Peninggalan Van Lith di Kampus UPI Purwakarta
Van Lith juga tetap mempertahankan pendidikan dengan suasana kampung dan persawahan. Para muridnya tetap memakai pakaian tradisional.
Penulis Iman Herdiana24 April 2021
BandungBergerak.id - Sekolah pendidikan guru pada zaman Belanda lazimnya dikenal dengan nama kweek school. Di Bandung, salah satu peninggalan kweek school yang terkenal ialah gedung yang kini dipakai Polrestabes Bandung, di Jalan Merdeka. Belanda biasa menamai Hoogore Kweek School (HKS) dan Europeesche Kweek School (EKS) untuk sekolah guru yang dibangunnya.
Menurut Guru Besar bidang Ilmu Pengembangan Kurikulum UPI, Dinn Wahyudin, HKS adalah sekolah guru atas yang ada di kota kota besar, kemudian EKS sekolah guru atas untuk siswa keturunan orang Eropa, Arab, atau China. Bahasa pengantar pelajaran biasanya diberikan dalam bahasa Belanda.
Namun, Dinn menemukan satu yang nyeleneh pada sekolah yang didirikan Belanda di Purwakarta, yaitu Normaal School 1914. Tidak lazim era Belanda masa itu memberi nama sekolah guru normaal school, bukan kweek school seperti umumnya.
Setelah diselidiki, Dinn mengungkapkan pilihan kata normaal school sebagai sekolah pendidikan guru ternyata diinisiasi oleh seorang misionaris bernama Fransiscus Georgous Josephus Van Lith. Pria Belanda yang akrab disapa Romo Van Lith ini sangat konsens pada pendidikan kaum Bumiputera. Dan ia tidak menyukai cara cara penjajahan Belanda, dapat dilihat dari pemilihan nama normaal school untuk nama sekolah guru di Purwakarta itu.
Normaal school sendiri sudah lazim dipakai untuk menamai sekolah-sekolah guru di negara-negara Eropa. Van Lith mengembangkan normaal school sebagai model inovasi pendidikan guru untuk siswa pribumi asli.
Dinn lantas merunut sejarah perkembangan pendidikan guru normaal school pada tahun 1685 oleh tokoh Prancis, Jean Baptiste de La Salle. La Salle mendirikan sekolah guru Ecole Normale di kota kecil Reims, Champane Perancis. Model sekolah guru ini kemudian berkembang pesat di Prancis. Sekolah guru untuk pendidikan guru SD disebut ecoles normales, dan sekolah pendidikan guru sekolah menengah dalam manajemen universitas disebut ecoles normales supereuros.
Model ini selanjutnya diadopsi oleh banyak negara baik di benua Eropa, Amerika, maupun Asia. Di Italia, misalnya, sekolah guru normal school dikenal dengan nama Liceo delle Science Umane. Di China, kata Dinn, istilah normal melekat untuk setiap sekolah yang mendidik calon guru, seperti Beijing Normal University, ada juga East China Normal Univesity.
Di Filipina, Lembaga pencetak guru dilabeli dengan normal university, seperti The Philippine Normal University. Hal sama terjadi di Canada di mana ada universitas yang mencetak calon guru professional, seperti Calgary Normal School di Kota Calgary, dan Central Normal School yang didirikan 1882 di Kota Winnipeg, Canada.
“Normaal School-1914 di Purwakarta menjadi saksi sejarah tentang perkembangan sekolah pendidikan guru dari zaman ke zaman. Awalnya sekolah guru normaal school untuk mendidik calon guru vervolg school. Kini menjadi Kampus UPI di Purwakarta,” ungkap Dinn, dikutip dari laman resmi UPI, Sabtu (24/4/2021).
Kampus UPI Purwakarta saat ini membuka 5 program studi S1, yaitu Pendidkan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD), Program Studi Pendidikan dan Teknologi Informasi (PSTI), Program Studi Sistem Telekominikasi (SISTEL), dan Program Studi S1 Mekatronika dan Kecerdasan Buatan (MKB).
Romo Van Lith
Siapakan Fransiscus Georgous Josephus Van Lith yang menurut Dinn Wahyudin telah menginisiasi normaal school sebagai sekolah pendidikan guru? Van Lith adalah misionaris asal Belanda yang jasanya di bidang pendidikan diakui oleh Pemerintah Indonesia. Pada 2016, Pemerintah memberikan Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana.
