• Cerita
  • Bandung Hari Ini: Akhir Perjalanan Kereta Api Parahyangan

Bandung Hari Ini: Akhir Perjalanan Kereta Api Parahyangan

Pada 27 April 2010, tepat hari ini 11 tahun lalu, kereta api Parahyangan berhenti melayani warga. Pembukaan Tol Cipularang jadi pemicu utamanya.

Suasana interior gerbong kereta api Argo Parahyangan Priority di hari peluncurannya pada Maret 2018 lalu. Kereta api Argo Parahyangan merupakan hasil peleburan dua kereta api jurusan Bandung-Jakarta, Parahyangan dan Argo Gede. (Foto: dokumentasi PT KAI)

Penulis Tri Joko Her Riadi27 April 2021


BandungBergerak.idPada 27 April 2010, tepat hari ini 11 tahun lalu, kereta api Parahyangan berhenti melayani warga. Kereta api legendaris rute Bandung-Jakarta tersebut tidak sanggup lagi bersaing dengan layanan jasa travel yang menjamus sejak pengoperasian Tol Cipularang pada 2005.

Keputusan PT Kereta Api menghentikan layanan kereta api ini ditanggapi riuh oleh warga. Sebagian besar mereka melontarkan kesedihan.  Wajar saja karena bagi tidak sedikit warga Bandung dan Jakarta, kereta api Parahyangan menyimpan sejuta cerita.

Beroperasi sejak 1971, kereta api Parahyangan telah banyak menyokong mobilitas warga menuju dua kota. Ada yang melakukannya untuk urusan kerja, ada yang sekolah, ada yang pelesiran, dan ada pula yang urusan keluarga.

Nostalgia mereka pada kereta api Parahyangan beraneka rupa bentuknya. Mulai dari awal kisah cinta hingga cita rasa nasi goreng yang tiada duanya.

Melambat
KA Patas Parahyangan  mulai beroperasi melayani rute Bandung-Jatinegara sejak 31 Juli 1971,. Slogannya: “Bandung-Jakarta 2,5 jam”. Sebelumnya, waktu tempuh kedua titik itu sedikitnya tiga jam. Penyingkatan waktu didapat dari kalkulasi puncak kecepatan 90 kilometer per jam di lintasan datar dan 55 kilometer per jam di lintasan berkukit.

Segera sejak peresmian itu, kereta api Parahyangan jadi idola, tanpa ada saingan. Perjalanan darat Bandung-Jakarta via Puncak memakan waktu empat hingga lima jam. Pada masa keemasannya, Parahyangan menjadi ikon yang melahirkan kebanggaan bagi para penumpangnya.

Laju Parahyangan mulai melambat sejak 1990-an. Lintasan kereta api menuju Jakarta semakin padat oleh pengoperasian kereta-kerata baru dari arah timur. Ditambah lagi pengembangan program kereta rel listrik (KRL) di kawasan Jabodetabek.

Slogan “Bandung-Jakarta 2,5 jam” tidak lagi sakti. Parahyangan semakin sering terlambat datang. Waktu tempuhnya selalu lewat dari tiga jam.

Pada 31 Juli 1995, PT Kereta Api meluncurkan kereta api baru kelas eksekutif jurusan Bandung-Jakarta yang dinamai Argo Gede. Slogannya 2:50, untuk menandai target waktu tempuh dua jam 50 menit.

Kedatangan Argo Gede tidak menggeser sepenuhnya posisi Parahyangan di hati penumpang. Moda transportasi kereta api tetap jadi andalan utama orang bepergian Bandung-Jakarta karena masih menjadi yang tercepat di darat.

Suasana Stasiun Bandung masih di tengah pandemi Covid-19 pada Januari 2021. (Foto: Iqbal Kusumadirezza)
Suasana Stasiun Bandung masih di tengah pandemi Covid-19 pada Januari 2021. (Foto: Iqbal Kusumadirezza)

Berhenti

Petaka bagi kereta api Parahyangan baru benar-benar datang ketika Tol Cipularang mulai dioperasikan pada 2005. Perjalanan Bandung-Jakarta bisa ditempuh dalam kisaran tiga jam. Ketika lengang, waktu tempuhnya bahkan bisa kurang dari itu.

Belum kemudahan-kemudahan lain yang diberikan oleh infrastruktur jalan tol. Seperti kawasan istirahat yang membuat nyaman serta banyaknya akses pintu keluar tol yang memungkinkan orang lebih cepat mencapai tujuan. Bandingkan dengan layanan kereta api yang mengharuskan orang turun di stasiun-stasiun besar.

Warga makin dimanja dengan menjamurnya usaha jasa travel yang melayani jalur Bandung-Jakarta via Tol Cipularang. Dengan tarif terjangkau, layanan ini menyodorkan banyak kemudahan. Mulai dari jam keberangkatan hingga titik tujuan.

Dalam setahun, tingkat okupansi kereta api Parahyangan melorot hingga tinggal 25 persen saja. Segala upaya dikerjakan PT Kereta Api melakukan untuk mendongkrak jumlah penumpang. Harga karcis diturunkan hingga titik terendah Rp 25 ribu.

Okupansi kembali naik hingga maksimal 70 persen. Sayangnya, angka ini belum mampu menutup kerugian yang didera perusahaan. Okupansi minimal untuk mencapai titik impas adalah 80 persen.

Melebur

Tamatnya perjalanan kereta api Parahyangan nan legendaris bukan berarti usainya layanan kereta api rute Bandung-Jakarta yang menempuh jarak sepanjang sekitar 136 kilometer. PT Kereta Api, menanggapi reaksi sedih masyarakat luas atas vonis mati kereta api Parahyangan, melebur dua layanan kereta api, Parahyangan dan Argo Gede, menjadi satu nama produk layanan baru: Argo Parahyangan.

Jika sebelumnya layanan kelas ekonomi-bisnis dan kelas eksekutif dipisah, kali ini keduanya digabung dalam satu kereta. Di Argo Parahyangan, penumpang bisa memilih gerbong kelas apa yang akan dipakai. Tarifnya menyesuaikan.

Agar bisa bertahan dan mampu bersaing dengan beragam pilihan moda transportasi lain yang menghubungkan Bandung dan Jakarta, Argo Parahyangan terus meningkatkan mutu layanannya. Dari peningkatan infrastruktur, termasuk penggunaan rangkaian kereta api baru, hingga kemudahan pemesanan tiket.  

Hasilnya, jumlah penumpang Argo Parahyangan terus bertambah. Dari rata-rata 10 ribuan orang penumpang per hari pada 2017 menjadi 12 ribuan orang di tahun berikutnya. Pada Maret 2018, PT Kereta Api Indonesia melakukan penambahan empat perjalanan KA Argo Parahyangan.Termasuk di dalamnya adalah layanan premium yang dinamai KA Argo Parahyangan Priority.

Berhasil membalikkan nasib buruk yang terbayang pascapengoperasian Tol Cipularang, PT KAI kini menghadapi tantangan lain yang tak kalah berat. Merebaknya pandemi Covid-19 pada Maret 2020 lalu diikuti dengan pembatasan atau bahkan larangan penggunaan transportasi publik. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//