• Kolom
  • Paman dan Keponakan de Vries

Paman dan Keponakan de Vries

Toko De Vries menjadi satu dari hanya dua toko besar di Bandung seabad lalu. J.R. de Vries mendirikannya, lalu M.K. de Vries, sang keponakan, mengubah tampilannya.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Toko J.R. de Vries & Co. di Groote Postweg, Bandung, yang mula-mula menerapkan konsep etalase pajangan. (Sumber: KITLV 11821)

20 Maret 2021


BandungBergerak.id - Bupati R.A.A. Marta Nagara menulis ihwal dua toko besar bangsa Eropa yang ada pada masanya memerintah Kota Bandung (1893-1918). Dalam Babad Raden Adipati Aria Marta Nagara, Regent Pansioen Bandoeng di Soemedang (Aurora Bandoeng, 1923: 37), sang bupati antara lain menulis demikian: “Kota Bandoeng kaseboetna rame teh, sanggeus aja kareta api djeung sanggeus ngadegna bengkel kareta api. Noe kaseboet toko gede ngan aja 2 nja eta toko De Vries djeung toko Tiem” (Kota Bandung terbilang maju setelah ada [jalur] kereta api dan berdirinya bengkel kereta api. Toko yang terbilang besar hanya ada dua, yakni toko de Vries dan toko Tiem).

Pernyataan sang bupati tersebut mengandung arti bahwa Kota Bandung mulai berkembang setelah ada jalur kereta api yang melewati kota ini, yakni tahun 1884. Dari pernyataan tersebut pula, saya jadi penasaran mengenai keberadaan toko de Vries. Jadi timbul pertanyaan-pertanyaan. Siapa pemilik atau pendiri toko tersebut? Kapan dia mulai berada di Bandung? Selain toko, apalagi yang diusahakannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang menuntun saya melakukan penelusuran pustaka.

Saya akan mulai dengan berita kematiannya dalam De Preanger-Bode (28 Desember 1915), Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (30 Desember 1915), dan Maconniek weekblad (8 Januari 1916). Dari ketiga sumber tersebut, saya jadi tahu bahwa J.R. De Vries meninggal di Hilversum, pada 28 Desember 1915, dalam usia 69 tahun. Selain itu, disebutkan bahwa dia menjadi salah seorang pendorong perkembangan Kota Bandung, pendiri toko serba ada De Vries, dan menjadi perintis pada beberapa hal seperti pendiri telepon Priangan, orang pertama yang mulai mengusahakan percetakan di Bandung, menerbitkan koran Preanger-Bode, anggota kehormatan De Preanger Wedloop Societeit (perhimpunan penyuka kuda dan balap kuda di Priangan), dan dewan pengawas De Javasche Bank. Dari Maconniek weekblad, saya mendapatkan tambahan keterangan bahwa J.R. De Vries juga mendirikan perusahaan perkebunan yang dinamainya sebagai “Panglipoer Galih” dan tentu saja dia termasuk seorang anggota Freemason.

Bila dihitung mundur, dapat diperkirakan J.R. de Vries lahir sekitar tahun 1846. Soal pertama, kapan gerangan dia mulai datang dan berusaha di Bandung? Dalam berita De Preanger Bode (5 April 1897), saya mendapatkan titik terangnya. Saat itu J.R. De Vries bersama Jan Fabricius (1871-1964) mendirikan usaha bersama yang disebut sebagai Firma De Vries & Fabricius di Bandung. Bidang usahanya adalah percetakan, termasuk mencetak koran De Preanger-Bode yang sejak edisi perdananya (6 Juli 1896) hingga edisi 4 April 1897 diterbitkan oleh J. de Vries & Co.

Dalam acara syukuran tersebut, J. De Vries antara lain mengenang kehadirannya di Bandung, sekaligus upayanya membangun bisnis toko dan percetakannya. Katanya, “Ketika saya menambahkan usaha cetak tangan pada bisnis toko saya pada 1881, saya terutama memaksudkannya sebagai usaha toko cetak dan pengumuman lelang. Saya sudah memikirkannya saat itu bahkan saya berencana untuk mencetak dan menerbitkan majalah iklan, yang saya beri tajuk Laurens Janszoon Koster. Namun, saat itu Bandung belumlah matang pada masa itu. Sejak 1881, atau lebih baik sejak tahun 1878, saat saya mendirikan toko di Bandung, saya terlibat pada upaya perdagangan di sana ...”

Alhasil, dari pernyataannya sendiri, saya jadi tahu bahwa J.R. de Vries mulai mendirikan toko di Bandung pada 1878 saat dia berusia 32 tahun dan mendirikan usaha percetakan pada 1881 saat dirinya berusia 35 tahun. Tentu saja baik tahun 1878 maupun 1881, Kota Bandung belum dapat dibilang maju sehingga dikatakannya “Bandung belumlah matang” atau berkebalikan dengan kata Bupati Marta Nagara, saat itu Bandung belum terbilang ramai karena saat itu jalur kereta api baru dibangun dari arah Bogor dan belum mencapai Bandung. Tetapi yang jelas, J.R. de Vries hadir di Bandung saat Priangan sudah terbuka untuk kalangan swasta, terutama setelah dilaksanakannya Reorganisasi Priangan pada 1871.

