• Kampus
  • Bos e-Fishery saat Kuliah Sempat “Puasa” 3 Hari di Masjid Salman

Bos e-Fishery saat Kuliah Sempat “Puasa” 3 Hari di Masjid Salman

Gibran Huzaifah, CEO dan pendiri startup perikanan e-Fishery, pernah menahan lapar selama 3 hari ketika awal masuk ITB. Saat itu bulan puasa, uangnya tinggal Rp 500

Gibran Huzaifah, CEO dan pendiri startup e-Fishery, saat kuliah umum di ITB, Rabu (14/4/2021). (Dok Humas ITB)

Penulis Iman Herdiana26 April 2021


BandungBergerak.id - Gibran Huzaifah, CEO dan pendiri start-up bidang perikanan e-Fishery, ingat sekali saat pertama kali masuk ITB. Waktu itu 2007, bulan September bertepatan dengan bulan puasa. Orang tuanya sedang terkena masalah ekonomi.

Ia merasa menjadi mahasiswa paling miskin saat pertama kali masuk ITB. Dan ia satu-satunya siswa di SMA-nya, dari Bekasi, yang bisa masuk kampus ITB. Sehingga tidak ada teman atau sesame lulusan yang mengambil kuliah di kampus yang sama.

“Jatah saya Rp 9.000 per hari, buat 3 kali makan, foto kopi, kondisi sedang sulit saat itu,” tuturnya, dalam Studium Generale KU-4078 Institut Teknologi Bandung yang disiarkan daring, bertajuk “Disrupting Agriculture with Technology”, Rabu (14/4/2021).

Suatu hari, uang sakunya tinggal Rp 500 lagi. Dalam kondisi puasa, ia kuliah dari pagi sampai sore. Ia tidak bisa pulang ke rumah saudaranya di Ujung Berung karena tidak ada ongkos. Ia pun memilih tidur di Masjid Salman, mendapat buka puasa 3 butir kurma dan segelas air putih. Hal itu ia lakukan sampai 3 hari berturut-turut, dengan perut kelaparan.  

Gibran berusaha mandiri selama kuliah. Salah satu usaha yang ia tekuni waktu kiliah ialah berjualan donat di depan Masjid Salman ITB, menjadi tutor privat seusai berkuliah, hingga menjadi petugas sebuah minimarket di dekat kampus.

Sedangkan usaha perikanan terdorong setelah ia mengikuti mata kuliah Akuakultur. Ia pernah menyewa kolam di daerah Bojongsoang, Kabupaten Bandung, untuk menanam ikan lele. Sampai ia berhasil panen pertama yang mencapai 130 kilogram.

Sayang, ia kesulitan dalam memasarkan hasil panennya. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk menjualnya ke toko dengan konsekuensi berupa untung yang sangat tipis.

Dari situ ia memutar otak, mencari jalan agar hasil panen komoditas lele yang didapatkan dapat terjual berapapun ukurannya. Akhirnya lahirlah Dorri Foods Indonesia, hasil olahan lele yang bermula dari Jalan Tubagus Ismail, lalu merambah membuka berbagai cabang.

“Karena hilir yang makin lama semakin berkembang, akhirnya bagian hulu—atau bagian budidayanya saya kembangkan. Hingga akhirnya ketika saya lulus, saya memiliki 76 kolam sendiri,” ujarnya.

Dari rencana untuk penumbuhan hulu ini, Gibran terpikirkan hal lain; bahwa Indonesia memiliki banyak kolam namun tidak memiliki teknologi yang mengatasi masalah pemberian pakan setiap harinya. Seringkali pemberian pakan di kolam tidak optimal karena pakan yang terlalu lama larut dalam air hingga menyebabkan nutrisinya menghilang.

Masalah lain yang timbul dari pakan ialah pencemaran lingkungan. Pada beberapa waduk, polutan terbesarnya bukan berasal dari rumah tangga maupun industri, melainkan dari pakan ikan yang berlebih.

Memulai dari Garasi

Alumni Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) ITB itu mengatakan, sektor agroteknologi bisa disebut sektor yang jarang tersentuh. Karena itu ia mengembangkan e-Fishery. Menurutnya, e-Fishery bukan sekadar startup yang memiliki teknologi perikanan terbesar di Indonesia, namun juga berdasarkan penggunanya, merupakan startup pada bidang perikanan terbesar di dunia. Saat ini e-Fishery sudah menjamah 28 provinsi di Indoneis.

“Kalau biasanya ada fintech, maka saya punya fishtech,” seloroh Gibran.

Gibran menekuni teknologi pemberi makan ikan yang prototipe pertamanya berawal dari garasi milik temannya yang tidak terpakai. Awalnya, ia mengaktifkan alat pemberi makan dengan pendekatan short message service (SMS). Dibutuhkan beberapa kali trial-and-error hingga teknologi yang ia cetuskan bersama timnya dapat dikomersialkan.

Ia terus mengembangkan, e-Fishery, sebuah teknologi untuk mengatasi masalah pakan yang menjadi kendala petani ikan. e-Fishery merupakan perangkat cerdas pemberi pakan ikan dan udang secara otomatis. Alat ini mampu mengatur pemberian pakan secara akurat. Cara kerja e-Fishery terhubung ke internet. Pemiliknya bisa mengoperasikan alat melalui ponsel pintar maupun laptop tanpa harus berada di lokasi kolam ikan.

“E-Fishery terus mengalami kemajuan yang dilengkapi fitur beragam, misalnya e-Feeder yang bisa dikendalikan dari ponsel pintar pengguna. Ponsel ini terhubung ke sensor yang dapat mendeteksi nafsu makan dari ikan yang dibudidayakan,” terang Gibran.

Menurutnya, inovasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan, bukan hanya memikirkan ide-ide yang inovatif. Gibran lalu mengajak para calon wirausahawan muda berinovasi dengan hal mudah dan kecil.

“Terkadang kita memikirkan bisnis dengan hal-hal yang terlalu kompleks, padahal seharusnya dimulai dari sekecil mungkin namun sesegera mungkin,” ucapnya.

Inovasi eFishery mengantarkan Gibran meraih berbagai macam penghargaan tingkat nasional dan internasional. Ia meraih Mandiri Young Technopreneur Award 2012, sampai Spark Fire Pitch on Global Entrepreneur Summit 2015 di Nairobi, dan Forbes 30 Under 30 Asia 2017.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//