Menengok Segitiga Wisata Jakarta, Bogor, dan Bandung
Jejak segitiga wisata Jakarta, Bogor, dan Bandung bisa ditemukan dalam buku-buku catatan, promosi, atau panduan wisata tempo dulu. Berjaya sebelum Tol Cipularang.
Penulis Tri Joko Her Riadi15 Mei 2021
BandungBergerak.id - Pada suatu hari yang cerah di bulan Februari 1960, rombongan jurnalis Uni Soviet, sekarang Rusia, terpukau menyaksikan keindangan alam Tatar Priangan ketika melintas di Puncak Pass. Kota Bandung ditandai dengan menara-menara radio yang mencuat atap-atap merah kehijauan.
Ketika sang pemandu berkisah tentang Gunung Tangkubanparahu, lengkap dengan legenda Sangkuriangnya, para jurnalis itu terpikat. Cerita tentang gerombolan Darul Islam yang masih bersembunyi di di hutan-hutan menambah para tamu kian penasaran.
“Pemandu itu bisa menceritakan banyak hal menarik, tapi sayangnya kami bukan turis. Kami tidak bisa berhenti untuk mendengarkan kisahnya yang memikat. Kami harus segera ke Bandung,” tulis para jurnalis Uni Soviet itu dalam buku “The Awakened East” (1960).
Buku bersampul merah ini merupakan laporan atas kunjungan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Khruschov ke beberapa negara di Asia. Selain Indonesia, sang pemimpin gaek negara komunis bertubuh tambun itu telah mengunjungi India dan Burma. Menyusul nanti Afganistan. Di Indonesia, rombongan Khruschov, termasuk para jurnalis, mendatangi juga Jakarta, Bogor, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.
Ketika menyaksikan pemandangan Tatar Priangan yang menakjubkan di Puncak Pass itu, para jurnalis sedang dalam perjalanan dari Istana Bogor ke Bandung. Sebelum ke Bogor, awal perjalanan mereka dimulai dari ibu kota Jakarta.
Rute yang dilewati delegasi Khruschov ketika itu merupakan akses utama perjalanan darat dari Jakarta ke Bandung. Orang harus melingkar dulu ke Puncak, Bogor. Inilah segitiga wisata yang demikian populer sampai beroperasinya Tol Cipularang yang memangkas jarak perjalanan dengan membelah Cikampek dan Purwakarta sejak 2005.
Jejak segitiga wisata Jakarta, Bogor, dan Bandung bisa kita temukan, salah satunya, dengan menengok lagi buku-buku catatan, promosi, dan panduan wisata tempo dulu.
Daftar Informasi
Ada buku berjudul “Short Guide Djakarta Bogor Bandung” yang diterbitkan oleh Kementerian Informasi Republik Indonesia. Tahun terbitnya tidak dicantumkan. Namun, diperikirakan antara tahun 1952 dan 1955.
Kita bisa menebak berdasarkan informasi yang termuat di halaman pengantar buku. Tertulis di sana alasan mengapa Bandung terpilih sebagai satu dari tiga kota yang diulas dalam buku tersebut. Kota Kembang disebut sebagai tuan rumah bagi beberapa konferensi internasional. Mulai dari Organisasi Buruh Dunia (ILO), Konferensi Padi Internasional, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga konferensi ECACE pada 1952. Tidak disebutkan di sana kegiatan paling monumental di Bandung: Konferensi Asia Afrika pada 1955.
Buku “Short Guide Djakarta Bogor Bandung” ditulis sebagai sebuah buku pegangan praktis bagi para pelancong ke tiga kota besar Indonesia itu, terutama mereka yang datang dari mancanegara. Tidak banyak deskripsi tulisan di sana, kecuali beberapa informasi terpenting yang disampaikan secara lugas.
Dalam buku setebal 160 halaman ini, pembaca dapat menemukan setumpuk informasi berguna bagi hidup keseharian mereka di tiga kota tersebut, yang disajikan dalam bentuk daftar, mulai dari alamat kedutaan, hotel, perkantoran, restoran, pusat belanja, tempat ibadah, toko buku, bioskop, hingga tukang cukur. Selain banyak foto titik-titik wisata dengan kualitas prima, buku ini juga mencantumkan selembar peta ketiga kota.
Dalam bahasan tentang Bogor, misalnya, selain deretan gedung dan bangunan cagar budaya, tercantum nama dan alamat delapan toko buku dan empat bioskop. Juga tercantum informasi tentang dua surat kabar di Kota Hujan, yakni mingguan Warga dan Tjandra dengan N. Sudarma dan Tjandra dengan Eeng Natadiputra sebagai masing-masing pemimpin redaksinya.
