• Berita
  • Aktivis Tanggapi Perda Pencegahan Narkoba Kota Bandung

Aktivis Tanggapi Perda Pencegahan Narkoba Kota Bandung

Pengungkapan kasus narkoba di Kota Bandung tercatat sebanyak lebih dari 200 kasus dengan jumlah tersangka lebih dari 300 orang di setiap tahunnya sejak 2016.

Pemkot Bandung dan DPRD Kota Bandung menyelesaikan pembahasan Raperda Penceganan Narkoba dan Raperda KTR, Jumat (30/4/2021). (Dok. Humas Pemkot Bandung)

Penulis Iman Herdiana3 Mei 2021


BandungBergerak.idPemerintah Kota (Pemkot) Bandung bersama DPRD Kota Bandung menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah Daerah (Raperda) Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN). Aktivis berharap Raperda yang akan ditetapkan jadi Perda ini bisa mengurangi jumlah pelanggar, bukan menambah pemidanaan.

Patri Handoyo, aktivis komunitas Rumah Cemara yang juga penulis buku Menggugat Perang terhadap Narkoba, menyatakan penanggulangan penyalahgunaan peredaran gelap narkotika sudah diatur dalam Undang-undang No. 35/2009 tentang Narkotika. Dan komando pemberantasan narkoba dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Adapun mengenai Raperda P4GNPN, Patri menegaskan substansi peraturan daerah tersebut mestinya menjamin, menghormati, memastikan pemenuhan hak-hak asasi manusia. Pendekatannya bukan lagi pemidanaan, mengingat aparat penegakan perda adalah Satpol PP, bukan aparat hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan.

Perda sendiri merupakan produk hukum kepala daerah bersama dewan (DPRD). “Kepala daerah dipilih untuk memastikan pelaksanaan UUD 1945 - kepanjangan tangan pemerintah pusat. Artinya Pemda tidak lagi melaksanakan pemidanaan yang sudah dikerjakan oleh pusat dengan aparat penegak hukumnya mulai dari polisi, jaksa, sampai sipir,” katanya, saat dihubungi BandungBergerak.id, Senin (3/5/2021).

“Yang namanya peraturan daerah, secara filosifis harus bisa mengurangi jumlah pelanggar,” tandas Patri Handoyo.

Sebelumnya, Raperda tentang P4GNPN dibahas Panitia Khusus 11 DPRD Kota Bandung yang dipimpin Andri Rusmana. Andri membeberkan data dari Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Kota Bandung tentang pengungkapan kasus narkoba di Kota Bandung sejak 2016 hingga 2019. Disebutkan, tiap tahunnya terdapat lebih dari 200 kasus dengan tersangka lebih dari 300 orang.

Menurut Andri, pada 2016 di Bandung terdapat 243 kasus narkoba dengan tersangka 326 orang, tahun 2017 terdapat 277 kasus dengan tersangka 373 orang, tahun 2018 terdapat 278 kasus dengan tersangka 371 orang, dan pada 2019 terdapat 260 kasus dengan tersangka 341 orang.

Andri berujar, penyalahgunaan narkotika di Kota Bandung menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. "Peran aktif Pemkot Bandung dalam P4GNPN ini sesungguhnya merupakan bentuk nyata tindakan Pemerintah mewujudkan tujuan pemberantasan ini," kata Andri, dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Bandung, dikutip dari siaran pers Jumat (30/4/2021).

Mengenai pembahasan Raperda tentang P4GNPN, Andri menuturkan ada beberapa masukan yang perlu penyempurnaan. Dan Pansus 11 telah mengakomodir masukan tersebut. "Melalui serangkaian pembahasan Pansus dan hasil fasilitasi Raperda dari pemerintah Provinsi Jawa Barat, ada beberapa masukan terkait Raperda ini yang perlu disempurnakan," katanya.

Penyempurnaan Raperda di antaranya ketentuan umum semula 21 poin menjadi 23 poin. Lalu, batang tubuh semula 67 pasal menjadi 59 pasal. “Total Raperda tentang P4GNPN terdiri atas 14 BAB dan 59 pasal," lanjutnya.

Wali Kota Bandung, Oded M Danial mengungkapkan narkoba merupakan ancaman terdepan dan berbahaya bagi generasi. Adanya Perda P4GNPN diharapkan memperkuat perang terhadap narkoba secara bersama-sama.

"Oleh karena itu, saya berharap mudah-mudahan dengan adanya Raperda atau Perda yang akan kita sepakati ini bisa membantu untuk terus menjaga, khususnya generasi muda ke depan tidak terjebak," katanya.

Selanjutnya perda tersebut akan disosialisasikan kepada tokoh masyarakat dan agama. Lantas pihaknya akan membahas Peraturan Walikota sebagai turunan Perda.

Menggugat Perang Terhadap Narkoba

Buku Menggugat Perang Terhadap Narkoba yang ditulis Patri Handoyo merekomendasikan negarlah yang harus melakukan tata kelola peredaran narkoba. Naskah buku berasal dari dokumen tentang perlunya kebijakan dalam penanganan narkoba tanpa pendekatan pidana. Dokumen ini sebagai tandingan pada konsep amandemen Undang-undang Narkotika dan Psikotropika RI 2007 dalam legislasi nasional 2004-2009.

Salah satu fragmen sejarah yang dirunut Patri Handoyo dalam bukunya ialah tentang kebijakan pelarangan minuman keras di Amerika Serikat pada 1920-an. Kebijakan ini memicu perang antar-gangster yang mengendalikan narkoba. Sementara suap dan korupsi terkait bisnis illegal ini merajalela. Era itu memunculkan tokoh mafia legendaris Al Capone di Chicago.

Pemikiran buku yang mengalami cetakan kedua pada 2018 itu berangkat dari fakta bahwa selama ini narkoba dikuasai pasar gelap atau bandar-bandar. Karena itu gagasan buku ini menentang pelarangan narkoba. Sebab, jika narkoba dilarang, maka pasar gelaplah yang untung. Yang dirugikan adalah pengguna atau konsumen narkoba yang sejatinya korban.

Pelarangan narkoba dinilai malah akan semakin meningkatkan jumlah korban narkoba, sedangkan penjara-penjara akan penuh dan membebani negara. Tahun 2017, negara membiayai konsumsi untuk penghuni rutan dan lapas sebesar Rp69 triliun. Jumlah penghuni mencapai 232.081 orang dari kapasitas 123.997 orang. Dari jumlah penghuni itu, sebanyak 99.507 kasus narkoba.

Patri Handoyo juga memaparkan bahwa negara sendiri sebenarnya sudah melakukan tata kelola narkoba secara legal lewat layanan-layanan rehabilitasi swasta maupun pemerintah, termasuk di puskesmas, tentunya dalam jumlah yang sangat terbatas. Hanya saja tata kelola tersebut dinilai mendapat hambatan dari kebijakan perang terhadap narkoba yang melakukan pendekatan pidana terhadap pengguna.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//