• Berita
  • Program Vaksin Gotongroyong Berbayar Dinilai Tak Etis

Program Vaksin Gotongroyong Berbayar Dinilai Tak Etis

Koalisi mencatat janji pemerintah sebelumnya bahwa vaksin Covid-19 untuk raykat gratis, sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo pada Desember 2020.

Petugas tenaga kesehatan di Bandung saat menyiapkan vaksin Covid-19. Sejak awal pandemi sebelum ditemukan vaksin sampai sekarang, nakes menjadi garda terdepan melawan Covid-19. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki12 Juli 2021


BandungBergerak.id - Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan mendesak pemerintah mencabut program vaksinasi gotongroyong berbayar. Koalisi menilai program ini berusaha mengambil keuntungan di tengah dampak pagebluk berkepanjangan.

Dalam siaran pers Minggu (11/7/2021), Koalisi melayangkan tiga kritik terhadap vaksin gotongroyong. Pertama, pemerintah dianggap telah melanggar mandat Konstitusi dan sebagian undang-undang yang mengamanatkan untuk melindungi hak rakyat dalam mengakses fasilitas kesehatan.

Kedua, program tersebut dinilai bentuk memanipulasi terhadap terminologi herd immunity. Dengan dalih mempercepat kekebalan kelompok, pemerintah menggulirkan program vaksin gotongroyong. Padahal di balik program ini ada upaya meraih keuntungan.

Ketiga, Koalisi menganggap pemerintah melakukan praktik permainan regulasi yang membuat kebijakan berubah-ubah dan tidak konsisten. Selain itu, Koalisi mencatat janji pemerintah sebelumnya bahwa vaksin Covid-19 untuk raykat gratis, sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo pada Desember 2020.

Koalisi menegaskan pemerintah gagal dalam menjalankan mandat vaksinasi Covid-19. Program memperjualbelikan vaksin juga diniali tidak etis di tengah kesulitan rakyat dalam mengakses layanan kesehatan, termasuk vaksin.

“Di tengah krisis pandemi, pemerintah dimandatkan konstitusi untuk memenuhi hak atas kesehatan setiap warga negara. Termasuk di antaranya mendapatkan vaksin Covid-19 gratis,” demikian siaran pers Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan.

Koalisi ini terdiri dari LaporCovid19, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Indonesa Coruption Watch (ICW), dan sejumlah lembaga independen lainnya.

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 Bandung Raya: SPSI Jabar Apresiasi Vaksin Gotong Royong Selama Tak Dibebankan kepada Buruh
Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Cakupan Vaksinasi Covid-19 Masih Rendah

Ombudsman Jabar Minta Program Vaksin Berbayar Ditunda

Kebijakan Vaksinasi Gotongroyong digulirkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021. Ketentuan dalam poin 5 Pasal 1, menjelaskan bahwa Vaksinasi Gotongroyong adalah pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang mana biayanya ditanggung sendiri oleh individu terkait. Sementara bagi karyawan/karyawati, pendanaanya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum atau badan usaha masing-masing.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat Dan Satriana meminta pemerintah lebih fokus memastikan proporsi pelayanan yang merata di masyarakat. Ia menegaskan bahwa seharusnya pemerintah melakukan evaluasi sejauh mana kebijakan tersebut akan efektif ketika diterapkan.

“Kebijakan vaksin berbayar harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar pelayanan publik yang antara lain berasaskan kepentingan umum, kesamaan hak, dan persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif,” tuturnya kepada Bandungbergerak.id via telepon pada Senin (12/7/2021).

Ia menegaskan, penyediaan dan pemberian akses pelayanan kesahatan adalah kewajiban pemerintah. Undang-undang tentang Pelayanan Publik memang memberikan ruang bagi penyelenggara untuk dapat menyediakan pelayanan secara berjenjang. Akan tetapi, perlu adanya peritungan agar seluruh masyarakat tanpa terkecuali dapat mengakses pelayanan yang sama rata.

Terlebih lagi dalam keadaan pegebluk yang sedang dihadapi saat ini, pemerintah diminta lebih memprioritaskan peningkatan jumlah masyarakat yang divaksin.

Selain itu, efekivitas vaksin berbayar perlu didasari evaluasi dari pelaksanaan vaksinasi berbayar sebelumnya yang telah dilakukan berbagai perusahaan. Pihak Ombudsman Jabar menganggap setidaknya kebijakan baru tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmu pengetahuan. Hal ini perlu dilakukan agar penanggulangan Covid-19 secara keseluruhan dapat ditangani secara efektif.

Saat ini, sekitar 35.775.567 orang telah menerima dosis vaksin tahap pertama dan 14.868.577 untuk dosis kedua di seluruh Indonesia. Dan Satriana melihat angka tersebut seharusnya bisa jadi acuan pengembangan strategi dan kepastian jangkauan vaksinasi bagi pemerintah. Kedua hal tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu ketimbang upaya baru Vaksinasi Gotong Royong Berbayar.

“Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan menunda dahulu program berbayar ini dan memproritaskan pemenuhan kewajiban memberikan akses perlindungan kesehatan keapada masyarakat melalui vaksin gratis,” tegasnya.

Akses fasilitas kesehatan bagi rakyat diatur dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 dan Undang-Undang Kekarantinaan No. 6 Tahun 2018. Kedua undang-undang ini seharusnya menjamin segala hal yang berkaitan dengan hak kesehatan masyarakat.

Begitu juga dalam UUD RI 1945 Pasal 28 H ayat 1 yang membunyikan hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Sementara itu, Pasal 34 ayat 3 meneyebutkan bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//