Mohammad Wildan dalam artikel “Franciscus Georgius Josephus van Lith, Pembuka Pendidikan Guru di Jawa” yang dimuat laman resmi Kemendikbud RI, menuturkan Romo Van Lith lahir 17 Mei 1863 di Dusun Oirschot, Brabant, Negeri Belanda. Ia ditahbiskan sebagai imam Katolik pada 8 Desember 1894.
Perjalanan hidupnya mengantarkan ke tanah Jawa. Sejak 1904, Van Lith mengabdikan hidupnya menjadi seorang guru. Ia akrab dengan penduduk Jawa. Bagi orang Jawa, Van Lith bukanlah orang kulit putih yang menjadi alat pemerintah Belanda.
Pendidikan yang dirintis Van Lith pada mulanya tak berbeda dengan sistem pendidikan yang dijalankan pemerintah kolonial. Namun kemudian Van Lith menilai sistem pendidikan Belanda sangat paternalistik. “Pemerintah Belanda merasa sangat tahu dan mengerti dengan apa yang diperlukan orang Jawa,” ungkap Mohammad Wildan.
Van Lith kemudian mengembangkan model pendidikan yang cocok untuk masyarakat pribumi, yaitu sistem pendidikan dengan pendekatan budaya setempat. Saat itu, ada anggapan bahwa pendidikan yang baik menggunakan bahasa Belanda, maka Van Lith pun menggunakan bahasa Belanda dalam pengajarannya. Tetapi dalam prakteknya, ia tidak mau meninggalkan bahasa Jawa serta unsur budaya yang ada di baliknya.
Van Lith juga tetap mempertahankan pendidikan dengan suasana kampung dan persawahan. Para muridnya tetap memakai pakaian tradisional. Ia berusaha tidak mengubah cara hidup anak didiknya. “Jenis pendidikan seperti inilah yang diperkenalkan oleh Van Lith,” kata Mohammad Wildan.
Menurut Van Lith, model pendidikan dengan pendekatan budaya memungkinkan terjadinya integrasi pendidikan di sekolah dan luar sekolah, sekaligus mengakomodasi pendidikan karakter.
“Van Lith membuka pendidikan untuk semua kalangan tanpa melihat latar belakang agama dan identitas lainnya. Hingga saat ini model sekolah berasrama yang dirintis Van Lith masih diminati oleh masyarakat luas,” paparnya.
Van Lith memadukan sistem pendidikan tradisional Jawa (padepokan) dengan pengajaran disiplin modern. Pada zamannya, model padepokan ini menonjol dalam pesantren tempat anak-anak Islam berguru ilmu keagamaan.
Van Lith yakin pendidikan yang baik sangat bergantung pada kualitas guru. Maka ia pun mendirikan sekolah guru dengan harapan dapat mendidik guru-guru yang berkualitas. Guru-guru tersebut nantinya akan menyebarkan nilai-nilai utama kepada masyarakat.
Di masa tuanya, barulah Van Lith mulai berbicara politik. Menurut Wildan, Van Lith yang sebelumnya menghindari politik, terdorong keadaan untuk tidak menapikan politik. Waktu itu, orang-orang banyak yang berbicara tentang kemerdekaan Indonesia.
Van Lith pernah diutus Pemerintah Belanda untuk studi banding mengenai pendidikan ke Filipina. Saat itu, orang-orang pribumi Filipina yang sudah lama berada di bawah jajahan Spanyol justru berusaha mengusir Spanyol. Van Lith menyimpulkan bahwa pengusiran ini terjadi karena orang-orang Spanyol tidak mau menyatu dengan budaya setempat. “Van Lith mengutarakan pemikiran politiknya bahwa Pemerintah Belanda harus mulai memikirkan apa yang menjadi keprihatinan masyarakat pribumi,” ungkap Wildan.
Bahkan Van Lith pernah mengkritik keras Belanda, bahwa era dominasi ras putih sudah berakhir. “Tidak untuk seterusnya satu orang kulit putih akan bertahan hidup di hadapan 100.000 orang Asia. Sikap arogansi-lah yang menjajah bangsa Jawa melulu karena mereka Jawa. Akuilah hak-hak pribumi jika kamu menginginkan hak-hakmu juga diakui,” tulis Van Lith yang dikutip Wildan dari buku Romo Hasto, Van Lith Pembuka Pendidikan Guru di Jawa (2009).