Perda Kawasan Tanpa Rokok Bandung Jangan Hanya demi Predikat Kota Layak Anak
Kota Bandung ingin naik predikat menjadi kota layak anak utama. Di sisi lain, kasus kekerasan pada anak masih terjadi tiap tahunnya.
Penulis Iman Herdiana4 Mei 2021
BandungBergerak.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung optimis meraih predikat Kota Ramah Anak Utama dalam penilaian kota layak anak tahun ini. Optimisme ini cukup beralasan mengingat Pemkot dan DPRD Kota Bandung baru saja meneken Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai salah satu syarat meraih predikat itu.
Di sisi lain, angka kekerasan pada anak di Bandung yang kini berpredikat Kota Laik Anak kategori Nindya, masih mengkhawatirkan. Sepanjang 2018, berdasarkan data Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung, dilaporkan sebanyak 119 kasus kekerasan terhadap anak. Tahun 2019 sampai Juli angka kekerasan sudah mencapai 104 kasus.
Kasus kekerasan pada anak tak bisa lepas dari kasus kekerasan terhadap keluarga (KDRT) maupun kekerasan pada perempuan (istri/ibu). UPT P2TP2A Kota Bandung pada tahun 2020 mencatat, laporan kekerasan dalam keluarga di Kota Bandung tak kurang dari 300 kasus.
Di tahun 2021 ini, P2TP2A sudah menerima 125 laporan kekerasan keluarga yang terdata sejak Januari hingga Maret, dengan rincian: kekerasan terhadap istri (45 kasus), terhadap anak (45 Kasus), terhadap perempuan (15 kasus), terhadap pria (1 kasus), kekerasan dalam keluarga (9 kasus), dalam berpacaran (1 kasus), dan 9 kasus kekerasan lainnya.
Kasus kekerasan dalam keluarga maupun pada anak juga bisa ditengok dari pendataan yang dilakukan BPS melalui Kota Bandung dalam Angka 2021. Tercatat jumlah klien kekerasan terhadap perempuan di UPT P2TP2A tahun 2020 sebanyak 250 kasus; terdiri dari kekerasan fisik 26 kasus, psikis 72 kasus, seksual 100 kasus, penelantaran 13 kasus, trafficking 12 kasus, hak asuh anak 8 kasus, ekonomi 7 kasus, dan lainnya 12 kasus. Jumlah kasus KDRT total terdapat 186 kasus, yang tersebar di 30 kecamatan yang ada di Kota Bandung.
Sementara upaya melindungi anak dari kasus kekerasan terlihat kurang mendapat dukungan dari sisi anggaran. Tahun 2020, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bandung tidak memperoleh bantuan dana operasional bersumber APBD 2020. Padahal dalam dua tahun sebelumnya, KPAD Kota Bandung masih mendapatkan dana dana hibah APBD. Pada 2018, dana hibah yang didapat sebesar Rp 600 juta, dari besaran proposal Rp 1,9 miliar. Pada 2019, dana hibah diterima Rp 521 juta, dari proposal senilai Rp 8,2 miliar.
Upaya Meraih Predikat
Selama 2 tahun berturut-turut Kota Bandung memperoleh predikat Nindya dalam penilaian Kota Layak Anak. Senin (3/5/2021) lalu, Pemkot Bandung menggelar Rapat Koordinasi Gugus Tugas Kota Layak Anak di Hotel Savoy Homann, Bandung. Di rapat ini muncul harapan Kota Bandung naik predikat dari Nindya ke Kota Ramah Anak Utama.
“Kita harus menghadirkan kota layak anak dimulai di level RT, RW, Kelurahan, Kecamatan. Kota layak anak harus dipahami sampai di level bawah,” kata Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna saat menghadiri rapat tersebut, mengutip siaran persnya.
Ema mengatakan, untuk mewujudkan kota layak anak, perlu kolaborasi pentahelix dengan mengintegrasikan segala potensinya. Kolaborasi pentahelix yaitu kerja sama multi-sektor antara pemerintah, institusi pendidikan, dunia usaha, dan media massa. Menurutnya, mewujudkan Bandung sebagai kota layak anak adalah peran dan tanggung jawab bersama.
Perda KTR
Dalam rapat tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Rita Verita berharap tahun 2021 Kota Bandung bisa memperoleh predikat utama dalam penilaian kota layak anak. Sebelumnya Bandung dinyatakan belum bisa mendapat predikat ini karena tidak ada Perda Kawasan Tanpa Rokok atau KTR, termasuk masih banyaknya iklan rokok di jalan atau ruang-ruang publik.
Kini hambatan Kota Bandung meraih predikat layak anak sudah diatasi dengan hadirnya Perda No. 10 Tahun 2021 tentang Kwasan Tanpa Rokok. "Dengan adanya Perda No. 10 tentang KTR, semoga di tahun 2021 ini kota bandung bisa mendapatkan predikat Utama," kata Rita Verita.
Perda KTR Kota Bandung sendiri diteken Wali Kota Bandung dan DPRD Kota Bandung Jumat (30/4/2021). Perda ini berangkat dari Raperda yang telah selesai dibahas DPRD. Ketua Pansus 9 yang membahas Raperda KTR, Rizal Khairul mengatakan penerapan kebijakan KTR di Kota Bandung diharapkan dapat mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Bandung.
Namun, kata Rizal, efektivitas Perda KTR sangat bergantung pada implementasi kebijakan dan penegakkan aturan. “Serta komitmen dan konsisten seluruh stakeholder termasuk birokrat agar dapat dicapai sesuai dengan harapan," katanya.
Wali Kota Oded M Danial menyatakan Raperda Kota Bandung tentang KTR bertujuan memberikan perlindungan terhadap perokok pasif atau orang yang tidak merokok akibat asap rokok. Kata Oded, perda ini tidak melarang kepada yang belum bisa berhenti merokok, tapi juga ingin melindungi orang yang tidak merokok (perokok pasif).
Mengenai aturan rokok ini, sebenarnya Kota Bandung telah mengeluarkan kebijkan Selasa Tanpa Rokok. Ada juga Perwal KTR nomor 315 tahun 2017 serta dibentuknya Tim Satgas KTR yang bertugas menyosialisasikan implementasi KTR. Dalam delapan bulan terakhir, sosialisasi penerapan aturan KTR di Kota Bandung menunjukkan hasil positif. Survey kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan KTR yang dilakukan pada tahap pertama (Maret 2018) menunjukkan angka 3 persen. Setelah Tim Satgas KTR mengadakan sosialisasi sampai ke tahap keempat (Oktober 2018) angka tersebut naik menjadi 20 persen.
Meski demikian, terlepas dari pentingnya pengaturan kawasan tanpa rokok, mengatasi masalah kekerasan pada anak di Kota Bandung tak kalah penting. Keberadaan Perda KTR mestinya tak menutup mata pada data kekerasan yang dikhawatirkan menjadi fenomena gunung es, di permukaan terlihat kecil namun besar di bagian bawah dan kedalaman.