Terbukanya Priangan bagi kalangan swasta tersebut memang benar-benar dimanfaatkan oleh De Vries. Lima tahun sejak mendirikan toko di Bandung, tepatnya terhitung sejak 3 Februari 1883, dia menyewa lahan perkebunan seluas 238 bau di daerah Distrik Ujung Berung Wetan, Kabupaten Bandung. Untuk perkebunan yang diberi nama “Panglipoer Galih” dan dikenai biaya sewa per bau tanahnya sebesar f.5 dalam setahun itu, De Vries menanam kina. J.R de Vries sebagai ondernemer-nya, sementara yang menjadi administraturnya adalah J.H. de Vries, barangkali masih saudara atau kerabat J.R de Vries (Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1889, 1888: 366).

Berita-berita terkait perkebunannya dapat diikuti antara lain dari Bataviaasch Handelsblad (5 Oktober 1886) yang mengabarkan bahwa firma De Vries & Co. memborong semua benih kina yang dilelang oleh pemerintah. Selanjutnya dari De Preanger-Bode (22 Agustus 1906) ada kabar bahwa perkebunan “Panglipoer Galih” menjual benih-benih kina berjenis Ledger Zaad, Hybriden Zaad, dan Succembra Zaad, sebanyak 30.000 benih. Dari koran tersebut, saya jadi tahu bahwa posisi “Panglipoer Galih” itu berada di Lembang dan administraturnya adalah N. van Beers.

Dalam perkembangan selanjutnya, sebagaimana yang disebutkan dalam De Preanger-Bode (28 Desember 1915), J.R. de Vries adalah pelopor jaringan telepon di Priangan. Memang ini terbukti dari fakta bahwa dialah yang membeli atau mendapatkan konsesi bagi pembangunan dan eksploitasi koneksi telepon di Keresidenan Priangan (De Locomotief, 5 November 1895).

De Vries yang Lain

Selanjutnya De Vries lain muncul di Bandung sejak 1899. Dialah Klaas de Vries atau M.K. de Vries. Mengenai kehadirannya di Kota Bandung dapat saya ikuti dari  Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie (15 April 1936), Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (17 Maret 1939) dan Deli Courant (21 Maret 1939). Dari pemberitaan ketiga koran tersebut, informasi yang dipetik antara lain M.K. de Vries tiba dari Belanda ke Bandung pada 15 Maret 1899, tinggal dengan Moeder Homann, dan bergabung dengan Societeit Concordia di bawah arahan pamannya, J.R. de Vries.

Selanjutnya, M.K. de Vries yang baru saja tiba dari Eropa bekerja di toko pamannya, di Warenhuis De Vries atau Toko De Vries. Keponakannya inilah yang membawa gagasan baru mengenai toko. Tokonya dibuat dengan pajangan etalase, yang sebelumnya tidak ada di Bandung. Hal ini menyebabkan para Preanger Planters yang turun gunung dan penduduk Eropa di Bandung mentertawakannya. Apalagi kaum pribumi, tidak ada di antara mereka yang berani memasuki Toko De Vries. Itu semua disebabkan karena adanya etalase pajangan tersebut.

Namun dengan mempekerjakan Pa Kromo yang berjaga di depan toko, akhirnya mau juga para pribumi masuk ke Toko De Vries. Konon, Pa Kromo yang mengajak bicara pelanggan pribumi dan membujuknya agar mau diajak singgah dulu ke dalam toko.

M.K. de Vries menyebutkan bahwa pemilik toko lainnya di Bandung adalah M. Thiem, manajer Hotel Thiem (yang kemudian menjadi Grand Hotel Preanger). Pernyataannya ini sejajar dengan yang diutarakan Bupati Marta Nagara pada awal tulisan ini, bahwa pada mulanya di Bandung ada dua toko besar milik orang Eropa, yakni De Vries dan Thiem.

Alhasil dari penelusuran di atas, saya sendiri jadi dapat membedakan mana yang paman dan mana yang keponakan bernama De Vries itu. Karena bila kita telusuri kabar-kabar di internet, nampak tidak jelas perbedaannya. Ada yang menempatkan Klaas sebagai pamannya, dan J.R. de Vries sebagai keponakannnya. Padahal, terbalik. Lebih jauhnya, sedikit banyak saya juga dapat menjejaki riwayat J.R. de Vries di Bandung, termasuk di dalamnya pendirian Toko De Vries sebagaimana disebutkan Bupati Marta Nagara.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//