Forum Tamansari Bersatu Menanti Langkah Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat
Ombudsman Jabar belum mememutuskan kebijakan perihal surat dari warga RW 11 Tamansari soal rumah deret.
Penulis Bani Hakiki10 Juni 2021
BandungBergerak.id - Kasus sengketa tanah di RW 11 Tamansari, Bandung, belum selesai pasca-Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melakukan penggusuran besar-besaran 12 Desember 2019 lalu. Meskipun telah dinyatakan kalah di persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), warga yang bertahan tetap mendesak Pemkot membatalkan penetapan status Bangun Guna di lahan sengketa rumah deret.
Perkembangan terbaru, Forum Tamansari Bersatu yang bersolidaritas terhadap korban gusuran rumah deret, mendatangi kantor Ombudsman RI Jawa Barat di Jalan Kebon Waru Utara, Rabu (9/6/2021). Pada forum ini hadir Eva Eryani Effendi, seorang warga RW 11 Tamansari yang bertahan memperjuangkan hak-haknya, didampingi Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).
Namun, kedatangan warga ke Ombudsman Jabar itu tak membuahkan hasil. Sebelumnya, Eva Eryani beserta masa solidaritas Forum Tamansari Bersatu mengirimkan surat tuntutan sebanyak puluhan lembar kepada Ombudsman sejak 25 Mei 2021 lalu. Semestinya surat tersebut ditanggapi Ombudsman selambat-lambatnya 14 hari kerja sejak surat terkirim.
Tetapi sampai batas waktu yang diminta, Ombudsman belum melakukan peninjauan resmi atau memberi klarifikasi apa pun terkait surat warga Tamansari itu.
“Ini hari ke-14, tadi belum datang juga surat klarifikasi yang diminta. Selanjutnya, kita akan teliti lagi (surat tuntutan). Kita menyampaikan harapan dari warga kepada Ombudsman. Kami secara administrasi begitu bersungguh-sungguh bersama tim advokasi dari PBHI,” tegas Eva.
Poin tuntutan dalam surat ditujukan kepada Pemkot Bandung dan instansi atau lembaga lainnya, yakni Satuan Polisi Pamongpraja (Satpol PP), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan (DPKP3), dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Kota Bandung.
Pihak Ombudsman bedalih, staff yang mengurusi surat warga Tamansari sedang dialihtugaskan ke sektor lain mengingat praktik maladministrasi yang masif terjadi juga di sejumlah daerah lain di Jawa Barat.
Kendati demikian, Asisten Ombudsman Wildan menyampaikan bahwa surat tuntutan itu akan tetap mereka amati dan tinjau ulang. Pihak warga pun berharap Ombudsman dapat segera mengkaji dan mengeluarkan keputusan.
Sebelum meninggalkan Ombudsman Jabar sekitar 15.30 WIB, pendamping hukum dari PBHI, Deti Sopandi, membacakan tuntutan yang menjadi poin penting surat ke Ombudsman.
“Ombudsman biasanya selalu meberikan update atau perkembangan melalui surat. Ombudsman belum menyimpulkan hasil keputusan terkait kasus Tamansari ini. Karena masih diperlukan tahapan-tahapan pembuktian,” tutur Deti, kepada Bandungbergerak.
Deti menjelaskan, sejauh ini Ombudsman selalu memberikan perkembangan setelah melakukan pertemuan dengan DPKP3, BPKA, dan beberapa dinas lainnya. Deti memastikan pihaknya akan terus menindaklanjuti masalah ini.
Baca Juga: Menyaksikan Film KPK EndGame di Tamansari, Bandung
Satu yang Bertahan dari Gusuran Rumah Deret Tamansari
Dari Ridwan Kamil Dilanjutkan Oded M Danial
Di pihak Pemkot Bandung, pembangunan proyek Rumah Deret Tamansari jalan terus. Pemkot mentargetkan pembangunan tahap I sebanyak 189 unit bisa rampung tahun ini. Meski demikian, Pemkot mengakui ada sejumlah kendala oleh factor teknis, sosial, hingga kendala anggaran.
Terkait faktor sosial, Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP), Nunun Yanuati mengatakan, terus melakukan pendekatan terhadap warga yang masih bertahan di kawasan Rumah Deret Tamansari.
“Karena di sana masih ada satu kepala keluarga yang masih bertahan otomatis lahannya baru disiapkan yang berada di luar lokasi tersebut. Kita berupaya terus melakukan pendekatan,” kata Nunun, melalui siaran pers, Kamis (22/4/2021).
Proyek rumah deret dimulai di masa Kota Bandung masih dipimpin pasangan Ridwan Kamil-Oded M Danial. Proyek ini dilanjutkan Oded M Danial yang naik menjadi Wali Kota Bandung. Dalam perjalanannya, proyek ini mendapat penolakan warga. Puncaknya, penggusuran besar-besaran dilakukan pada 2019. Pengusuran yang melibatkan ribuan aparat gabungan ini sempat menjadi sorotan pegiat HAM karena dinilai mengedepankan pendekatan kekerasan.