Algemeene Vergadering Sarekat Islam Majalaya
Sekitar 350 orang menghadiri rapat besar Sarekat Islam Majalaya pada 25 Februari 1914 di Bale Desa Majalaya. Pelarangan uang kontribusi dari anggota jadi bahasan.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
1 Mei 2021
BandungBergerak.id - Sarekat Islam afdeeling Majalaya menggelar rapat besar pada 25 Februari 1914 di Bale Desa Majalaya. Pesertanya kurang lebih 350 orang. Acara tersebut bukan hanya dihadiri oleh para pengurus internal, namun juga kalangan petinggi Sarekat Islam wilayah dan cabang lain.
Sebagaimana pertemuan besar Sarekat Islam Bandung, algemeene vergadering Sarekat Islam Majalaya berlangsung dengan membicarakan rencana dan tujuan ke depannya. Jajaran pengurus internal SI Majalaya duduk bersanding para pejabat pemerintahan yang ikut menyaksikan kegiatan akbar itu. Nampak di antaranya, K. M. Saman sebagai presiden, Mas Mirja sebagai wakil presiden, Saoem sebagai sekretaris, dan tiga orang yang mengisi jabatan komisaris, yakni Haji Ismail, Mas Soekarmamihardja, dan Raden Ardiwilaga, ditambah Moehamad Djalali sebagai penasihat. (Pantjaran Warta, 2 Maret 1914)
Dari rengrengan pejabat lokal, turut hadir sebagai saksi antara lain Controleur Cicalengka, Patih Bandung, Wedana Ciparay, Asisten Wedana Majalaya, dan Asisten Wedana Paseh. Perkumpulan besar ini dihadiri juga oleh R. M. Soerodjo Sasraningrat selaku Presiden Sarekat Islam afdeeling Bogor. Merangkap jabatan, Soerodjo menggantikan Raden Goenawan sebagai perwakilan Sarekat Islam Jawa Barat karena berhalangan hadir. Tidak lupa hadir pula Presiden Sarekat Islam Bandung, R. Moh. Id, juga sekretaris sekaligus bendahara SI Bogor, R. Pringgodihardjo. (Pantjaran Warta, 2 Maret 1914).
Acara dibuka pukul 9.30 pagi dengan ucapan banyak terima kasih dari Presiden SI Bogor kepada para pejabat yang ikut hadir. Bukan hanya itu. Untaian salam hangat terlontar kepada seluruh anggota Sarekat Islam, dilanjutkan dengan pembacaan anggaran dasar SI yang baru karena anggaran dasar sebelumnya ditolak oleh pemerintah.
R. M. Soerodjo menguraikan anggaran dasar itu dengan sejelas-sejelasnya bersamaan dengan rencana dan tujuan Sarekat Islam. Ia juga memberikan nasihat yang panjang lebar kepada jajaran pengurus yang berisi bermacam upaya untuk memajukan Sarekat Islam dalam bidang usaha perdagangan dan pertanian. Juga direncanakan untuk mengadakan uang kontribusi setiap satu bulan sekali dengan jumlah sekurang-kurangnya 10 sen per orang. (Pantjaran Warta 2 Maret 1914)
Selanjutnya R. Moh. Id, Presiden SI afdeeling Bandung, berdiri di atas podium. Ia menyiapkan secarik kertas untuk dibacakan di hadapan ratusan orang yang hadir. Kertas tersebut berisi gagasan dan maksud Moh. Id untuk memajukan bangsa Pribumi. Ia juga menyarankan, agar seluruh anggota dipungut uang bulanan dengan jumlah 5 sen per orang.
Uang Kontribusi
Setelah pidato itu usai, giliran Patih Bandung unjuk bicara. Dibacakanlah surat tertanggal 14 Februari 1914 nomor 16014/3 berisi pemberitahuan yang sebelumnya melarang Sarekat Islam untuk mengadakan pemungutan uang kontribusi.
“Patih Bandoeng memberi taoe pada bestuur dan pada lid-lid jang menoeroet parentah Assistent Resident Bandoeng dengan soerat tanggal 14 Februari 1914 no. 16014/3, sebeloemnja ini perhimpoenan S.I. dapat rechpersoonlykheid tida boleh tarik wang contributie.” (Pantjaran Warta 2 Maret 1914)
Menganggapi keputusan itu, R. M. Soerodjo selaku Presiden SI Bogor berbicara kepada semua anggota mengenai perintah dari Asisten Residen Bandung yang melarang penarikan uang kontribusi dari tiap-tiap orang. Menurutnya jika ada seorang anggota yang kesusahan, jangan berharap lebih dengan uang kontribusi karena perintah dari Asisten Residen yang belum boleh mengadakan pemungutan tiap satu bulan sekali.
“President afdeeling Bogor R. M. Soerodjo memberi tahoe kepada lid-lid dari sebab ada parentah dari Toean Assistant Resident Bandoeng sekarang beloem boleh di tarik contributie, maka lid-lid djika di belakang kali ada jang mendapat kesoesahan djangan harap mendapat pertoeloengan wang dari kas contributie, sebagai mana jang soedah di djandjikan, hanja mesti toenggoe djika soedah moelai bajar contributie, hal toeloeng menoeloeng satoe sama lain diteroeskan bagaimana biasa sadja. Kerana ada officiel perentah dari Toean Assistent Resident Bandoeng, jang contributie beloem boleh didjalankan, maka dari itoe diharap sekalian lid-lid tiap boelan soeka derma wang pada kas S.I. karena idoepnja segala perkoempoelan itoe dengan oeang.” (Pantjaran Warta 2 Maret 1914)
Meski telah membentuk cabang sendiri, Sarekat Islam Majalaya nampaknya masih harus berkaca pada Sarekat Islam Bandung sebagai induk pergerakan. Tidak ada momen paling penting dalam vergadering itu selain urusan uang kontribusi dari masing-masing anggota. Persoalannya, pemungutan uang yang belum mendapat persetujuan dari pemerintah setempat itu berada di luar jalur kepengurusan Sarekat Islam sehingga mengakibatkan keuangan kas di tubuh SI menjadi seret.
Tidak ada kejelasan mengapa Asisten Residen melarang pemungutan uang bagi tiap-tiap anggota SI. Namun banyak orang menyayangkannya. Sebagaimana dilontarkan Presiden SI afdeeling Bogor, R.M. Soerodjo dalam pidatonya, sebuah perkumpulan tidak akan hidup tanpa uang.
Setelah berbagai usulan dari jajaran petinggi diajukan, pertemuan besar itu akhirnya ditutup dengan hangat oleh Presiden SI Majalaya, K. M. Saman. Dia menghaturkan banyak terima kasih terutama kepada Controleur, Patih Bandung, serta pemerintah setempat yang turut hadir dan memberikan dukungan atas terselanggaranya Algemeene Vergadering Sarekat Islam Majalaya. Pada pukul 12.00 siang, rapat besar pun ditutup, lalu para hadirin bubar meninggalkan Bale Desa.