• Berita
  • Bandung Berlakukan Larangan Mudik, Salat Idulfitri Harus Sesuai Prokes

Bandung Berlakukan Larangan Mudik, Salat Idulfitri Harus Sesuai Prokes

Pengetatan Persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yaitu, H-14 peniadaan mudik 22 April – 5 Mei 2021 dan H+7 peniadaan mudik 18 Mei – 24 Mei 2021.

Kendaraan terjebak macet di Jalan Oto Iskandar Dinata, Kota Bandung, Kamis (15/4/2021). Pemrioritasan transportasi publik membutuhkan konsistensi pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana24 April 2021


BandungBergerak.idRapat terbatas Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 Kota Bandung memutuskan pemberlakuan larangan mudik 2021. Aturan ini berlaku untuk perjalanan mudik menuju wilayah luar Bandung Raya. Sebaliknya, warga dari luar Bandung Raya pun terkena aturan ini. Pelarangan ini untuk mengurangi kerumunan yang dikhawatirkan meningkatkan kasus Covid-19.

Ketua komite yang juga Wali Kota Bandung Oded M Danial menjelaskan, aturan larangan mudik telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat. Untuk diketahui, Pengetatan Persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yaitu, H-14 peniadaan mudik 22 April – 5 Mei 2021 dan H+7 peniadaan mudik 18 Mei – 24 Mei 2021.

Rapat terbatas juga membahas hasil koordinasi antara Dishub Kota Bandung dengan Polrestabes Kota Bandung yang menyatakan, terminal, stasiun, dan bandara akan ditutup sementara pada peniadaan mudik 6-17 Mei 2021.

"Teknis di lapangannya, kalau untuk kendaraan umum bahwa memang semua terminal, stasiun, dan bandara ditutup sementara. Karena itu kebijakan dari pusat dan sudah diterapkan, diprogress oleh kita," kata Oded M. Danial, usai Rapat Terbatas Forkopimda di Pendopo Kota Bandung, Jumat (23/4/2021), mengutip siaran persnya.

Dibahas pula pengecualian perjalanan antar-wilayah (aglomerasi) Bandung Raya. Dengan kata lain, perjalanan antar-wilayah Bandung Raya mendapat pengecualian alias tidak dilarang. "Yang masih wilayah aglomerasi Bandung Raya masih boleh. Tapi kalau di luar itu baik yang alasannya mudik atau pun wisata, itu tidak," kata Oded.

Meski demikian, masalah aglomerasi Bandung Raya perlu diperkuat dengan koordinasi lintas wilayah. Teknis lebih lanjut masalah ini akan dibahas dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Oded menegaskan, menghadapi pelarangan mudik lebaran sangat membutuhkan rapat koordinasi dengan skala lebih luas, mengingat kawasan Bandung Raya terdiri dari beberapa wilayah administrasi, misalnya Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung.

Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung saat ini sedang menyiapkan cek poin mudik lebaran, yang bekerja sama dengan kepolisian. Menurut Kepala Dishub, Ricky Gustiadi, kepolisian akan menandai kendaraan aglomerasi Bandung Raya, dan mana yang dari luar aglomerasi Bandung Raya.

"Jadi nanti kita akan melakukan rapat lanjutan. Titik-titiknya ada di ring tiga (perbatasan Kota Bandung) seperti di pintu tol Buah Batu, Tol Moch Toha, Pasirkoja, Cibiru, Ledeng," ucapnya.

Karantina untuk yang Terlanjur Mudik

Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan, warga yang lolos atau sudah melakukan mudik lebih awal harus mengikuti Peraturan Pelaksanaan PPKM Berbasis Mikro sesuai Inmendagri Nomor 9 Tahun 2021.

Warga wajib lapor ke satgas Covid-19 setempat. Jika berasal dari daerah merah, dia wajib melakukan karantina mandiri. "Itu tentang penguatan PPKM, sekarang ada yang namanya budaya lapor, itu wajib dilakukan 1x24 jam (tamu) itu harus termonitor. Kalau mereka datang dari zona merah idealnya mereka dikarantina," katanya.

Menurutnya, di Kota Bandung sudah ada posko-posko Covid-19, mulai lingkup kelurahan sampai RT. Mereka harus menyediakan tempat-tempat isolasi mandiri bagi warga yang tidak memungkinkan melakukan isolasi mandiri di rumahnya.

Satgas di kewilayahan juga harus segera menangani kalau tamu tersebut didapati gejala Covid-19, baik ringan, sedang, maupun gejala mengkhawatirkan lainnya.

"Itu kalau gejala ringan, OTG bisa ditangani di lokasi. Tapi kalau gejalanya mengkhawatirkan pasti itu masuk ke Faskes, artinya di sana ada koordinasi antara Satgas di wilayah Kelurahan. Tapi intinya masyarakat harus benar-benar melaksanakan 5M protokol kesehatan," ucapnya.

Salat Idulfitri Wajib Berprotokol Kesehaan

Rapat Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 Kota Bandung juga membahas pelaksanaan salat Idulfitri yang harus digelar dengan protokol kesehatan ketat, mengingat Kota Bandung termasuk wilayah yang diperbolehkan melaksanakan salat Idulfitri oleh kebijakan pusat.

Dasar Pemkot Bandung ialah Surat Edaran Wali Kota Bandung terkait ibadah pada kegiatan Ramadan. Menurut Kepala Kantor Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi mengatakan, Surat Edaran Wali Kota Bandung tidak bertentangan dengan Surat Edaran dari Kemenag RI tentang zonasi kewaspadaan Covid-19.

"Karena memang yang tidak boleh itu zona oranya dan zona merah, sementara kalau Kota Bandung yang zonasi RT hijau 93,37 persen. Artinya pelaksanaan Idulfitri boleh dengan standar protokol kesehatan yang ketat," kata Tedi Ahmad Junaedi.

Dengan catatan, salat Idulfitri yang dilakukan oleh masyarakat Kota Bandung harus memenuhi sejumlah persyaratan, yaitu, panitia penyelenggara salat Idulfitri harus menggelar simulasi, berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Covid-19, serta memilih tempat pelaksanaan yang diketahui oleh satgas.

Oded menjelaskan, semua persyaratan itu perlu dilakukan agar pelaksanaan salat Idulfitri lebih tertib, terawasi, dan sesuai dengan protokol kesehatan. Syarat ini harus sudah mulai disosialisasikan dari sekarang.

Selain Idulfitri, kerumunan pada lebaran biasa terjadi saat ziarah ke pemakaman. Oded telah menginstruksikan agar Satgas Penanganan Covid-19 juga mengawasi tradisi ziarah kubur ini agar berjalan sesuai protokol kesehatan.

Mengenai ziarah kubur, Tedi Ahmad Junaedi mengusulkan agar ditempatkan petugas atau Satgas Covid-19 di tempat ziarah. "Karena rata-rata pemakaman di Kota Bandung sudah tertata rapih, dibenteng atau dipagar, jadi bisa diatur berapa menit waktu berziarah agar tidak terjadi penumpukan orang," lanjutnya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung, KH Miftah Faridl berharap masyarakat bisa memahami kebijakan pemerintah terkait ibadah dan kesehatan. MUI Kota Bandung menilai kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan agama.

Menurut Miftah, disiplin kesehatan justru bagian dari melaksanakan ajaran agama. "Karena agama melarang umat Islam menyebarkan dan berusaha untuk tidak terkena sebaran penyakit," terang Miftah.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//