Dalam 2 Pekan, Jumlah Positif Covid-19 di Bandung Bertambah 939 Kasus
Jauh sebelum kondisi Covid-19 hari ini, para ahli telah memeringatkan Indonesia perlu mewaspadai tingginya transmisi penularan Covid-19.
Penulis Iman Herdiana4 Mei 2021
BandungBergerak.id - Jumlah kasus infeksi Covid-19 di Bandung belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Dalam dua pekan terakhir, penambahan pasien Covid-19 mencapai 939 kasus, berdasarkan data Pusat Informasi Covid-19 Kota Bandung di laman covid19.bandung.go.id.
Pada 18 April 2021, total konfirmasi positif Covid-19 Kota Bandung sebanyak 16.641 kasus. Dua pekan kemudian, tepatnya Senin (3/5/2021) pukul 18:58 WIB, total konfirmasi positif Covid-19 mencapai 17.580 atau mengalami penambahan 939 kasus.
Jumlah Covid-19 aktif (belum sembuh dan masih berpotensi menularkan) pun bertambah dari 669 kasus menjadi 840 atau mengalami penambahan 171 kasus. Penambahan juga terjadi pada pasien meninggal karena Covid-19 dari 286 kasus menjadi 298 atau bertambah 12 orang. Sedangkan jumlah terkonfirmasi sembuh dari 15.686 kasus menjadi 16,442 kasus atau bertambah 756 orang.
Mengenai sebaran, baik data dua pekan lalu maupun data yang terakhir diperbarui Senin (3/5/2021), Covid-19 masih tersebar di 30 kecamatan yang ada di Kota Bandung. Dengan kata lain, tidak ada zona biru atau hijau yang menandakan zona bebas Covid-19 di Kota Bandung. Semua kecamatan berzona kuning atau oranye, menandakan tiap kecamatan terdapat pasien positif aktif Covid-19.
Sebanyak 10 kecamatan di antaranya masuk zona dengan jumlah kasus tertinggi, yakni Antapani 79 kasus, Arcamanik 76 kasus, Cibeunying Kidul 69 kasus, Rancasari 48 kasus, Buahbatu 40 kasus, Lengkong 39 kasus, Coblong 37 kasus, Batununggal 36 kasus, Ujung Berung 35 kasus, dan Sukajadi 34 kasus.
Data tersebut menunjukkan Covid-19 di Bandung masih perlu terus diwaspadai dengan tetap mentaati protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan, dan lain-lain.
Terancam Jadi Episentrum Covid-19
Jauh sebelum kondisi Covid-19 hari ini, para ahli telah memeringatkan Indonesia perlu mewaspadai tingginya transmisi penularan Covid-19. Pada 22 September 2020, laman resmi UGM merilis pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menyebut Indonesia akan menjadi episentrum Covid-19 dunia jika kasus positif Corona terus bertambah dan penanganannya tidak lebih baik.
Epidemiolog UGM, Riris Andono Ahmad sepakat dengan pernyataan yang dikeluarkan IDI, bahwa Indonesia akan menjadi episentrum Covid-19 jika tidak segera ada perubahan. Kendati begitu, episentrum Covid-19 yang dimaksud adalah negara dengan transmisi terbesar, bukan sebagai pusat penularan Covid-19.
“Kalau episentrum sebagai istilah negara dengan transmisi terbesar kasus Covd-19 itu bisa jadi. Namun, kalau episentrum sebagai pusat penularan itu jadi tidak tepat, sebab penularan sudah terjadi di mana-mana hampir di semua negara dunia,” paparnya.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM ini menegaskan bahwa pemerintah seyogyanya segera mengambil langkah cepat melakukan penghentian atau pembatasan mobilitas penduduk agar tidak menjadi negara dengan transmisi Covid-19 terbesar.
Pembatasan mobilitas penduduk dinilai sangat penting mengingat pergerakan orang menjadi faktor penyebar Covid-19. Pembatasan mobilitas diharapkan dapat menekan penularan agar tidak meluas di tanah air. “Mobilitas penduduk harus segera dihentikan kalau tidak dihentikan kasus akan terus meningkat,” katanya.
Apabila situasi telah terkendali, lanjutnya, pembatasan mobilitas sosial bisa kembali dilonggarkan. Namun, jika nantinya dijumpai penularan Covid-19 yang meluas lagi, mobilitas penduduk segera dibatasi kembali. “Ada saatnya kencangkan social distancing dan ada saatnya longgarkan social distancing,” jelasnya.