Belajar Musik Orkestra di ITB Bersama Adi MS
Komponis Adi MS memberi kuliah umum tentang musik orkestra di ITB. Adi mengajak kita belajar kehidupan dari musik.
Penulis Iman Herdiana31 Maret 2021
BandungBergerak.id - Richard Wagner merupakan komponis yang sangat digemari Adolf Hitler, pemimpin partai Nasionalis Sosialis (Nazi) Jerman. Hitler memakai musik sang maestro untuk membakar semangat para pengikutnya termasuk tentara perangnya.
Satu komposisi musik karya Wilhelm Richard Wagner (1813-1883) yang paling disukai Hitler antara lain Ride of the Valkyries, musik opera yang diawali dengan intro tajam kemudian disusul gelora terompet dan gesekan biola yang cepat dan berapi-api. Namun Wagner juga dikenal sebagai seniman kontroversial karena mendukung gagasan anti-Semitisme yang dikampanyekan Adolf Hitler.
Entah kebetulan atau tidak, Valkyrie kemudian dipakai nama sandi operasi untuk menggulingkan Hitler pada 1944. Pada 2008, operasi kudeta Valkyrie pernah difilmkan dengan judul yang sama dan dibintangi Tom Cruise sebagai Kolonel Claus von Stauffenberg, perwira yang menjadi pentolan rencana kudeta yang kemudian gagal itu.
Di luar sejarah kelam Hitler dan Wagner, musik bukan sekadar hiburan. Ada sesuatu yang kuat dari musik yang mampu mengubah kehidupan, seperti disampaikan Komposer Adi MS saat mengisi kuliah umum daring ITB bertajuk “Menenun Harmoni, Membangun Negeri", Rabu (31/3/2021).
“Mohon maaf, Hitler kasih musik Wagner yang penuh gelora dan berapi-api kepada pengikutnya. Ini menunjukkan bawa musik itu bisa membangkitkan semangat,” kata Adi MS.
Menurutnya, sejak lama bangsa-bangsa maju memanfaatkan kekuatan di balik musik. Di negara maju seperti Jepang, China, apalagi negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat, mengembangkan musik sebagai media terapi dan pendidikan.
Adi menceritakan kunjungannya ke Jepang, di sana anak-anak diajarkan mengenal musik tradisi dan modern. Bahkan pendidikan musik klasik dikenalkan sejak usia dini. Mereka diajari cara mempelajari dan menulis notasi musik klasik, sebuah tradisi yang sudah berlangsung selama ratusan tahun di Eropa.
“Terlepas dari kehebatan budaya adiluhung musik mereka, di dalam musik kita mempelajari presisi, satu titik not tak boleh hilang, otak kiri dan kanan diaktifkan seimbang,” terangnya.
Kata Adi, musik klasik memuat ilmu logika, etika, dan estetika. Mempelajari teori musik artinya belajar berpikir runut dengan otak kiri. Belajar musik juga melatih otak kanan karena harus praktek dan berkreasi.
“Logika, etika, estetika bisa dikembangkan ternyata melalui pendidikan musik. Saat kita bermain orkestra, ada etika tertentu yang tidak tertulis tapi semua merasakan, tidak ada pemain yang merasa paling jago, tidak ada yang ngomong saat bermain musik, penonton juga tertib. Jadi saya mengajak jangan ketinggalan bangsa lain untuk mengembangkan musik sebagai pendidikan,” katanya.
Indonesia Ibarat Orkestra
Adi MS mengibaratkan musik orkestra sebagai negara Indonesia yang bineka, beragam penduduk, agama, suku bangsa dan budaya. Musik orkestra dibawakan oleh banyak pemain dengan beragam alat musik. Satu kelompok musik orkestra bisa terdiri dari 80 orang.
Tiap pemain memerankan tugasnya masing-masing. Misalnya, ada pemain terompet yang hanya bertugas di ujung komposisi, ada pemain simbal yang hanya bermain sesekali, ada pula pemain biola yang sibuk dari awal sampai akhir komposisi. Semua itu taat pada satu arahan dari seorang konduktor.
“Tidak ada yang merasa paling jago atau ego. Bayangkan kalau egois, permainan musik orkestra bisa chaos,” ujar Adi.
Menurutnya, Indonesia layaknya orkestra yang beragam. Indonesia bukan dihuni satu suku, agama tertentu, dan budaya tertentu. “Kita harus merasa sebagai bagian dari orkestra Indonesia. Tidak usah disama-samakan, mari membangun harmoni layaknya sebuah orkestra.”
Kuliah umum ini diwarnai pemutaran video musik orkestra, mulai musik aransemen pertama Adi MS terhadap lagu Vina Panduwinata berjudul November Ceria, lagu Indonesia Raya yang ia aransemen di Melbourne, Australia, pada 1997, dan komposisi Halo-halo Bandung.