Semarak Dodokaran di Kampung Padat Liogenteng
Setelah dua tahun mandek akibat pandemi, kampung padat Liogenteng, Bandung, kembali semarak oleh konvoi dodokaran. Anak-anak berbagi kegembiraan di malam festival.
Setelah dua tahun mandek akibat pandemi, kampung padat Liogenteng, Bandung, kembali semarak oleh konvoi dodokaran. Anak-anak berbagi kegembiraan di malam festival.
BandungBergerak.id - Bukan main girangnya Syifa, bocah 9 tahun yang duduk di kelas III SD, saat menunjukkan dodokaran buatannya sendiri. Mobil mainan itu terbuat dari bilah-bilah bambu, kayu, batang plastik, dan empat buah roda plastik. Lampu LED bertenaga baterai AAA dipasang mengelilingi badan dodokaran, menerangi jalanan kampong pada malam hari.
Ali, bocah 12 tahun, tak mau kalah. Dibantu sang ayah, ia membuat dodokaran mirip mobil balap F1, dengan boneka orang-orangan dikelilingi lampu LED.
"Dodokaran ini dibuat dalam waktu dua hari saja," ucap Ali.
Sekitar 31 anak berbagi kegembiraan di Festival Dodokaran 2022 di Liogenteng, Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jumat, 2 September 2022 lalu. Bentuk dodokaran yang mereka bawa tak hanya mobil. Ada sepeda motor dan pesawat terbang.
Setelah adzan isya, dari lapangan voli yang meriah oleh siraman lampu sorot dan bunyi musik dari pengeras suara, rombongan anak-anak memulai konvoi keliling kampung sambil mendorong dodokaran karya mereka sendiri. Mereka menyusuri gang perkampungan Liogenteng yang amat padat. Kilatan cahaya dari lampu LED dodokaran membuat suasana semarak. Riuh celoteh dan tawa para bocah itu memancing warga untuk keluar rumah, menonton iring-iringan dodokaran.
Entah kapan dimulainya tradisi memainkan dodokaran di tengah permukiman padat di Bandung. Setidaknya sampai tahun 1990-an, masih terlihat sekelompok anak-anak memainkannya di malam bulan Ramadan.
Dodokaran versi dulu sedikit berbeda. Rangkanya terbuat dari bambu atau kayu dengan kaleng susu kental manis bekas. Dalam kaleng bekas itu, sebatang lilin menancap sebagai sumber penerangan. Belum ada lampu LED. Roda-rodanya juga dibuat dari karet sandal jepit bekas. Di beberapa buku, disebutkan dodokaran yang lebih tua lagi dibuat dari kulit jeruk Bali.
Sebagian besar dodokaran di Liogenteng mengombinasikan model atau gaya tradisional dengan sentuhan modern. Jika dodokaran jadul bentuknya nyaris sama tanpa detail atau elemen-elemen artistik tambahan, dodokaran sekarang jauh lebih kreatif. Salah satu dodokaran di Liogenteng memiliki penumpang berupa orang-orangan dari karung goni. Bertopi koboi sambil main gitar, boneka-boneka itu bersandar di kursi belakang dodokaran.
Meredupnya pamor permainan tradisional seperti dodokaran membuat gelisah Sandi Syarif. Pegiat kepemudaan yang juga terlibat di Sakola Rajat Iboe Inggit Garnasih di Liogenteng ini pun aktif menggulirkan Festival Dodokaran. Digelar pertama kali pada tahun 2018, festival mandek oleh pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021. Tahun ini merupakan penyelenggaraan ketiga.
"Harapan saya, anak-anak bisa mengingat dan ke depannya ikut melestarikan salah satu jenis permainan tradisional ini," kata Sandi.
Bagi Syifa dan Ali, festival ini setidaknya membuat mereka tahu tentang salah satu jenis mainan tradisional yang bernama dodokaran. Selama proses pembuatan, selama satu hingga tiga pekan, mereka bisa sejenak teralihkan dari layar ponsel. Bersama orangtua dan keluarga, anak-anak mencurahkan ide dan perhatian.
Foto dan teks: Prima Mulia
COMMENTS