• Buku
  • Kategorisasi Puisi Sunda di Masa Hindia Belanda

Kategorisasi Puisi Sunda di Masa Hindia Belanda

Buku ini penting untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan tradisi sastra Sunda karena memberikan banyak data yang belum dibahas oleh para peneliti sebelumnya.

Sampul buku Puisi Sunda Zaman Belanda menampilkan olahan lukisan Jalan Raya Pos dari Bogor ke Priangan karya Abraham Salm pada tahun 1869 yang diambil dari koleksi Rijksmuseum, Belanda. Buku hasil terjemahan Hawe Setiawan atas disertasi Tom van Den Berge ini diterbitkan oleh Layung, Garut, pada 2021.

Penulis Hafidz Azhar5 Mei 2021


BandungBergerak.idTom van den Berge memulainya dengan pembahasan Tuan Kebun. K. F. Holle menjadi sosok yang digambarkan, yang citranya ia dapat dari foto tahun 1887: mengenakan topi fez di kepalanya, juga memakai cincin berlian di jari besarnya. Begitulah imaji Tom mengenai K. F. Holle. Namun, apa hubungan Holle dan Tuan Kebun?

Karel Frederick Holle merupakan salah satu juragan perkebunan teh di Priangan. Kebun teh yang ia kembangkan di Cikajang, Garut, membentang luas di permukaan tinggi bernuansa sejuk. Meski demikain, yang paling penting mengenai Holle ialah penguasaan bahasa Sunda yang ia amati dari masyarakat setempat. Tuan Holle, menjadi sapaan sehari-hari untuk sang juragan.

Menurut Tom, Holle adalah orang Eropa pertama yang mempelajari bahasa dan budaya Sunda dengan metode komunikasi secara langsung. Lewat kedekatan dengan para penduduk, ia menyerap semua hal tentang orang Sunda.

“Holle telah mempelajari bahasa dan budaya Sunda yang tidak pernah dilakukan orang sebelum dirinya. Melalui hubungan akrab dengan penduduk setempat, yang taraf material dan kulturalnya hendak dia angkat, dia memperluas pengetahuan praktisnya mengenai bahasa itu,” tulis Tom.

Penjelasan mengenai Holle memang menjadi salah satu topik menarik yang diulas oleh Tom. Dalam bukunya itu, Holle dianggap sebagai pembuka gerbang khazanah kesundaan, terutama berkaitan dengan tradisi tulisan. Tom mencatat jika Holle sudah menghasilkan lebih dari 200 pubilkasi dalam berbagai aspek bahasan. Beberapa di antaranya tentang budidaya padi dan pemeliharaan ikan air tawar, Batu Tulis dan naskah-naskah yang ditulis melalui lembaran daun, percakapan sehari-hari dalam bahasa Sunda, serta surat-menyurat dalam bahasa Sunda.

Buku Puisi Sunda Zaman Belanda yang ditulis oleh Tom van den Berg ini berasal dari disertasinya tahun 1993. Meski fokus utama berisi tentang puisi Sunda, analisis Tom tidak hanya berkutat pada kategorisasi puisi Sunda secara utuh. Ia juga menuliskan beragam problem mengenai khazanah kesundaan di lain sisi. Seperti proses awal tradisi tulisan bahasa Sunda, penyebutan orang Sunda pada abad ke-19, pembuatan kamus Sunda di kalangan misionaris, serta perdebatan para penginjil tentang penelitian bahasa Sunda.

Kategorisasi Puisi Sunda

Tom van den Berge membatasi objek kajiannya pada terbitan berkala. Ia membagi terbitan berkala Sunda menjadi dua bagian. Yang pertama, media milik Pemerintah Kolonial dan yang kedua, media yang dikelola oleh kaum Pribumi. Untuk terbitan berkala Pemerintah, mingguan Parahiangan menjadi fokus penelitian Tom. Sedangkan Sekar Roekoen dan Padjdjaran, ia ambil sebagai sampel media milik Pribumi. Dalam majalah Parahiangan, puisi menempati posisi penting sejak muncul pertama kali tahun 1929. Adapun pada Sekar Roekoen dan Padjadjaran puisi digunakan sebagai kritik terhadap kondisi zaman ketika itu.

Bagian khusus mengenai puisi Sunda ditulis Tom pada bab dua dan tiga. Mula-mula, ia membuat kategori sajak dalam mingguan Parahiangan. Ada lima kategori yang paling menonjol. Sebut saja antara lain, Nafsu, Takdir, Raja, Alam, dan Budaya. Pada kategori Nafsu, Tom bahkan memberi tema Setan yang dibagi menjadi enam kelompok. Salah satu analisisnya ia uraikan pada sajak yang ditulis oleh Mang Ape berjudul Napsoe. Untuk kategori Takdir, Tom memilih Tuhan sebagai tema utama. Bagian-bagian yang termasuk kelompok ini ia pecah menjadi lima bagian dengan sajak Asmarandana Lahir Batin sebagai contohnya. Pada kategori Raja, nama yang sama masih digunakan sebagai tema dan dibagi menjadi tiga kelompok. Sedangkan pada tema selanjutnya, Tom membagi empat bagian untuk kategori Alam dan tiga kelompok untuk kategori Budaya. Dengan contoh Di Sisi Tjitaroem, untuk Alam, dan Dajaning Kaboedjanggaan untuk kategori Budaya.

Dalam bab tiga, Tom menekankan sajak Sunda pada media berkala milik Pribumi. Dua tema besar yang diangkat pada bab ini adalah Kemerdekaan dan Perempuan. Di bagian Kemerdekaan, Tom melampirkan bait terakhir, //Dangdaoenan ararojag// katingalna koe simkoering dstyang terdapat pada surat kabar Padjadjaran 11 oktober 1920. Isinya bukan hanya panggilan kemerdekaan namun juga kritik atas perbudakan kaum kapitalis. Sedangkan untuk tema Pernikahan, salah satunya ia lampirkan dalam Sekar Roekoen edisi Mei 1922, //Moesoeh teh njaeta adat// Parantos djadi tali pranti) dst…, yang isinya dorongan terhadap perempuan agar terlepas dari keterkungkungan adat.

Bagi Tom puisi Sunda tidaklah bebas. “Penyair Sunda dibatasi oleh pilihan katanya sendiri,” tulisnya. Ia juga mengutip Holle, “bahwa di Tatar Sunda, transfer pengetahuan yang relevan diperantarai oleh puisi”.

Sebagai pembuat kamus bahasa Sunda, Coolsma telah gagal dalam penginjilan. Sedangkan Hidding mengamati puisi Sunda tidak lagi sebagai medium transfer pengetahuan. Berbagai pandangan ini jelas menjadi acuan dalam penelitian Tom mengenai puisi Sunda.

Buku yang diterjemahkan oleh Hawe Setiawan ini, menjadi buku kedua setelah Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19 karya Mikihiro Moriyama, yang memuat sekelumit budaya tulis dalam khazanah kesundaan masa modern awal.  Bagi saya sendiri, buku ini penting untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan tradisi sastra Sunda karena memberikan banyak data yang belum dibahas oleh para peneliti Sunda sebelumnya.

Informasi Buku

Judul                : Puisi Sunda Zaman Belanda (pertama kali terbit dalam bahasa Belanda: Van Kennis tot Kunst: Soendanese Poezie in de Koloniale Tijd)

Pengarang       : Tom van den Berg

Penerjemah    : Hawe Setiawan

Penerbit          : Layung, Garut

Cetakan           : I, 2021

Tebal               : 168 halaman

Editor: Redaksi

COMMENTS

//