• Kolom
  • Dalam Kepungan Hoax dan Pesimisme, Komunikasi Publik Negara Harus Berubah (2)

Dalam Kepungan Hoax dan Pesimisme, Komunikasi Publik Negara Harus Berubah (2)

Banjir hoax dan informasi negatif hari ini menyuburkan pesimisme di tengah mayarakat. Komunikasi publik negara harus berubah.

Mang Sawal

Warga desa di pinggiran Kota Bandung, bisa ditengok di akun instagram @mang_sawal

Foto bersama anggota Bagian Humas Sekretariat Daerah Kota Bandung pada tahun 2020. (Sumber foto: Buku Tentang Humas Kota Bandung)

23 Maret 2021


BandungBergerak.id - Tentunya negara memiliki personifikasi yang disebut aparatus bidang informasi dan komunikasi. Saat ini, aparatus negara seharusnya ikut berperan dalam melawan hoax pada seluruh strategi yang ditawarkan Komisi Eropa. Melalui serangkaian peraturan perundang-undangan, seperti, UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, PP 61/2010 tentang Pelaksanaan UU No.14/2008, Permenkominfo No.17/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika, PMA No.2/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi di Mahkamah Agung, PerKI No.1/2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, PerKI No.1/2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, dan seterusnya.

Dalam praktiknya, silakan ukur sendiri. Ada banyak alat ukur untuk mengetahui di mana posisi aparatus negara dalam konteks komunikasi publik negara. Salah satu alat ukur yang dapat digunakan adalah Model Grunig dan Hunt (1984), yang memberikan 4 (empat) model peran dalam pengelolaan komunikasi publik negara dengan warganya, yaitu press agent/publicity, public information, two-way asymmetrical, serta two-way symmetrical.

Model nomor 1 menunjukkan aktivitas juru bicara negara baru sebatas sebagai petugas dokumentasi dan publikasi, sibuk menemani pimpinan dan mencatat pernyataan dan kegiatannya, lalu membuat press release.

Model nomor 2 menunjukkan aktivitas juru bicara negara yang mulai banyak menyebarkan informasi satu arah sesuai kalender kegiatan organisasinya sendiri

Model nomor 3 menunjukkan aktivitas juru bicara negara yang sudah menyiapkan informasi secara terbuka dengan akses yang mudah namun tidak dapat menjawab pertanyaan lanjutan karena berbagai alasan. Akibatnya, untuk menghindari datangnya pertanyaan lanjutan, informasi yang dibuka kepada publik adalah informasi permukaan yang amat terbatas bahkan ambigu. Pendekatan komunikasinya sudah persuasif.

Model nomor 4 menunjukkan aktivitas juru bicara negara yang menyiapkan informasi yang lengkap dengan berbagai tingkatan kedalaman dan infrastruktur yang memudahkan untuk mengaksesnya serta siap berinteraksi langsung dengan masyarakat untuk menjawab pertanyaan lanjutan. Pendekatan komunikasinya sudah interaktif, mutualistik, dan berjangka panjang.

Di mana posisi aparatus negara di berbagai level organisasi pemerintahan, dalam banyak persoalan bangsa saat ini, bisa dilihat dengan model tersebut. Apakah aparatur negara sudah berperan dalam membangun optimisme? Silakan bercermin.

Menguasai Keterampilan Baru

Peradaban masyarakat dunia terus berkembang. Setelah melewati peradaban berburu, bertani, industri dan informasi, masyarakat dunia kini memasuki peradaban ke-5, sering disebut society 5.0, yang berpusat pada kenyamanan hidup individu. Berbasis AI (artificial intellegence) dan big data, teknologi berkembang sedemikian rupa sehingga antara satu teknologi dengan teknologi lain sanggup tersambung dengan tingkat akurasi tinggi. Microwave terhubung dengan kulkas serta toko daring, robot pembersih lantai dengan server di rumah, dashboard mobil dengan handphone dan aplikasi peta di jaringan internet, gelang tangan pintar yang akan memberi peringatan dini ancaman kesehatan pemakainya dan lalu menghubungi aplikasi percakapan (chat) dengan dokter, robot juga kini mulai menggantikan manusia dalam membuat jenis berita tertentu, dan seterusnya.

Peradaban masyarakat ke-5 ini menantang kita yang masih menyimpan data di buku tulis serta memakai handphone hanya untuk SMS. Atau memakai cangkul untuk mengolah sawah. Peradaban ke-5 menawarkan efisiensi dan akselerasi, serta kepraktisan gaya hidup masyarakat. Di situlah para aparatus negara bermain dan jika tidak mau ikutan, kemungkinan dipinggirkan dari lapangan.

Menguasai teknologi serta berbagai aplikasi untuk menjangkau publik sudah harus menjadi keterampilan juru bicara negara (praktisi government PR), selain memelihara hubungan tradisional dengan media dan awak medianya. Pemberdayaan masyarakat juga harus menjadi kegiatan rutin kementrian dan lembaga negara untuk meningkatkan keberhasilan dan keberlanjutan progam kerja. Pemberdayaan masyarakat lebih murah dari segi biaya daripada menyusun legislasi baru karena dengan pemberdayaan, elemen masyarakat dapat menjadi mata dan telinga aparatus negara di lapangan, terutama dalam situasi krisis (Lee, 2012). Untuk itu, pelatihan untuk meningkatkan kapasitas juru bicara negara dalam berkomunikasi dengan masyarakat amatlah penting. Konsolidasi pesan dalam penyebaran informasi juga akan menangkal hoax karena ketidakpastian memberi ruang bagi pihak-pihak yang ingin berbuat kacau.

Penulis sendiri bukan peramal yang sanggup menggambarkan bagaimana hidup 100 tahun ke depan. Besok saja tidak tahu pasti. Meski microsoft sudah banyak membuat ramalan-ramalan sejak dekade lalu, termasuk ramalan tentang wabah penyakit dengan menggunakan big data. Buku paririmbon kata orang tua zaman dulu. Prosesnya, dari sekian banyak informasi sejarah yang tercatat secara akurat, mesin pintar membangun model dan pola, lalu meramal kemungkinan-kemungkinan. Begitulah cara kerja ramalan zaman sekarang. Namun yang penulis tahu, masa depan tidak akan sama dengan masa lalu dan masa kini. Komunikasi publik negara akan berubah, begitu pula aparatusnya. Tidak sekedar pencipta perintah, melainkan pencipta optimisme. Pencipta kebahagiaan, bukan penebar ketakutan.

Bukankah kebahagiaan dapat meningkatkan daya tahan tubuh melawan virus di tengah pandemi seperti sekarang ini?

Editor: Redaksi

COMMENTS

//