• Budaya
  • Lukisan Gaya China Tak Pudar Dihantam Pandemi COVID

Lukisan Gaya China Tak Pudar Dihantam Pandemi COVID

Chinese painting menjadi saksi atas pengaruh pandemi COVID-19 pada seni rupa. Di Bandung, lukisan ini hanya dipamerkan sekali selama pandemi

Chinese painting “Life Goes On karya Alexandreia Indri Wibawa. (Dok. Alexandreia Indri Wibawa)

Penulis Iman Herdiana25 Maret 2021


BandungBergerak.id - Empat petugas berpakaian hazmat melakukan prosesi pemakaman. Satu orang petugas terhalang pohon berbunga merah dan berbuah oranye. Di bawah pohon dan bebatuan seekor kucing hitam tampak berlari.

Prosesi pemakaman tersebut bentuk pengaruh pandemi COVID-19 pada seni rupa lukisan China (Chinese painting) karya Alexandreia Indri Wibawa, seniman yang lama bergiat di Bandung dan sejak pandemi tinggal di Tasikmalaya.

Karya tersebut pernah dipamerkan di Gedung Pusat Kebudayaan (GPK atau YPK) Bandung berjudul “Life Goes On” dalam Pameran Online Donasi untuk Seniman Terdampak Pandemi: Seni Rupa Jawa Barat untuk Seniman Jawa Barat, 26 Juni-26 Juli 2020.

Lukisan 45 x 32 cm tersebut satu dari sekitar 200 karya yang dipamerkan saat pandemi COVID-19 baru berlangsung lima bulanan, dan banyak seniman yang sudah merasakan dampaknya terutama secara ekonomi.

Alexandreia Indri Wibawa yang akrab disapa Indri termasuk seniman terdampak COVID. Lukisan tersebut ia unggah kembali di Instagramnya, @kuya_ijo dengan judul “Vaksin”.

Sebagaimana sektor lain, seni rupa Tanah Air juga terpukul pandemi COVID-19. Kegiatan kesenian nyaris lumpuh. Tidak ada pameran, penjualan karya seret, namun demikian mereka tetap berkarya di tengah keterbatasan itu.

COVID yang menuntut dikuranginya kegiatan sosial bertatap muka, termasuk pameran seni. Pameran yang biasa digelar para seniman untuk menyapa publik sekaligus memperkenalkan karyanya, selama pandemi hanya bisa dilakukan secara online alias virtual.

Namun pameran virtual tidak banyak membantu karena salah satu nilai pameran ialah adanya interaksi langsung antara karya seniman dan publik. Pameran online menghilangkan interaksi langsung tersebut.

“Pameran online gregetnya kurang, orang kunjungi pameran ingin lihat lukisan aslinya,” katanya, saat dihubungi Bandungbergerak.id, beberapa waktu lalu.

Pameran virtual juga memengaruhi kualitas karya seni. Ilustrasinya, pencahayaan pada lukisan yang dipajang di Instagram akan berbeda dengan lukisan yang dipajang di dinding pameran. “Karena pencahayaan fotografi pengaruh. Jadi orang ragu, di foto terang tapi aslinya tidak.”

Pameran di Gedung YPK itu menjadi satu-satunya pameran yang diikuti Indri selama pandemi COVID-19. Dan pameran bukan satu-satunya kegiatan yang dibatasi. Di waktu normal pra-pandemi, seniman biasa berkumpul dan berdiskusi.

Indri sendiri kerap berkumpul bersama komunitasnya di sebuah café di Bandung. “Kalau tidak pandemi kita suka kumpul-kumpul tiap Rabu di café punya guru saya di Bandung. Pandemi mah kocar-kacil, pameran juga online,” kata Indri.

Dari sisi penjualan karya lebih miris lagi. Apalagi yang namanya lukisan yang masuk kebutuhan tersier. Selama pandemi berlangsung ia hanya bisa menjual 1 lukisan senilai Rp3,5 juta ukuran 55x45 cm.

“Aduh sekarang mah boro-boro jual lukisan yang merupakan kebutuhan tersier, kebutuhan pokok kayak akta notaris juga payah,” kata Indri yang sehari-hari membuka praktek notaris.