“Harapan kami, panduan kecil ini bakal membantu memecahkan sebagian persoalan yang dihadapi orang asing dan membuat mereka merasa nyaman di negeri ini,” begitu tertulis di halaman Pengantar.
Wisata Bandung Raya
Pada 1962, terbit buku “An Invitation to Bandung Region: Opal of the Orient”, yang oleh oleh penulisnya, Sam Suhaedi Admawiria, ditulis sebagai sebuah panduan wisata kawasan Bandung Raya dengan kiblat ke ibu kota Jakarta. Yang jadi sampul buku ini adalah sebuah sketsa rute perjalanan dari Jakarta ke Bandung via Bogor dan Puncak.
Buku setebal 109 halaman yang disajikan secara dwibahasa, Inggris dan Indonesia ini dibuka dengan bab berisi informasi tentang perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Waktu tempuh rute yang “semakin populer” tersebut dituliskan sekitar tiga hingga empat jam. Pemandangan elok di sepanjang perjalanan membuat waktu tempuh selama itu tak terasa.
“Mendaki menuju Puncak Pass, Anda akan melintasi kawasan pinggiran Bogor yang sebagian besarnya berupa hamparan persawahan dan rerumputan yang menghijau,” begitu tertulis dalam buku panduan tersebut.
Selain beberapa lanskap elok, buku panduan yang diterbitkan oleh Dewan Pariwisata Bandung dan diberi Pengantar oleh Bupati Bandung Raden Memed Adiwilaga ini menyebutkan juga beberapa nama buah tropis yang bisa dibeli di sepanjang perjalanan untuk dijadikan oleh-oleh. Di antaranya, duku dan rambutan di Cibinong serta durian, nangka, dan manggis di Cianjur.
Untuk menggambarkan destinasi-destinasi wisata di Bandung, Sam Suhaedi Admawiria memulai dari lokasi-lokasi menarik di dalam kota, sebelum berlanjut ke daerah-daerah tetangga. Lembang dan Tangkuban Perahu jadi andalan.
Selain wisata pemandangan alam, buku “An Invitation to Bandung Region” menampilkan juga beberapa produk budaya khas Bandung, dari seni hingga kuliner. Pembaca dibujuk untuk mencoba mencicipi peuyeum dan oncom dalam kunjungannya ke Bandung.
Setelah Tol Cipularang
Sejak pengoperasian Tol Cipularang pada April 2005, rute perjalanan darat dari Jakarta ke Bandung via Puncak, Bogor menjadi kalah populer. Orang-orang yang makin mengutakan kecepatan memilih melaju lewat jalan tol. Jalur segitiga wisata Jakarta, Bogor, dan Bandung menjadi alternatif saja. Entah ketika Tol Cipularang macet parah, atau ketika ingin menikmati suasana berbeda.
Dampak makin tidak populernya jalur segitiga Jakarta, Bogor, dan Bandung ini merembet ke banyak urusan. Yang utama adalah bisnis wisata dan segala kegiatan turunannya, mulai dari hotel, restoran, hingga usaha oleh-oleh.
Pada Februari 2009, empat tahun setelah pengoperasian Tol Cipularang, terbit buku perjalanan wisata yang secara khusus membahas tiga kota itu: Jakarta, Bogor, dan Bandung. Dijuduli Panduan Berlibur Seru Jakarta Bogor Bandung, buku setebal 136 halaman yang ditulis oleh tim Redaksi Bukune itu memuat ulasan terhadap 44 destinasi wisata di ketiga kota, terdiri dari 21 titik di Jakarta, 12 titik di Bogor, dan 11 titik di Bandung.
Seperti kebanyakan buku panduan wisata dewasa ini, buku yang diterbitkan oleh Bukune ini disajikan dengan gaya lugas. Informasi praktis tentang tiap-tiap titik wisata ditulis selengkap mungkin, mulai dari alamat (baik di lapangan maupun di internet), jam buka, hingga daftar harga. Tidak ketinggalan, bertebaran foto-foto warna-warni di tiap halaman.
Pilihan destinasi wisata yang disajikan buku ini khas anak-anak muda zaman sekarang. Di Bogor, misalnya, titik-titik yang diulas mencakup Kampung Wisata Cinangneng, The Jungle, Taman Wisata Mekarsari, dan Cimory. Sementara di Bandung, diulas di antaranya Rumah Sosis, De Ranch, All About Strawberry, dan Ranca Upas.
Meski mencantumkan nama ketiga kota, terlihat jelas bagaimana buku Panduan Berlibur Seru Jakarta Bogor Bandung menyajikannya sebagai kesatuan terpisah. Sama sekali tidak disinggung perjalanan dari Jakarta ke Bandung via Puncak, dengan pemandangan bentang alam yang masih saja memikat, sebagaimana kita temukan dalam buku-buku panduan wisata tempo dulu.