mesin insinerator lagi, sehingga total limbah infeksius yang bisa kami musnahkan menjadi 48 ton per hari," kata Olivia, dikutip dari laman resmi Pemprov Jabar, Kamis (4/2/2021).
Bahaya Insinerator
Penelitian yang dilakukan Pricillia Putri Ervian Sitompul mengulas dampak tungku pembakaran atau insinerator yang membahayakan lingkungan hidup. Abu hasil proses insinerasi berpotensi melanggengkan pencemaran udara karena mengandung komponen zat yang dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup.
Pricillia Putri Ervian Sitompul mengulas studi terhadap pembakaran limbah yang menggunakan teknologi insenerator. Metode pembakaran sampah ini akan mengubah limbah heterogen menjadi residu yang lebih homogen berupa gas buang, fly ash, dan bottom ash.
Komposisi residu tersebut masuk ke dalam kategori polutan yang dapat menyebabkan meracuni lingkungan hidup karena mengandung HCl, SO2, NOx, HF, Hg, Cd dan Dioxin. Potensi pencemaran lingkungan menjadi semakin tinggi ketika pembangunan instalasi insinerator dilakukan pada lahan yang letaknya berdekatan dengan permukiman warga maupun sumber mata air.
Jika zat-zat tersebut mencemari air dalam konsentrasi kecil saja, maka dia berpotensi mengkontaminasi rantai makanan. Hal ini membahayakan kesehatan makhluk hidup termasuk manusia.
Peristiwa pencemaran limbah medis pernah dialami oleh penduduk Kota Wuhan--kota di China yang menjadi tempat pertama kali Covid-19 mewabah--di mana fly ash yang dihasilkan dari proses insinerasi limbah B3 tidak diolah secara baik sehingga mengakibatkan pencemaran air. Fly ash tersebut mengandung dioksin berbahaya bagi kesehatan.
Perlu diketahui, dioksin selain berpotensi mencemari air, juga bisa meracuni tanah dan udara. Dioksin merupakan zat yang bisa menyebabkan kanker jika mengkontaminasi manusia dalam jangka panjang.
Maka penanganan pandemi Covid-19 harus paripurna, mulai dari pencegahan Covid-19-nya sampai menangani limbah medis dengan metode yang aman. Jika tidak, pandemi ini berpotensi menghasilkan efek samping yang tidak kalah merugikan dari Covid-19 itu sendiri.