Sejak pandemi, Indri tinggal di kampung kelahirannya Tasikmalaya. Di sana ia menjalani pekerjaan utamanya sebagai notaris. Aktivitas kenotarisan pun ikut terdampak. Orang-orang memilih tiarap untuk bikin akta dan sejenisnya.

Chinese painting karya Alexandreia Indri Wibawa. (Dok. Alexandreia Indri Wibawa)
Chinese painting karya Alexandreia Indri Wibawa. (Dok. Alexandreia Indri Wibawa)

Konsisten garap Chinese painting

Satu lagi kegiatan yang digelar Indri selama pandemi COVID-19, yaitu workshop terbatas bertajuk “Keindahan Melukis Chinese Painting” di Langgam Pustaka, Jalan Cikunten Pustaka, PDK, Kahuripan, Tawang, Kota Tasikmalaya, 9 Februari 2021.

Karena pandemi COVID-19, peserta workshop dibatasi hanya untuk 6 orang saja. Worshop ini hasil kerja sama dengan Langgam Institut, sebuah komunitas seni di Tasikmalaya.

Lukisan China atau Chinese painting sendiri sudah lama dikenal di Indonesia. Seni lukis gaya Negeri Panda ini banyak ditekuni seniman Tanah Air dan diajarkan di sanggar-sanggar seni rupa.

Menurut Indri, lukisan Chinese painting memiliki banyak perbedaan mendasar dengan lukisan lain, misalnya dengan lukisan cat air. Media yang dipakai Chinese painting adalah kertas khusus, begitu juga dengan kuas dan pewarnanya.

Kertas yang dipakai ialah kertas jenis tidar yang disebut xuanzhi atau kertas nasi. Ada kertas yang cepat menyerap air dan tidak. Bentuk atau ukuran kertas pun bermacam-macam.

Sedangkan kuasnya memiliki ujung lancip yang disebut mao bi. Pewarnanya disebut Chinese Ink yang bentuknya seperti kapur sebesar korek api. Tinta ini dilarutkan air ke wadah khusus terbuat dari batu.

Gaya lukis pada Chinese painting ada dua, yakni abstrak dan realis. Kemudian tekniknya ada yang sekali tarikan garis dan Teknik detail. Objek yang dilukis dengan sekali tarikan garis biasanya lukisan alam seperti bambu, sungai, gunung atau objek alam lainnya.

Tapi dalam lukisan Indri ada objek non-alam seperti sepeda yang dilukis dengan teknik sekali tarikan garis. Karya-karyanya bisa ditengok di Instagramnya. Karya yang dibikin sekali tarikan garis ini biasanya memakai warna khas, yakni cokelat, biru, dan hitam.

Yang dimaksud tarikan sekali garis, kata Indri, lukisan yang dibikin harus selesai dalam satu tarikan garis kuas. Teknik ini memiliki kesulitan tersendiri mengingat tidak mudah melukis dengan sekali tarikan.

Masalah teknis tersebut berpotensi memboroskan kertas lukis yang harganya tidak murah. Satu golong kertas tidar Rp500 ribu ukuran 10-20 meter dengan inggi 75 dan lebar 45 cm. Jenis kertasnya macam-macam, ada yang mampu menyerap air secara cepat dan kertas globor untuk teknik melukis sekali tarikan.

Ada juga Chinese painting dengan teknik melukis detail yang memakai kertas tidak menyerap air. Perbedaan lukisan sekali tarikan garis dengan detail ada pada objek yang dilukis.

Pada lukisan detail, objek yang yang dilukis lebih umum dan bebas, misalnya lukisan figure putri kerajaan dengan baju penuh warna. Atau lukisan bunga, misalnya bunga sakura, seroja, bahkan bangunan atau objek lainnya yang memerlukan variasi warna.

“Style tarikan garis biasanya memakai warna hitam putih, monokrom. Lukisan ditarik sekali garis misalnya untuk gambar bambu. Kalau salah menarik garis itu ganti kertas. Beda dengan detail yang salah menarik garis tinggal ditimpa, masih bisa diakalin. Yang satu tarikan garis memang harus benar-benar terlatih tangannya,” katanya.

Kesalahan pelukis Chinese dalam menarik garis akan berpengaruh pada bentuk menjadi lebih kaku dan kurang luwes. “Saya juga begitu, sering kelihat kaku, tapi untuk ganti kertas lagi males karena kertasnya mahal,” katanya.

Chinese painting bukan aliran realisme. Hal ini juga yang membedakannya dengan lukisan cat air yang cenderung realis. Saat menggambar gunung, seniman lukisan cat air akan membahas gunung tersebut seperti asli.

Sedangkan Chinese painting melakukan pendekatan pada objek gunung dengan warna tidak alami, misalnya warna biru dan coklat dengan bentuk lebih kaku. Objek jauh dekat juga ditempatkan dalam posisi yang khas.

Chinese painting menempatkan objek jauh di bagian atas. Sementara di luar Chinese panting, objek jauh biasanya lebih kecil dengan objek dekat diletakan di depan dalam ukuran lebih besar.

Ciri lain Chinese painting ada pada nama penulisnya yang memakai stempel khusus di bagian bawah lukisan. Stempel ini biasanya berbentuk bulat dengan tulisan kanji warna merah.     

Setiap pelukis Chinese painting akan punya bak stempel terbuat dari batu giok yang diukir nama pelukisnya. Indri sendiri punya stempel nama yang dibikinkan guru lukisnya.

Lukisan Chinese painting juga memerlukan bingkai kaca untuk melindungi warna agar tidak luntur. Beda dengan lukisan lain yang tidak memerlukan bingkai kaca.

Seni Lukis Meditasi

Indri belajar Chinese painting sejak kuliah tahun 2000-an. Selulus SMA, ia tadinya ingin kuliah seni rupa di Fakultas Seni Rupa Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB). Namun orangtuanya tak setuju ia masuk seni rupa. Orangtuanya bilang, sebaiknya mengambil jurusan kuliah yang benar. Jika mau melukis, ia disarankan ikut les saja.

“Kuliah mah hukum, ekonomi dan lain-lain yang yang bener, seolah-olah jurusan lukis ga bener. Akhirnya saya cari tempat kursus,” kenangnya.

Indri kursus Chinese painting melukis di sebuah studio lukis di Pasteur, Bandung. Kuliahnya mengambil jurusan hukum bidang notaris Universitas Padjadjaran (Unpad) angkatan 1995.

Ia tinggal di Bandung selama 16 tahun. Tahun 2011 ia pindah ke Tasikmalaya. Selepas lulus kuliah ia terus menekuni Chinese painting sambil menjalani tugas kenotarisan.

Selama di Bandung ia banyak bergaul dengan komunitas seni di Bandung. Selain melukis, ia rajin menulis cerpen dan fiksi mini yang kadang menjadi keterangan untuk lukisan yang diunggah di Instagramnya.

Menurutnya, Chinese painting di Indonesia sudah berkembang cukup lama meski trend-nya tak semarak lukisan genre cat minyak atau cat air. Namun pangsa pasar Chinese painting di Indonesia sudah terbentuk, terutama di kota-kota besar. 

Chinese painting bukan berarti lukisan yang digeluti warga Tionghoa. Sama dengan lukisan style Jepang yang tidak harus digeluti orang Jepang. Dari beberapa unsur, style lukisan Jepang juga mirip Chinese painting. Indri menduga kemiripan ini terjadi karena faktor sejarah mengingat Jepang pernah menjajah China.

Dalam pakem tradisional, Chinese painting juga terkait dengan seni meditasi. Proses olah napas ini terjadi ketika pelukisnya mengguratkan kuas ke atas kertas. “Ketika menempelkan kuas ke media, itu kita tarik napas, ketika kuas diangkat napas dihembuskan. Jadi seperti meditasi,” katanya.

Tetapi pakem tradisional tersebut bisa ditinggalkan. Indri sendiri tidak melakukan meditasi saat melukis demi efisiensi dalam berkarya. Ada juga yang bilang Chinese painting memiliki citra misterius. Salah satu lukisan Indri ada yang disebut mistis oleh pengoleksinya. Lukisan tersebut tentang Gunung Tangkubanparahu.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//